Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Sabtu, 09 Januari 2016

Winda 1 : Duka Cinta Winda




“DUKA CINTA WINDA”


Add caption
Aku ingat hari itu adalah hari Sabtu, di awal Desember karena bunga-bunga Desember bermekaran di pinggiran jalan komplek rumahku bermekaran dan melepaskan bau yang sangat khas. Hujan rintik masih rajin mengguyur daerahku, yang sudah hampir sebelas bulan dilanda kemarau panjang.
Rencananya pagi itu Winda anak gadisku, mau belajar memasak. Kulihat bahan dan resep makanan yang ia rencanakan sudah siap diatas meja. Namun karena ia terbangun kesiangan kami dengan si Mbok mempreaktekkannya. Masakan nya adalah sebuah masakan Nusantara, yaitu kombinasi masakan Jawa Barat dan Bali.
Seperti biasa setelah bangun dia akan pergi ke ruang makan mengambil air minum, dia terkejut karena bahan yang ia beli sudah menjadi masakan. “Ayo sarapan sekalian, mama sudah masakkan resep yang kalian siapkan, mudah-mudahan enak Win”.
Sambil menikmati sarapan pagi, ku temani dia. Aku tahu kalau sampai bangun kesiangan pasti dia ada masalah, padahal yang kutahu semalam dia keluar pergi ke Senayan City untuk makan malam dan menonton sama temannya, sekitar Jam 00 30 kudengar dia sudah masuk ke kamarnya/ Dan Winda pun bercerita kepada ku, tapi dia minta tak ada komentar sebelum dia selesai berbicara. “Mama harus menjadi pendengar setia”.
Ma, apakah aku salah menjadi anak mama. Apakah kalau mama mengalami pengalaman pahit dalam hidup mama aku juga harus mengalaminya?.
Kisah cintaku selalu kandas ma. Semuanya itu karena perbedaan. Bukankah kata mamaperbedaan itu merupakan seuatu yang akan menjadi synergi menciptakan energi besar kala dia saling melengkapi, saling mendukung. Mana kebenaran teori itu, mana ma.
Cinta pertamaku saat menemani mama dinas di ujung Nusantara karena mama mau menjauhkan diri ke papa yang sampai saat ini pun belum kukenal, Kenapa ma, apakah mama tidak lebih berbahagia kalau mama tetap bertahan hidup bersama papa demi aku. Mama egois. Ku kenal seorang anggota tentara, aku sangat akrab sama dia. Mama menentangnya, mama memusuhinya sampai sampai aku back street, dan telah bersama-sama telah membohongi mama, sehingga aku menjadi anak gadis yang kesepian yang hanya bisa berharap tinggi. Kala itu alasan mama melarangku karena perbedaan. Perbedaan apa ma......
Aku menjadi anak yang mempunyai hati petualang ma. Lamunanku menyelamatkan aku dari badai tsunami cinta ini ma. Aku terombang ambing ma. Akupun menjauh dari mama. Kutempuh hidup di kota dengan mengais ilmu, mengais rejeki sehingga aku bisa menyelesaikan pendidikanku dengan jerih payah sendiri. Memang salah aku ma, aku sangat egois, aku sangat sombong aku lupa bahwa mama selama ini orang tua tunggal kami...... maafin Winda ma. Air matanya dan air mataku mulai menetes, dia semakin sangar saja bercerita.
Dikota itu cinta ku juga kandas karena perbedaan. Dia dilarang keluarganya meneruskan cintanya kepadaku. Karena aku tak bisa menunjukkan papa ku yang nantinya akan menjadi wali nikahku. Kenapa ma .... Selalu perbedaan itu, dia punya orang tua lengkap, dan aku tidak menjadikan harapanku buyar.... Kenapa ma jawab ma, jawab ma,
Cinta ketiga, keempat sama saja. Kenapa hatiku berlabuh pada pelabuhan yang salah. Selalu menghadapi perbedan ma. Kalau nggak budaya, masalah keyakinanlah, masalah kurang jelas trahnyalah. Pokoknya mereka selalu memasalahkam Bebet. Bibit. Bobot. Apa mereka tidak melihat prestasiku, tidak melihat pendidikanku, karier ku, Di ibukota juga sama saja ma.
Tadi malam dia telah memutuskan untuk tidak saling cinta kepadaku ma. Memang aku salah ma. Aku telah jatuh kepelukan orang yang sudah pantas menjadi ayahku. Aku sangat nyaman bersamanya ma. Aku tak tahu kenapa, pokoknya aku nyaman bersamanya. Maunya aku ingin tetap bersamanya ma. Dia tidak pernah marah sama aku, dia sangat baik. Namun mungkin aku sangat egois... aku tidak tahu bagaimana suasana hatinya. Aku hanya menuntut ngikuti suasana hatiku yang masih muda ini.
Aku sampai terlanjur berucap tidak akan ‘mencintai’ nya ma. Walau ku tahu dia menggoda dengan meng iyakannya, sehingga aku terlanjur malu. Aku bingung ma saat itu tak dapat kubendung air mataku. Secara berat kutanyakan benar ne kita berpisah.... Ia hanya tertawa dan bilang “itu kan mau mu sendiri win” , Kalau aku sama saja sampai kapanpun. Aku tidak pandai mengatakan cinta, aku hanya tunjukkan dengan prilaku, katanya ma. Aku sangat egois ma..... sekali lagi karena perbedaan ma jadinya aku memutuskan untuk menjauh darinya. Tapi sebenarnya aku masih sayang padanya. Kan itu watak cancer ya ma.
Sampai kapan ma... sampai kapan ma..... aku akan menghadapi perbedaam ini. Kapan perbedaan akan menciptakan keharmonisan, tidak selalu menimbulkan konplik didalam hati ku ma......
Diapun menangin sambil memelukku. Ku elus-elus rambut anakku, Kutenangkan dan kucoba menjawab semua keluh kesahnya.
Winda, dengarkanlah mama. Dengarkanlah sayang kau tenanglah. Kamu sebenarnya merupakan produk dari perbedaan itu. Dalam darah kamu masih mengalir darah Denro, karena mama. Papamu masih ada dan dia masih sangat mencintai mama. Sampai saat ini dia masih hidup sampai hari tuanya tidak menikah lagi. Sudah saatnya walau dengan rasa malu karena mama yang meninggalkan keluarga papamu. Maklum saat itu mama masih muda, sudah punya pekerjaan mapan, mama sangat di sayang sama keluarga papamu. Tapi karena restu dari keluarha Eyang di Jawa yang mama tak kunjung peroleh mama menjauh dari keluarga papa, bahkan mama berusaha tidak meninggalkan jejak.
Mama tidak pernah memberikan kabar tentang mu. Saat mama minggat beberapa kali papa membujuk balik tapi mama tidak mau. Itulah menjadikan mama seakan tak punya pijakan keluarga yang kuat. Keluarga mama sudah tak menerima mama. Sedangkan keluarga papa mu mama tinggalkan. Maafin mama, karena mama sangat egois.
Cinta menurut serat sastra. Bila ia datang pada seorang perempuan dia akan ‘buta’ tidak akan mengenal perbedaan, perbedaan SARA sudah tidak dia hiraukan lagi, apalagi perbedaan umur. Dia akan tabrak semuanya, karena Sang Dewi Cinta telah merasuk ke kalbu. Makanya kamu janganlah terlalu mengumbar cintamu -baca birahi-. Mama sangat bahagia kamu sangat terbuka sama mama terkait masalah ini. Beda dengan mama semuanya mama simpan dan jalani sendiri. Untung saja mama sudah mempunyai profesi dan kerja yang mapan. Pendidikan mama yang tinggi saat itu juga membutakan mata mama sehingga mama menikah dengan papamu.
Itulah cinta yang tidak kita ketahui kapan datang dan kapan dia akansinggah  padam dan kapan pula perginya. Dia akan selalu muncul dalam lubuk hati yang sangat dalam. Papamu sangat memuliakan wanita, Dia sangat yakin kalau wanita dimuliakan dalam keluarga, apapun yang dilakukan keluarga itu dalam doa, mudah2an akan dikabulkan Tuhan Yang Maha Esa. Maafkan mama meninggalkan keluarga papamu.
Kamu jangan menyalahkan perbedaan dalam  seluruh kegagalan cinta mu. Itu bukan kegagalan, itu hanya halaman demi halaman yang akan mengisi kisah hidupmu. Karena buku hidupmu masih akan banyak berisi halaman yang lain. Untuk itu mama pesankan nikmati saja halaman demi halaman buku hidupmu, tulislah kisah-kisah indah hidupmu disana, demikian juga kisah sedihmy, Karena sejatinya Tuhan menciptakan semua keberhasilan dan kegagalan, persamaan dan perbedaan, kenikmatan dan kegetiran. Nikmatilah semua itu akan terasa nikmat bila kau benar masuk dari sisi yang benar untuk menikmatinya.
Anakmu Winda, mama tidak melarang kamu berteman dengan siapapun, menjatuhkan pilihan kepada siapapun. Mama akan berbahagia bila kau berbahagia Winda. Jangan kau bersedih berlama lama. Waktumu masih panjang, mama sudah meridnukan cucu Winda.
Sudah saatnya mama memperkenalkan dan mengajak kamu menemui keluarga papamu. Dia seorang bangsawan di timur. Dia berdarah seni, Mama ketemu denganya di ibukota ini, saat mama menyelesaikan pendidikan Spesialis mama. Dia seorang Maestro, dia seniman. Minat seninya mengalir kepadamu, termasuk seni mencintai orang. Dia lelaki yang banyak dicintai wanita, namun dia lebih sering dikhianati, dia sangat pinter merayu dan memperlakukan wanita.
Itulah yang membuat tekad mama menikah dengannya. Mamapun sebenarnya sudah lihat semuanya Winda, semua lelaki yang kau cinta mama mengenalnya walau ada yang dekat ada yang dari jauh. Mama tak akan membiarkan kamu terlena dengan cinta itu.
Kalau kau perhatikan lukisan yang kau beli di Taman Ismail Marzuki yang kau pajang di kamarmu persis di depan tempat tidurmu itu, apa kau tahu itu lukisan siapa, dan siapa pelukisnya. Mama sebenarnya tertawa saat kau bawa lukisan itu. Itu adalah lukisan potret mama saat mama masih seusia kamu. Saat papamu mulai melirik mama. Papamu walau dia banyak di kejar-kejar wanita, dia mempunyai selera cinta yang agung. Mungkin tidak diketahui oleh gadis-gadis lain saat itu.
Kalau mama sih, mama punya rumus dalam memperjuangkan cinta mama. Bila mama cinta seseorang mama akan kejar sampai dapat, tapi kalau dia memang sudah berkhianat mama berhenti dan mama lupakan. Papamu persis kamu dia punya tanda lahir yang sama,yaitu torch di pangkal paha. Menurut papamu sih semua keluarnya memiliki tanda lahir yang hampir sama.
Papamu orang yang sangat mengagungkan cinta, dia hanya mencintai mama sehingga sampai saat ini mamapun masih berstatus istrinya, dan papamu tidak menikah lagi, Sudah saatnya kamu Winda mama perkenalkan dengan papa kamu, tapi mama harus mempersiapkan diri dan hati dulu termasuk mempersiapkan hati kamu Winda.
Kamu harus baca buku-buku yang ada di kamar mama. Untuk mempersiapkan hatimu sehingga tidak terlalu emosional, menyalahkan orang lain dalam kondisi mama seperti ini. Mama pasti akan memperkenalkan kamu dengan Keluarga papamu, sekalin mama mau minta maaf dengan segala upacara adat maupun keagamaan yang diperlukan.
Mama berharap sehabis kau ketemu keluarga papa, kamu akan menemukan cinta yang membahagiakan, mungkin kau ikuti karma ibumu Winda. Tapi mama yakin karma mama itu merupakan urusan mama. Bukan tertimpakan kepadamu.
Berhenti menangis, seka air matamu, cepatan mandi. Mama ada undangan makan siang di Mall Serpong ayo kita berangkat bersama, siapa tahu hatimu terobati dan lukanya cepat sembuh setelah kau meninggalkan pasanganmu semalam. Makanya pertahankanlah bila memang kamu cintai. Jangan diusik dengan masalah masalah sepele. Nikmati masa mudamu...... dan kita persiapkan diri dan mental ketemu keluarga papa di Pulau Dewata, kamu pasti bangga dengan papamu.
Rintik hujan diluar telah berhenti rupanya kedua generasi itupun masuk kamar masing-masing untuk mandi mempersiapkan diri ke undangan makan siang.

Pondok Betung, Bintaro Awal 2016

Sabtu, 26 Desember 2015

Pak Guruku Jaim Sekali



“OBROLAN GURUKU MENJELANG UJIAN PAS HARI ULANG TAHUNNYA”


Honai Rumah Asli Papua (google.com)
Pak Guru ku ini dikenal orangnya sangat serius, jarang ketawa, apalagi tersenyum. Salahpun jarang minta maaf paling-paling nyengir. Jaim sekali dia, maklum saja dia Guru Fisika, tamatan Universitas Ternama, kepalang basah jadi Guru, karena keasyikang di Bimbingan Belajar saat menjadi Mahasisea, sehingga oleh seorang Kepala Sekolah kala itu ditawari menjadi guru tetao, jadi PNS di sekolahnya.
Saat itu memang guru Ilmu Pasti – Matematika, Fisika, Kimia, Biologi- memang susah pada saat itu. Singkat certia tawaran diteimanya. Sehingga bagai Umar Bakri dia tetap menjadi guru pada usia paruh bayanya. Dan istrinya yang cantikpun konon bekas anak didiknya, yang kasihan melihat Pak Guru menjadi Bujangan Lapok.

Pada pelajaran terakhir para muridnya meminta Pak Guru sedikit bercerita lucu kepada muridnya. Hehehe Mahasiswa nya sebenarnya, karena belakangan setelah menyelesaikan Pasca Sarjana nya Pak Guru di mutasi menjadi dosen. Kebetulan dosen di Perguruan Tinggi Kedinasan (tapi Bukan STMKG lho). “Ayo pak cerita pengalaman lucu bapak menjadi mahasiswa, atau pengalaman menjadi guru agar kita orang tara stress bapak” seorang mahasiswanya nyeletuk. Dari logatnya ia anak-anak dari intim, Indonesia Timur.

Dengan tidak menghilangkan gaya jaimnya Pak Guru bercerita. Tapi kalian kan sudah dewasa semua kan. Siapa tahu cerita Bapak ini ada yang 18+? Tanya Pak Guru
Mereka secara serentak berteriak sudah pak!

Nah cerita pertama

Lebaran Kemaren bapak pulang kampong, bapak sempat mampir kekantor kita di daerah. Aku bertemu banyak bekas anak didikku walau aku ditempatkan disini baru beberapa tahun belakangan. Kulhat mereka sangat menikmati menjadi PNS sepeti bapak ini. 

Seorang pagawai bekas murid bapak memperkenalkan teman-temannya, yangs atu persatu datang pagi itu, karena Bapak sampai kantornya kepagian.

Itu Pak Lihat si Mamat, angkatan 2005 sekarang sudah naik Yamaha NMax baru pa. Tak lama lagi datang Tony, nah itu Tony pak si kutu buku kerjanya sekolah melulu, dia baru selesai S2 mau melanjutkan ke S3. Nah yang belakangan ini Pani, yangs erring bapak ledek dulu hebat dia, gara-gara tukin dia ambil Avanza Veloz Pak. AKu terheran-heran.

Kalau bapak sih memang orang kampung, bapak tidak bangga melihat kalian dengan motor-motor baru itu. Bapak lebih bangga kalau kalian bisa kaya Toni. Dan bapak kalau jadi kalian akan lebih bangga memperkenalkan “siapa yang ada dibelakang kalian saat mengemudi motor” atau siapa yang ada di samping kalian saat mengemudi.
Murid-muridnya pada bengong. Telmi…… kemudia tertawa semua Hahahahahahaha

Cerita kedua:

Cerita ini bapak dapatkan saat bapak Menjadi Sumber Belajar pada sebuah bimbingan test ternama di ibu kota. Kelasnya kelas intensip menjelang UMPTN. Saat itu materi hari itu sudah habis, sebagai formalitas aku persilahkan anak-anak muridku nanya kalau ada pertanyaan, kalau tidak kita bubar tawaranku. Mereka umumnya tak mau buru-buru pulang, karena umumnya mereka dijemput pada waktunya.

Seorang murid bertanya dengan polosnya. Bapak Tanya katanya. Silahkan kataku. Ini Bapak Aku mau Tanya biologi bolehkan. Silahkan kalau bapak tak bisa jawab bapak Tanya Ibu Guru Biologi jawabnya. Begini tanyanya. Kita tahu bahwa kalau perkawinan antar Ras, misalnya Lakinya Kulit Putih, dan sitrinya kulit hitam ( seperti kebalikan pasangan Kim Kardasihan ), anak mereka bisa putih, bisa hitam, atau sedikit gelap saja. Kenapa kalau ayam putih, dikawin ayam hitam anaknya jarang yang putih atau yang hitam polos, pasti yang hitam ada sedikit bulu putih sisana sini, atau anaknya putih dengan selingan beberapa bulu hitam, atau bahkan hitam putih.

Kujawab: Kalian kan sudah belajar Hukum Mendel, apa sudah lupa. Tahu-tahu muridkua teriak Hooooo semua. Aku kaget Lho kenapa kataku, bapak salah katanya. Hoooo itu tho, Bapak lupa kalau kalian sudah dewasa…. Kalau jawaban dewasa kalian diam ya bapak jelaskan. Kalian pernah lihat ibu kalian memblinder telor saat membuat kue? Pernah jawabnya. Nah…. Kalau ibu kalian dan Bapak kalian itu kan bisa memblinder, kalau ayam tak bisa…. Makanya adonannya tak merata, sehingga jadi belang belang.

Mereka bengong dan telmi….. Kuambil tasku kuucapkan selamat sore ya. Baru mereka ngeh gerrrrrrrrrr rupanya proses kawin manusia dan hewan beda…… Hanya sekedar Joke

Cerita ke tiga:

Pak Gito guru yang ditugaskan di Irian Barat sehabis Pepera, Penentuan Pendapat Rakyat. Dia ditempatkan di Genyem sangat beda dengan kampong aslinya di Bantul. Daia sudah hampir sepuluh tahun di Genyem. Masyarakat setempat menanggapnya dia serba bisa walau dia sebenarnya hanya tamatan SPG Negeri. Dari mengajar, sampai mengobati orang sakit.

Suatu Hari Jhon (enggak usah disebut Fam nya), dia pu anjing su lama tram au makan, dia diam saja tara manggong, makin lama makin tak mau makan, hanya minum air saja. Jhon ingat Pak Gito pasti tahu cara mengobati anjingnya. Dia jemput Pak Gito, Jhon ajak kerumahnya. Dia tunjukkan anjingnya yang sakit. Wah Jhon anjing berburu kamu yang sakit ya. Wah bisa mati kalau tidak terobati. Pak Gito menyuruh Jhon ambil sadikit papeda hangat di dapur, siapkan nanti dikasih ya kalau papedanya sudah dingin. Lalu Pak Gito pegang Jhon pu anjing yang su jinak itu. Dia pegang kepalanya dan berkata. Su Asu, yen kuwe arep waras waraso, yen kuwe arep mati matio. Jhon memperhatikan dan mengingat mantra pak Gito. Terus kepala anjing di elus-elus dan dipukul sayang tiga kali. Jhon jangan lupa ko kasikan itu papeda kalau sudah dingin ya. Pak Gito mau pulang. Tak usah kau anter urus kopu anjing ya.

Eh ternyata setelah dirawat tiga hari peliharaan Jhon sehat dan sudah mulai mau makan apa saja. Tapi belum kuat diajak berburu. Pada Minggu kedua dia sudah bisa ajak anjingnya berburu. Dia beruntung hari itu dapat buruan Rusa yang masih muda. Dia potong dia bawa itu paha rusa sebiji ke rumah Pak Gito.

Sampai di rumah Pak Gito, sepi yang ada maitua Gito saja di dapur. Selamat Sore ibu. Sapa Jhon kepada Bu Gitu, sambil emneyrahkan sepaha daging rusa. Papa Gito kemanakah Ibu. Kok sepia pa belum pulang sekolah. Enggak kata Bu Gito, itu papa ada di kamarnya tiduran, dia sakit sudah dari kemaren, mungkin malaria kambuh.

Dengan mengendap endap dia masuk ke kamar Pak Gito, dia berdiri disebelah dipan Pak Gito sambil memegang dahi Pak Gito. Jhon pun berkata “Su Asu, yen kuwe arep waras waraso, yen kuwe arep mati matio”.  Dalam kemeriangan badannya Pak Gito tertwa terbahak-bahak, sampai diapu karinget keluar dan meriangnyapun enteng. Ayo Jhon kominta mama di dapur bikingkan Bapak Teh manis hangat, terus kau bawa kesini kita ngobrol di kamar saja.

Pak Gito pun menjelaskan arti mantra itu, yang awalnya dia hanya ingin menenangkan hati Jhon karena anjingnya sakit. Dia pakai bahasa Jawa. Dan akhirnya dua generasi beda suku itu berpelukans ambil tertawa terbahak-bahak……… Sampai-sampai Bu Gito ikut nombrung.

Yah ternyata Pak Guruku yang jaim, dan tak pernah tersenyum itupun pada hari ini kut tertawa terbahak-bahak di kelas, sementara temanku Resa dan Bagus datang membawa sekedar Kue sebagai peringatan HUT Pak Guru yang memang jatuh hari tu.
Selamat Hari Ulang Tahun Guruku.

Puri Gading, akhir 2015

Jumat, 18 Desember 2015

Kenangan Lingga Pada Neeta



“KENANGAN  LINGGA PADA NEETA”


Senja di Pantai Carita (google.co.id)
Aku terduduk lesu disamping tempat tidur, dimana suamiku tertidur pulas. Kulihat kekecewaan yang teramat berat di wajahnya. Pikiranku menjadi kemana-kemana. Antara perasaan bersalah dan pertanyaan mengapa suamiku tiba-tiba menjadi sosok yang gelisah, dengan mata nanar, mondar mandir di tepian pantai. Saat kujemput dari Villa dia duduk menyendiri di pinggiran muara menatap ombak yang bergemuruh di hadapan kami.
Memang liburan pada long week end kali ini, aku yang menyusun rencana dari pemesanan villa sampai merencanakan perjalanan. Aku sudah buat semaksimal aku mampu, namun tak kuduga akan begini jadinya. Saat istirahat di Villa, kala itu hujan lebat mengguyur kawasan pantai tempat aku liburan, petir bersahutan sekitar sejam an. Setelah hujan reda deburan ombak terdengar lebih kencang, aliran air di muarapun seakan banjir bandang. Semuanya itu jelas terlihat dari villa tempat aku menginap.
Sehabis hujan reda itulah, suamiku terbangun dan mulai kelihatan panik. Sehabis makan siang dia selalu melihat kearah laut, dia mondar-mandir dari ujung pantai ke ujung lainnya. Terkadang dia terduduk di tepian pondok dekat muara untuk beberapa waktu terus mondar-mandir lagi. Dia tidak memperhatikan grimis yang masih terkadang terjadi.
Kuperhatikan sudah hampir enam jam sejak pk 15 00 dia tidak memperhatikan apa-apa selain laut lepas, deburan ombak dan gemulung air muara menjadi perhatiannya. Pada awalnya aku anggap hal itu adalah suatu kegemarannya, namun setelah berlangsung lama aku mulai curiga. Jangan-jangan dia sakit, setahu ku saat berangkat dia sehat dan sangat bersemangat, dia menyetir kendaraan dari tempat tinggalku sampai ke Villa, walau menggunakan kendaraanku.
Dalam kegalauanku aku bbm adik iparku Ani di Denpasar, kuceritakan suamiku Mas Lingga sedang menyueki aku, dia mondar mandir di tepi pantai, terkadang duduk termenung memandangi gemulung air muara. Aku cerita beberapa hari lalau kepada adik Ani rencanaku akan ke Pantai Carita untuk liburan long week end.
Setekah kutunggu berapa lama, Ani menjawab, dia minta maaf baru jawab karena baru saja habis sembahyang. “Mbak, samperin Mas Lingga, ajak dia pulang ke rumah, batalkan saja liburannya” Hanya itu jawaban Ani. Jawaban ke 2. “ Mbak tak usah Tanya macam-macam Mas LIngga, nanti juga pasti di ceritainnya”.
Kebetulan koper perlengkapan belum ku buka. Aku minta room boy memasukkan kembali kemobilku. Aku samperin Mas Lingga, aku pegangan berdua menuju mobil, aku bilang Pasti Mas capek, tidur saja kita pulang mas. Kau tidur saja disebelahku. Aku akan menyetir kita sudahi saja liburan kita, ayo kita habiskan di rumah saja mas. Dia mengangguk  dan duduk manis disebelahku.
Mobilku pacu sedikit cepat melalui jalan tol, tak sampai sejam aku sudah memasuki garasi rumahku. Mbok Asistem Rumah Tanggaku (Mbok) segera membukakan pintu, dan membantu aku menurunkan koperku. Dia tidak banyak nanya. Mbok segera membuatkan kami minum. Mas Lingga dibuatkan the manis, dan aku dibuatkannya segelas susu stroberry di taruhnya di meja kamar kami, dan Mbok pun kembali meninggalkan kami berdua.
Kuperhatikan kembali tidur Mas Lingga sangat lelap. Namun aku tetap lihat kekecewaan berat di wajahnya. Raut wajah demikian baru kulihat sejak kami menikah Sembilan bulan lalu. Setiap long week end kami lewatkan dengan berlibur. Terkadang aku memilih objek yang akan didatangi, tapi terkadang Mas Lingga. Mas Lingga lebih bijaksana kalau dia memilih suatu objek selalu akan menawarkan dulu kepadaku, walau selama ini belum pernah aku menolak pilihannya.
Aku tetap merasa bersalah kali ini, karena aku egois, tak mau meminta persetujuannya. Apakah hati suamiku terluka dengan suasana pantai, atau pilihanku tidak cocok dengan seleraku. Dua cecak kuperhatikan sangat mesra bercanda di tembok kamar kami. Beberapa kali kulihat salah satunya mengejar yang lain, mereka bercengkerama dan melakukan hubungan badan. Aku jadi cemburu.
Masih kudengar kluruk ayam beberapa kali, setelah itu aku tak tahu, aku tertidur duduk di kursi sebelah Mas Lingga tidur. Aku tak mau kalau kalau suamiku terbangun dan keluar tanpa sepengetahuanku dalam kondisinya ‘linglung’ seperti ini. Kelihatan sangat berat beban yang dia alami. Padahal dia sangat bijaksana. Dapat dikatakan selama kami berkeluarga, kami tak pernah cekcok karena suamiku. Semua biasanya aku yang memulai. Aku merindukannya, sesekali aku ingin dia cemburu kepadaku….. eh ternyata tidak bisa.
Saking nyenyaknya tidurku, aku tak tahu kalau aku sudah dipindahkan Mas Lingga dari tempat tidur. Saat terbangun karena ada hawa hangat yang menghembus di tengkukku aku melihat dari celah korden mentari sudah sangat terang. Selamat Siang istriku. Suara itu lirih kudengar, saat itu pula pelukannya sangat erat memeluk badanku. Aku merasakan suamiku sudah pulih kembali dia memeluk ku semakin erat dan kamipun tertidur.
Hampir pk 12 siang, aku terbangun. Sarapan pagi dan makan siang dihidangkan Mbok di meja makan. Setelah mandi berdua siang itu kamipun makan siang bersama. Disanalah Mas Lingga cerita kepadaku.
“Maafkan aku Yoni ( itu nama sayang dari suami kepadaku), aku telah mengacaukan liburanmu. Lain kali sementara kamu jangan mengajakku liburan kepantai yang ada muaranya. Aku masih trauma mendengar deburan ombak yang bergemuruh, serta melihat gemulung air bah di muara sehabis hujan. Itu mengingatkanku dengan kenangan pahitku. Aku merasa bersalah tidak bisa menyelamatkan Neeta. Adik kelasku di desa. Saat menyeberangi muara, waktu kami rekreasi liburan di pantai, kami tergulung air bah, kami berdua berusaha menyelamatkan diri. Kami diselamatkan seorang nelayan yang pas mau mendarat, hanya Neeta tidak ditemukan sampai saat ini.
Kami memang rencananya dijodohkan oleh kedua keluarga kami, karena kami masih ada ikatan kekerabatan. Rencananya sebelum aku kuliah ke Bandung akan dinikahkan dulu. Aku merasa bersalah dengan kejadian itu. Aku merasa tidak bisa melindungi Neeta. Tapi ya sudahlah Neeta tak akan kembali semoga ia damai disinya. Kenangan itu terkadang mengusikku, dalam gemulung air bah di muara terbayang wajahnya yang memelas memanggilku. Suara itu lamat-lamat masih terdengar ketika deburan gemuruh ombak lautan semakin nyaring. Nah itulah yang membuat aku seperti kemarin”.
Aku juga minta maaf sama suamiku, karena aku tak tahu kalau dia mempunyai kenangan pahit terhadap suasana pantai. “Nggak apa apa Yoni, karena kaulah Neetaku yang sesungguhnya saat ini. Kaulah penuntunku disaat aku limbung dlam kehidupan ini”. Demikian juga kau mas kau telah menjadi imam ku di dalam kehidupan ini.
Aku tak sadar dalam mendengarkan permintaan maaf suamiku, aku telah duduk di pangkuannya. Sambil bercerita rupanya dia memangku aku, dan menyuapinya. Rupanya aku tidak sadar siang tiu aku makan cukup banyak, apa karena aku lapar dari kondisi semalam, atau karena makan dalam pangguan dan disuapi suamiku, mungkin juga karena rapelan sarapan sekaligus makan siang.
Aku memberikan ciuman di pipi kanan dan kiri suamiku sambil tetap gelayutan di pangkuannya.  Tepuk tangang si Mbok, mengagetkan aku. Dia mengingatkan aku ada telepon dari Villa Carita. Rupanya telpon dari Manajer Villa, dengan permohonan maaf karena mengira kami pulang cepat karena pelayanannya tidak memuaskan.
Sehabis menaruh telepon aku gamit tangan suamiku, aku ingin meneruskan kemesraan ini di kamar kami. Masa lalu biarlah menjadi kenangan yang akan buram bersama berlalunya sang waktu. Biarlah aku menjadi Neeta nya mas Lingga saat ini. Dia bilang wajah aku mirip dengan wajahnya….. membuat aku semakin sayang padanya.

Puri Gading, Desember 2015