Hotel Marau Biak (google.com) |
“CINTA MAMA DAN PAPA SEPERTI OMBAK DAN TEPIAN PANTAI, TAK HENTI BERTEMU”
Pertemuanku dengan papa terpaksa
tertunda, walau mama sangat besar kerinduannya akan pulang. Rekan seprofesinya
mengajak mama untuk menemani pergi ke Papua, melihat jejak Perang Dunia ke II,
di Benua Mutiara Hitam ini. Aku diajak mama, hitung-hitung napak tilas masa
kecilku yang pernah disana. Tugu Mc Arthur masih memesona hati pengunjung saat
datang ke Ifar Gunung, di tengah-tengah kawasan Rindam Cenderawasih. Aku masih
teringat Pak Komang teman papa yang dulu pernah dinas disana, kudengar beliau
masih tinggal bersama istrinya seorang guru disana.
Panorama Danau Sentani nan asri,
dengan dayung kano masyarakat setemoat memburu ikan, dilator belakangi sebuah
Pulau dimana salah satu Gubernur Papua lahir, dengan megah berdiri dengan
gereja mungil disebelahnya. Pesawat hilir mudik take of fan landing di kejauhan
di Bandara Sentani masih jelas terlihat dari Tuga Mc Arthur. Derap sepatu calon
prajurit masih terngiang di telingaku, Aku masih membayangkannya sampai aku di
perjalanan pulang transit dua hari di Biak.
Pagi itu aku menyusuri pantai
Biak nan indah, dengan pasir putih yang menghampar panjang menyelimuti Pulau
itu. Aku lihat betapa megahnya Hotel Marau, bersender di lereng bukit, sangat
indah kulihat dari pantai. Aku tak terasa rupanya hampir empat kilometer aku
berjalan menyusuri pantai, sejak Goa Jepang peninggalan tentara Jepang. Goa
untuk perlindungan mereka dari sergapan mush. Pernah kubaca berhasilnya tentara
Sekutu dalam menaklukkan tentara Jepang di Pasifik, berkat diterapkannya
Research Operasional, sebuah manajemen operasional yang sudah memperhitungkan
segala potensi, yang mendukung manajemen strategicnya.
Aku sedikit lelah, petugas hotel
yang kuajak jalan-jalan sudah meninggalkan aku karena mempersiapkan diri akan
dinas siang, dia pamit pulang. Lamunanku kembali ke masalah mama, mama sering
mengumpamakan cintanya kepada papa tidak pernah padam. Beliau ibaratkan seperti
ombak di lakut yang tak pernah berhenti memukul tepian pantai. Persis seperti
bait lagunya the mercy’s. “Sebegitu ombak berderai di ujung tepian pantai……. Sebegitu pula cintaku kau anggap angin nan
lalu ……” Memang mamaku seorang wanita
baja, tapi melankolis. Nggakpapa dia tetap mamaku, mama number one.
Untuk ku aku tidak mau punya cinta seperti mama, aku mau punya inta seperti cinta papa, yang kuduga pernah berlabuh dimana mana, tapi memiliki pelabuhan terakhir, sebagai pusara cinta mereka sampai akhir hayat.
Ucapan mama kepada papa juga
susah aku mengerti. Kata beliau. Cinta mama akan selalu ada di hati mama dan
mama percata cintanya juga akan selalu ada di lubuk hati papa. Mama tidak tahu
bagaimana anak gadis sekarang sangat menggandrungi orang tua seperti papaku,
seoerti cintaku dengan dia yang terakhir singgah lama dihatiku.
Gambaran mama tentang papa
kelihatannya mirip dengan cintanya, apakah aku punya selera yang sama dengan
mama terhadap sifat pria. Mama sangat rindu berkumpul kembali dengan
keluarganya, dengan papa dan dengan kakakku. Dia bilang cintanya tidak akan
pernah pupus terhadap papa, tapi kenapa berjauhan. Mama paling benci kalau ada yang menganggap
beliau bercerai. Beliau hanya bilang … apa ya stilahnya aku lupa.
Mama tidak pernah memburu cinta
papa seperti teman-teman beliau, saat taruhan. Mama mendapatkan cintanya papa,
secara utuh dan murni. Walau beliau tahu papa banyak digandrungi wanita selama
kuliahnya, selama kerjanya, tapi beliau menjatuhkan cinta terakhirnya sama
papa. Papa telah berjanji akan sehidup semati dengan mama.
Papa tetap datang walau mama
berpisah, mama tetap melayani papa seperti layaknya istrinya. Mama sangat
pintar menyembunyikan sesuatu, sehingga hampir selama duapuluh tahun, aku tidak
dengan pasti tahu papaku. Katanya sih beliau selalu menyuruh orang-orangnya
mengawasi dan memantau aku. Jangan-jangan orang papa pernah menjadi pelabuhan
cintaku.
Tak terasa sama dengan tetes air
hujan bulan Maret yang jatuh di pelimbahan, air mataku ikut terjatuh tanpa
kusadari. Aku bahagia mempunyai mama dan papa yang begitu suci cintanya, tidak
tergerus oleh zaman. Tidak salahlah kalau mama memutuskan pulang kerumah
kembali. Mama, kutahu pernah menolaj cinta seorang mahasiswa bimbingannya, yang
masih perjaka. Perhatian mama disalah artikan oleh mahasiswanya. Memang mama
kalau membimbing mahasiswa itu total, karena beliau ibatarkan sama dengan
petani yang harus menyayangi padinya, karena kalau padinya gagal panen petani
itu juga gagal. Bukan main.
Akupun merindukan masa-masa itu
akan cepat berlangsung, masa berkumpul secara utuh aku, kakak, mama dan papa
ku. Kudengar mama dan papa akan menjalani tahapan ‘mandita’ mau mengabdikan
diri beliau untuk social kemanusiaan dan agama. Sungguh mulia cita cita mereka……
tak terasa aku sampai sesenggukan menangis bahagia………………. Atau sebagai
penyesalan ku selama ini… Akh tak tahu. Tak tahu teriakku.
Ternyata mama sudah berdiri di
hadapanku, aku tak menyadari beliau sudah sampai habis pergi ke Tempat
Pelelangan Ikan, Biak bersama teman Jepangnya. “Ayo lihat apa yang mama bawa?” . Bawa apaan ma?. “Ne baca”, Kulihat beliau
membawa Roti Aru, kubaca dari kantong plastiknya.
Aku teringat sebuah nama roti,
sama dengan nama took satu-satunya yang menjual roti di kawasan Papua, sehingga
sering dijadikan oleh-oleh bila transit di Biak, toko itu membuat cabang di bandara
Biak. Bandara Frans Kaisiepo. Ya aku ingat sekarang, ingat sekali ma. Ayo
cobain rotinya, sebagai obat pelepas rindu sekitar lima belas tahun yang lalu
waktu mama sering membelinya sebagai oleh-oleh.
“Kenapa anak manisku menangis
seperti tadi. Mama juga tak tahan ikut meneteskan air mata, karena mama lihat
kamu Winda mengangis dengan penuh penghayatan, kayaknya sangat dalam kenangan
yang membuat kamu menangis”.
Jawabku, tidak ma, aku hanya
membayangkan betapa mama sangat beruntung mendapatkan cinta papa. Hehehe nggak
ding salah. Menemukan cintanya papa. Bukan begitu ma, kata mama tidak pernah
mencari cinta papa, tapi dia datang begitu saja, sehingga mama menemukannya.
Dan sesuatu yang ditemukan biasanya akan dirawat dengan baik ya ma. Candaku
sama mama.
Memang mamaku dalam bercinta
kelihatannya sangat konvensional. Tidak pernah beralih kelain hati. Tanyaku
kepada beliau: “Apa papa juga begitu cintanya kepada mama?. Iya jawabnya,
papamu sangat memegang nasehat dan pesan kakekmu. Saat kakek menikahkan kami
beliah berpesan tidak banyak. Kira kira pesan beliau:
“Kamu boleh saja bergonta ganti
pacar selama kamu belum menikah, tapi kalau kamu sudah menikah kamu harus tetap
terikat hubungan pernikahan suci ini sebagai suami istri sampai maut memisahkan
kalian, jangan mempermainkan apa yang sudak kalian niatkan dalam upacara
pernikahan ini”. Saat tiu kami mengangguk bersama sebagai tanda setuju.
Papa memang digandrungi banyak
wanita. Dia muda saat itu, dia tampan dengan keuangan yang mumpuni. Sejak
sebagai Insinyur muda papa sudah menjadi asisten perencana dalam berbagai
projek besar. Salah satu projek awal beliau adalah hotel ini Winda, hotel
tempat kita menginap ini.
Berarti mama sudah mulai
bernostalgia ma, kataku. Tidak bernostalgia Winda, mama Cuma ingin membiasakan
diri kembali menempati apa yang menjadi ciptaan papamu, mama sudah katakana mama
tidak perlu bernostalgia, karena sejatinya papamu tidak pernah meninggalkan
mama kesepian. Kapanpun mama memerlukan papamu beliau akan datang ke mama, atau
kapanpun mama mau datang ke beliau beliau terima, mama tetap sebagai istri
beliau.
Keegoisan mama yang membuat
kalian menderita, maafkan mama Winda. Ayo… segera nikmati roti dan minum
sedikit, ayo kita berenang di kolam renang hotel yang akan kamu temukan
keistimewaannya. Kami bergegas ke kamar berganti pakaian renang, setelah
menyeruput kopi capucino, serta sepotong roti Aru kesukaanku.
Kami berdua , ke kolam renang.
Aku terkejut, melihat dua sejoli yang sedang mandi, yang keduanya kayanya aku
kenal. Si prianya Anton menghampiriku, dan menjulurkan tangannya. Selamat
datang di Biak Winda, kenalin istriku Nena. Kalian sudah menikah, tanyaku. Iya
kami baru menikah tiga bulan yang lalu. “Terimakasih Winda, makanya aku mau
menikah dengan Anton, karena aku tahu dia mantanmu. Dia pasti setia, aku tahu
kau sangat selektif dalam pacaran” ucap Nena. Selamat Berbahagia kataku.
Akupun melongo sejenak. Setelah
dapat mengausai diri -karena Anton cukup lama menjadi pacarku- aku memegang
kedua tangan pasangan itu aku ajak nyebur ke kolam. Mama hanya senyum senyum
melihatnya. Mama tahu karena Anton sebelumnya ketemu mama di took Aru milik
keluarga Nena, seorang keluarga keturunan yang induk keluarganya ada di Belayu,
Tabanan Bali.
Winda,
Winda ….. guman mama kulihat beliau berbahagia di tepian kolam, sebelum ikut
nyemplung bersama kami.
Puri Gading, Menjelang Nyepi 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar