“UPACARA MENDIANG LASTERI DAN NENEK ANTAR BANGSA”
Bade Saat Ngaben |
Acara pengabenan Lasteri
dilakukan dengan sangat meriah, yang merupakan Ngaben dengan sekah, yaitu
ngaben tidak dengan jenasah, akan tetapi jenasahnya digantikan dengan sekah,
suatu simbul jenasahnya Lasteri, dimana semasa hidupnya merupakan tempat
bersemayamnya jiwa, atma atau roh nya Lasteri. Acara ini berlangsung di
pemakaman kampung nya Sobar,Samara dengan melibatkan semua elemen masyarakat.
Sobar memang sangat terpandang di
kampungnya, karena keluarga Sobar sejak beberapa keturunan merupakan keluarga
yang cukup kaya dan terpandang di kampung Samara. Kesempatan ini digunakan
secara kreatif oleh keluarga Sobar untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Tidak
saja hanya memprelina, mengupacarai kematian Lasteri, tetapi juga digunakan
Sobar untuk mengumpulkan konstituennya pasca pemilu, mengumpulkan tim suksesnya
untuk melakukan pesta bersama. Singkatnya sebagai kesempatan Sobar menyampaikan
terimakasihnya kepada tim sukses, dan konstituennya yang setia memilih Sobat
untuk menjadi legislatip lagi di daerah walau hanya tingkat Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Propinsi.
Kedua menantu Sobar yang
berkewarganegaraan asing, menggunakan acara ini untuk sebuah event mendatangkan
tamu dari negaranya masing-masing. Ia menggaet beberapa agen perjalanan besar
di negaranya untuk mendatangkan tamu pada event tersebut. Ratusan rombongan
touruis jepang dating ke acara ini, demikian juga ratusan tamu datang dari
Australia, dimana asal seorang menantu Sobar.
Acara dibuat sedemikian rupa
sehingga merupakan sebuah event kreatif, dengan menyiapkan para guide yang
mampu menjelaskan acara ngaben dengan cara Nyekah, tanpa jenasah karena jenasah
telah lama bahkan tahunan sudah dmakamkan
dan jauh dari kampung Sobar. Acara dirangkai dari Saat Ngulapin,
menjemput arwah Lasteri dan menstanakan di Sekah, acara pembakaran di Kuburan
desa Samara, upacara membuang abu ke laut, sampai acara Nyegara Gunung
Maajar-ajar.
Rangkaian Acara ini berlangsung
hampir seminggu, dengan setiap malam diisi dengan acara kesenian tradisional. Seperti
: Baris, yang merupakan tarian upacara sacral yang dimainkan oleh
penari-poenari ternama beserta pengiring dari kelompok musik gamelan yang
sangat kompak; Joged Bumbung yang seksi, mengundang para tetamu asing untuk
ikut melantai malam itu, memberikan saweran dan ditemani minuman tradisional
tuak; Tetketak sebuah tarian kolosal yang ekspresif tentang Calonarang yang
diiringi oleh alat musik semuanya dari kentongan. Semuanya dikemas dengan
interaktif antara panari dan penontonnya untuk menghidupkan suasana. Termasuk
group genjek yang setiap malam menghibur masyarakat dengan nyanyian
kontemporernya, yang terkadang menjurus ‘porno’ kalimatnya membuat penonton
berteriak ataupun tertawa geli.
Saat acara pembakaran Sekah, para
turis kagum dengan bade (bale-bale) untuk menggotong sekah ke kuburan-
dikerjakan dengan sangat apik, dan ornament yang sangat tegas dan klasik,
sebagai persembahan Reno terhadap mendiang tantenya. Reno memadukan kemampuan
rancang bangun dan kemampuan seninya yang selama ini menonjol dalam dirinya.
Reno mendapat pujian telah berani memasukkan unsur seni modern dalam karyanya
ini, seakan menerobos seni klasik yang selama ini digunakan dalam seni
pembuatan Bade. Seperti kita ketahui hampir semua ritual adat dan keagamaan di
kampung Sobar tidak lepas dari ekspresi seni masyarakatnya. Memang kampong Sobar
walau lumbung beras di Bali, tapi juga merupakan kampong seni.
Foto almarhumah yang dipajang di
Bade tersebut, membuat kaget masyarakat setempat karena menyangka Luna yang
meninggal. Foto tersebut sangat mirip dengan Luna, dan sepintas mirip dengan Bu
Sobar. Memang Sobar sangat beruntung memiliki isteri yang dan anak mirip dengan
mantan pacarnya yang selama ini dianggap menebar Cinta Durjana, padahal cinta
sucinya dibawa sampai mati. Hehehe kaya lagunya Koesplus saja. Luna seakan
merupakan reinkarnasi Lasteri.
Hampir selama seminggu wisatawan
hilir mudik ke kampung Sobar menyaksikan rangkaian acara yang dikemas dengan
insdustri pariwisata kreatif ini. Dengan halaman yang sangat luas samgat
memungkinkan acar berlangsung nyaman, dengan banyak rumah yang terpisah-pisah
di rumah Sobar, anak lelaki Sobar memanfaatkan untuk memajang koleksi lukisan-lukisan nya yang di tarif umumnya di
atas 500 dollar bahkan ada yang banderol 50000 dollar, Padahal menurut kami
biasa biasa saja. Tetapi acara yang mirip pameran lukisan ini kok laku bak
kacang goreng. Sebuah perpaduan acara ritual dipaketkan dengan industry pariwisata.
Beberapa lukisan Reno juga turut dipamerkan,
dan anehnya juga ludes terjual, ada beberapa tamu yang gandrung dengan gaya
lukisannya yang seperti gayanya membuat Bade, memasukkan unsur modernitas dalam
seni klasik, seakan merobek jauh ke jantung seni klasik tersebut. Modernitas
dalam klasika kata mereka.
Kemana Luna selama acara ini, kok
jarang kelihatan Tanya beberapa tamu, terutama tetamu yang datang dari fakultas
beserta beberapa klien Luna di Biro Psikologinya. Ternyata ia sangat khusuk
mendampingi Sekah Mama Lasteri, sesekali menangis tanpa sebab, dan beberapa
kali mengalami trend berbicara dengan Sobar dengan bahasa Sunda.Ia seakan
Lasteri yang curhat dengan Sobar. Kumahak kang Sobar, Hatur Nuhun Nyak. Itu yang
sering terdengar dalam dialognya. Padahal
keseharian Luna tidak tahu bahasa Sunda dan tidak bisa berbahasa Sunda.
Raini, Ibunya Reno yang selalu setia mendampingi seakan dia mendamping Cece nya
sendiri, dan meladeninya dengan bahasa Sunda. Dia sudah terbiasa dengan hal
serupa karena sepanjang pernikahannya ia diboyong ke Bali suaminya.
Menyaksikan putrinya yang sering
terlihat menangis, Bu Sobar hanya bisa ikut menitikkan air mata. Pada akhirnya
kejadian itu mereda setelah upacara melampaui puncaknya yaitu acara menghanyut abu pembakaran Sekah ke laut.
Iring-iringan orang menyemut, kebetulan jarak kampung Samara ke laut hanya
sekitar tiga kilometeran. Membuktikan Sobar sangat dihormati dikampungnya.
Sore itu semua rangkaian kegiatan
sudah selesai, kerabat Pak Sobar, Keluarga Sobar lengkap dengan anak, menantu,
beserta keluarga Reno berkumpul di Bale, sehabis kerja bakti membersihkan
segala sesuatu yang terkait dengan pelaksanaan upacara. Meraka kelihatannya
saling rebutan meminta menjadi penyandang dana upacara ini karena semuanya
mendapatkan kesempatan untuk memperkenalkan seni kreatifnya dan laku keras
dalam upacara ini. Namun Sobar dengan penuh wibawa, mengatakan itu menjadi
tanggung jawabnya, anak-anak tidak perlu ikut campur.Karena acara ini bagi
Sobar sebagai momentum untuk menyampaikan terimakasihnya kepada masyarakat yang
masih setia memilihnya menjadi legislate, walau sebenarnya anak-anaknya
menghendaki dia ngurusin diri dan ibu Sobar, serta menikmati masa tuanya saja
bersama cucu-cucunya.
Dalam kesmepatan itu, Raini,
mewakili Mama Tua, ibu mendiang Lasteri mengucapkan terima kasih telah mau
melaksanakan wasiat Mbak Lasteri, yang rupanya sangat mencintai Sobar dengan
segala perbedaannya. Permohonan maaf juga disampaikan atas pilihan orang tua yaitu
Abah mereka yang telah menikahkan Lasteri dengan orang lain, bukan karena tidak
merestuinya menikah dengan Sobar. Itu semata-mata karena ketidak tahuan Abah
bahwa Mbak Lasteri sudah punya pacar yang dia sayangi. Karena rasa hormat Mbak
Lasteri terhadap Abah, ia menerima keputusan Abah walau itu pahit, dan
menyebabkan kematiannya. Jadi cintanya bukan Cinta Durjana katanya, namun cinta
sejati.
Semua saling memuji saat itu Anak
Sobar yang seniman memuji kreatifitas Reno, dan aliran yang dia jalani dalam
seni lukis, demikian juga Reno memuji Sang calon abang iparnya yang mempunyai
lukisan yang sangat laku di acara ini. Luna sangat lengket sama papanya Sobar,
dan cucu-cucu Sobar, cucu antar bangsa juga sangat ngikut sama Bu Sobar. Mereka
menggunakan kesempatan di kampung untuk menikmati suasana kampung, pergi ke
pasar tradisional, pergi ke sawah menyaksikan orang lagi panen bahkan ikut
berlari lari di pematang sawah keluarga Sobar.
Tiap pagi mereka pergi ke laut
untuk menikmati main bola dengan teman-teman sebagaynya di kampung, kebetulan
saat itu sedang liburan sekolah. Meraka main bola di tepian ombak mengambil
lahan pasir yang masih basah bekas kesapu ombak. Sungguh suasana kampung yang
menyenangkan bagi mereka yang selama ini jarang menjumpainya di kota.
Bu Sobar sangat sayang kepada
mereka, karena memang mereka selama ini lebih banyak berkumpul dan dididik di
rumah Bu Sobar, semua orang tuanya mengharapkan anak-anak mereka kuat dasar
budaya anaknya, setelah tamat SMP baru mereka berkeinginan mengirim ke Negara
ibu mereka masing-masing. Tapi kelihatanya Bu Sobar untuk hal terakhir masih
belum sepakat.
Bu Sobar nenek antar bangsa,
sangat menikmati hari tuanya. Mempunyai suami yang sangat penertian dan
bertanggung jawab, terpandang di desa, sangat maju usahanya dan terpilih
kembali menjadi anggota Dewan. Bu Sobar sangat dihormati menantu menantunya,
sehingga hampir tiap tahun dia mendapat tawaran mengikuti liburan keluarga,
mantu-mantunya. Hanya saja Bu Sobar sangat selekstif memilihnya, selalu
mengajak Sobar atau Luna dalam kepergiannya.
Sinar bulan sudah mulai temaram,
menghantar sore sirna dan menyambut malam tiba, suguhan makan malam telah siap
di Bale bengong, merekapun dipersilahkan untuk menikmati makan malam bersama,
sebagai malam perpisahan dan akan meninggalkan kampung esok paginya.
Reno dan Luna sudah tak
kelihatan. Hehehe rupanya mereka sudah pergi, mereka menyusuri jalan persawahan
dan tepian pantai menyongsong sinar purnama datang. Dipantaipun mereka saksikan
puluhan pasang muda mudi memadu kasih. Menikmati bulan purnama, sebagai
kebiasaan muda mudi di kampung itu setiap malam purnama pergi ke pantai bersama
kekasihnya, mandi-mandi atau sekedar melepas perginya sang kala. Selamat Sore
dan Selamat menikmati Sinar Bulan purnama, sepeti lagunya The Mercy’s yang
diputar keras di sebuah warung tepian pantai. Kira-kira syair yang terdengar
adalah:
Di suatu malam yang indah……..
Dibawah bulan purnama…….Duduk bersama…. Dua Remaja…… Memadu kasih asmara……Si
pria merayu rayu…. Si gadispun malu-malu……Dia bertanya pada sang pria….Agar
hatinya percaya…….
Aduh
mesranya, sinar bulan menjadi saksi semoga mereka kelak akan menjadi sejoli
yang berbahagia, sampai kakek-kakek dan nenek nenek. Malampun terus berjalan mengangkat
sang rembulan purnama meninggi meniringi para remaja itu kembali kerumah mereka
masing-masing.
Menyambut Pagi di Pondok Betung,
21 Juni 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar