SEHARI DI SPA BUKIT KAPUR
Bau khas angin laut dan desir
angin pantai yang menerobos disela sela semak bukit kapur, dimana rumah rumah
spa yang semi terbuka itu, rupanya telah membuat aku tertidur pulas. Sangat banyak
yang menjadi pembicaraanku tadi dengan mami rupanya semua merupakan percakapan
dalam mimpi. Alam bawah sadarku rupanya merewind dan memutar kembali ingatanku,
yang sempat berbicara inten dengan beliau saat menyambangiku di Papua, maupun
pembicaraan malam itu selepas Wellcome Party, saat kami berbincang melepas
malam di Bale Bengong, Puru Gading.
Saat itu aku belum mau,
memberikan jawaban atas tawaran mami untuk menempuh pendidikan spesialisku di
Universitas Udayana, sambil belajar bisnis di Bali. Dan tawaran kepadaku tentang tawaran mami untuk
menjadi mantunya, kata beliau, sifat aku kelihatannya dapat bersanding dengan
sifat Cokde sehingga dapat bersinergi. Sifat aku yang sedikit humoris dan sifat
Cokde yang serius akibat bentukan dan tuntutan selalau sukses dalam pendidikan
yang ditanamlam almarhum Denagung, ayah Cokde menurut beliau sangat cocok dan
akan saling melengkapi. Kata mami memang Cokde tipe mlaki-laki yang minta
maminya campur tangan dalam urusan pasangan hidup.
Dalam hati kecilku memang itu
yang aku harapkan, karena aku sangat merindukan suami yang kebapakan, serius,
dan pautan umur lebih tua 10 – 15 tahun dari ku. Kemauanku itu ada pada Cokde.
Dan aku mulai tertarik saat aku merawat inap Cokde di RSUD Dok II, saat terkena
malaria tropikana disana. Hanya saja kulihat situasi, tidak baik kalau aku
langsung mengiyakan permintaan mami. Aku harus mencari waktu yang tepat, dan
lebih banyak tahu keluarga ini.
Kurasa kejadiannya sangat
dipengaruhi oleh faktor kelelahan Cokde, yang selama sebulan lebih menyusuri
daerah pedalaman, mencari dan menggali budaya lokal masyarakat asmat, dan masyarakat Dani di pedalaman Papua. Belum
kegemarannya meneliti struktur geologi, yang ditularkan teman kuliahnya saat di
Universitas Kyoto, dan sekarang menjadi adik ipar Cokde. Faktor kelelahan
ditambah ketidak teraturan makan di pedalaman mempercepat menurunnya stamina,
sehingga saat turun ke Jayapura dan menginap di Hotel di pinggiran pantai,
menjadikannya sangat mudah terserang malaria. Malaria memang merupakans alah
satu endemic di Jayapura yang masih menyerang masyarakat.
Saking enaknya rangkaian teraphi
yang dilakukan Mbak Sari etugas spa, pada tahapan ke tiga setelah meminum
loloh, semacam jamu tradisonal bali, yang rasanya segar agak asam dikit,
rupanya aku tak terasa tertidur pulas, dibuai angin laut yang merayap, menuju
bale-bale spa, yang lokasinya tidak jauh dari Hotel Tirta Uluwatu, dimana para
artis ibukota kita banyak melaksanakan pernikahannya. Sebut saja pasangan Glend
Fredly-Dewi Sandra, Gading Martin-Giselle Anastasia dan lainnya.
Rupanya lebih dari satu setangah
jam aku tertidur lelap, tak kusangka aku sempat mengigau, “Ya saya mau…, Saya
mau….. kataku, dan Mbak Sari petugas sepa pun segera membukakan makan siang
yang telah tersedia di meja sebalah para-para dimana aku tertidur. Silahkan
nona, mumpung hidangannya masih hangat, nona pasti sudah lapar, sehabis di
terapi dan tertidur. Bagaimana enak tidurnya nona ? Semoga menikmati teraphi
spa kaim, ujarnya.
Aku bingung, kenapa mbak
memanggilku nona, tanyaku kepada Sari. Iya tadi Boss muda datang dan menanyakan
kondisi ibu, dengan menyebutkan Bagaimana keadaan nona, apa dia menikmati pijatan
kamu. Nah dari sana saya tahu dan disuruh beliau memanggil dengan sebutan nona,
Nona Rani katanya. Itu memang panggilan kesayangan yang ku sangat sukai, panggilan
masyarakat kepada ku di Papua, dengan memanggilku Nona Dokter, atau Nona Rani.
Rupanya Cokde sudah sempat menggali tentang kesenanganku saat dia dirawat di
rumah sakit, dan banyak bertanya pada suster disana. Ya tak apalah.
Kulahap hidangan yang disajikan,
yang hampir semuanya merupakan , makanan sehat ala kampung. Ada nasi beras
merah, ada pepes ikan ‘kakia’ sebutan lokal untuk ikan pari, sayur gondo serta
sambal matah, semakin menambah selera makanku, yang memang terekplorasi akibat
trapis spa ini. Akhirnya sampailah aku pada salah satu makanan penutup,
sepiring kecil rujak, dengan irisan kedondong, mangga, papaya mengkal, bengkuang,
dan jambu, sengan sambal yang agak encer.
Apa namanya ini Mbak Sari,
kutunjukkan rujak itu. Hahahaha dia ketawa, sambil berkata. Saya sudah duga ,
nona pasti akan bertanya makanan itu. Itu kami sebut disini dengan rujak kuah
pindang. Cobalah nona, bagaimana sensasinya, nanti baru berkomentar, tapi
hati-hati karena banyak yang menyantapnya diakhiri dengan bangkis-bangkis. Hayo
nona coba pelan pelan.
Kucoba rujak kuah pindang itu,
bener bener sensasional, sulit kuungkapkan disini, rasanya menyegarkan karena
buah-buahan muda sebagai bahannya, dengan bumbu kuah pindang yang ektrapedes
dan manis menjadikan ‘alamak mak nyus sekali’. Rasa ini baru sekali ini
kurasakan. Dan tanpa bisa ku bendung lagi, ternyata aku bangkis-bangkis pula,
dan tak sadar bahwa aku sempat terbangun dari dudukku, padahal aku masih
mengenakan pakaian spa. Hahaha, untuk tempatnya sangat privat. Saripun
menyodorkan ‘rujak bir’ sebagai air peluruh pedas nya rujak kuah pindang. Rujak
bir tidak lain adalah kelapa muda yang telah direndami sereh, jae, gula jawa
dan sedikit cabe, sangat sensasional rasanya.
Dalam kemringetnya aku menikmati
rujak kuah pindang, Cokde datang menghampiriku. Sari menyapanya Boss muda, nona
ternyata sangat menyenangi rujak kuah pindang hidangan special kita di spa ini.
Bagaimana Rani, apa bisa menikmati trapi
dan hidangan yang dihidangkan disini. Oh fabtastik, aku akan promosikan spa ini
pada temen2 ku para dokter di Papua. Agar menyempatkan diri mampir kesini kalau
sedang berlibur. Terima kasih kata Cokde.
Sari terus membedaki ku dengan ‘boreh’
bedak kuning, yang menurutnya diramu dengan herbal yang dapat menghaluskan
kulit, diantaranya bangle yang membuat kulit menjadi kuning langsat, dan
beberapa herbal yang menjadi ramuan rahasia spa ini. Kata Sari. Menurutnya
setiap spa mempunyai resep berbeda-beda, dan umumnya dirahasiakan. Kalau di spa
‘Dedari’ ini, semua resep dibuat dari resep yang ada di lontar usada dan
dikembangkan secara modern, yang merupakan warisan keluarga Puri Gading. Jadi
aku sangat beruntung dapat menikmati warisan leluhur keluarga ini, seperti
member-member spa ini lainnya.
Seluruh badanku diluluri bedak.
Badan terasa seger dan sedikit merinding diembus angin laut sepoi-sepoi siang.
Sari masih menemaniku walau Cokde telah ikut bergabung. Oh maaf tadi mami
menyuruh aku kesini menemani kamu Rani, karena beliau ada pertemuan bisnis
siang ini sampai sore di Sanur, sehingga tak bisa menemani sampai sore disini.
Cokde menceritakan bahwa spa
Dedari, pada awalnya di kelola Intan adik beliau, sambil menjadi mahasiswa
arsitektur Universitas Udayana. Adikku memcoba mewujudkan ide, arsiteknya untuk
mencoba mengembangkan villa, Ayah[un sangat mendukungnya. Disini kebetulan ada
tanah nangggur di deket tebing kapur, bersemak, dekat dengan kampus Universitas
Udayana di Bukit ini. Setelah ia diboyong suaminya villa ini dikembangkan mami
menjadi ekslusif spa yang diberi nama Spa Dedari, dengan harapan para
pelanggannya setelah keluar dari spa ini akan cantik sepeti Bidadari, ujarku.
Hahahaha rani tertawa.
Lho kenapa tertawa Rani, apa tak
mau keluar secantik bidadari? tanya Cokde. Bidadarinya kelamaan di Papua,
Cokde, sahutku. Bukan itu kataku aku ingat dengan kisah Jaka Tarub,
jangan-jangan Cokde mengharapkan ada bidadari yang ketinggalan selendangnya
disini, dan negoisasi, akan mengembalikan selendangnya setelah mau menjadi
istri Cokde……… heheheh godaku. Cokde pun salah tingkah. Ya aku setuju, dan aku
harap kamu Rani menjadi Bidacarinya. Dia sduah mulai berani menggodaku lagi.
Tak terasa mentari telah condong
ke barat, dan Bule-bule pun kelihatan sudah berbondong bondong pergi ke pantai Dreamland,
ku lihat dari kejauhan. Mereka pada datang untuk bereselancar sambil memburu
sunset, di ufuk barat cakrawala pantai Dreamland. Sari menjemput aku mengajak
pergi ke trapi selanjutnya mandi kumkum, setelah memassage dan menggosok
badanku dengan ramuan minyak atsiri, untuk merontokkan boreh dibadanku, minyak
itu kulihat juga berwana kekuningan.
Sari menemani aku pergi ke
permandian terbuka –maksudku bukan terbuka bisa dilihat orang- tapi kamar mandi
tanpa atap, sehingga aku masih leluasa melihat langit sambil berendam, atau
menikmati air kembang dari pancuran tradisional. Pagar kamar mandinyapun dari
tanaman hidup yang di tanam setelab sekitar setengah meter di dalam tempok
pagar taman kamar mandi, sehingga kami merasa sepertio bida dari memang.
Aku merasa dimanja di spa ini
oleh kemewahan tradisi. Aku kembali ke bale-bale, yang telah disiapkan Sari,
dengan sepotong kue La Klak –serabi bali-, serta secangkir teh manis, sebagai
minuman penutup. Sebelum aku pergi kembali, tak lupa kuucapkan terima kasih
kepada mbak Sari, dan membrikannya sedikit tip kepadanya, yang telah dengan baik menemani dan melakukan
traphi spa di Dedari Spa, hampir selama delapan jam, badankupun merasa segar,
melayang seperti Bidadari.
Rupanya aku terbawa lamunan spa
yang baru pertama kali kunikmati ini, sampai aku lupa dengan Cokde, yang ada
disebelahku menyopiri mobil VW Safari antik untuk menjemputku, sangat terawat dengan
kap terbuka yang kutumpangi melesat membawaku melintasi Jalan Tol Diatas
Perairan, masuk dari gerbang Nusa Dua. Cokde memperkenalkan alam sekitar tol,
yang mesih sangat asri, diembus angin senja, di bawah terawang jingganya senja.
Kubilang pada Cokde, aku tak
ingin dengar debat tentang pro-kontra reklamasi pantai Teluk Benua, yang
melibatkan Gubernur Bali Mangku Pastika, dengan berbagai kalangan di Bali.
Cokde aku hanya ingin menikmati senja ini berdua, sampil mencoba konspirasi
hatiku dengan Cokde, yang kelihatan sudah mulai berubah lebih mesra, dan romantis
dibandingkan dengan saar kurawat di Papua. Lamat-lamat kudengar Gayatri Mantram
di radio mobil antik ini, melengkapi ke’bidadarian’
anganku hari ini. Tanda itu – alunan Tri Sandya, dengan Gayatri Mantram,- kuingat
kata mami akan berkumandang tiga kali sehari, mengajak masyarakat Hindu
mendekatkan diri kepada Tuhan, setiap jam 6 00- matahari terbit, jam 12 00 matahari
di titik zenith, dan jam 18 00 saat matahari mulai terbenam. Kuingat bait
terakhir saat ku meninggalkan tol, OM Canti, Canti, Canti Om…………………………. .
Puri Gading, Medio Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar