“GEJOLAK 'SECOND WAVE' DI HATI RANI”
Add caption |
Pagi itu sudah beranjak siang. Di
kejauhan diatas pohon kapuk terdengar suara burung tekukur gembira menyambut
siang yang cerah, sedikit dingin. Kemarau kali ini terasa semakin kering sesuai
dengan informasi, ada gejala El Nino lemar merembet di paruh pertama kemarau,
walau tidak sekuat tahun-tahun El Nino sebelumnya. Cokde masih sibuk didepan komputernya membaca
sebuah artikel Gelombang-Gelombang Kehidupan Perkawinan dari Prof Pablous,
seorang Guru Besar Psikologi dari Brasil, dimana Piala Dunia 2014 dilangsungkan.
Mungkin dia lagi menonton Klub Bola Brasil kesayangannya melawan Kemerun di
Satadion Maracana. Dia tak tahu tulisannya banyak dibaca dan dirujuk secara
global.
Sesekali Cokde memperhatikan
istrinya yang tidur dengan pulasnya, mungkin juga masih bermimpi nonton bola di
stadion Maracana, atau masih bermimpi dialun ombak Teluk Halong Bay Viet Nam,
tempat kami memadu kasih beberapa mala mini. Istriku kelihatannya mengalami
second wave dalam perjalanan perkawinan kami, dia sangat menikmati bercinta,
bila kubandingkan saat kami menikah. Mungkin karena beban kuliah, dan lainnya
yang ikut membelenggu kesehariannya. Dia memang selalu ingin perfect, demikian
pula dalam studi, maupun dalam bercinta.
Mudah-mudahan saja perkawinan
kami dapat langgeng dengan gelombang gelombang kebahagiaan, yang dapat kami
ikuti bagai berselancar di depan tanjung Uluwatu, yang gelombangnya
bersambungan. Kata Prof Pablous, gelombang itu bisa positif berupa kebahagiaan,
bisa juga negative berupa prahara, harus dikelola dengan baik agar dia tetap
menjadi bumbu perkawinan sepanjang masa hidupnya.
Sehabis mengantarkan anakku yang
pamitan sama Mamanya untuk pergi dengan Kanjeng Mami, Rani sempat terbangun,
memberika ‘mik’ itu istilah keluarga kami memberikan ciuman saying kepada
keluarga yang mau pamitan. Cokde Junior anakku mau pergi sama Kanjeng Mami ke
Bukit Spa, mau melakukan relaksasi, sehabis Kanjeng Mami melakukan Tour ke Viet
Nam. Anakku membangunkan maminya, dia naik mepunggung Maminya yang sedang
tidur, dan maminyapun terbangun. Sempat kudengar diledek anakku. Hehehe mami,
tidurnya kaya aku saja…… hehehehe tak pakai CD. “Gak apa mami kegerahan semalam”
sahut istriku. Akupun geli mendengarnya.
Diapun menggoda maminya minta ‘nenen’
lagi. “Ayo kalau mau sini”, jawab istriku. “Ogah aku mau pergi, aku hanya mau ‘mik’
saja ma/ Alum au pergi sama Kanjeng Mami. Daa Mami katanya. Terus meminta aku
mengendongnya seperti biasa acara rutin kalau bertemu atau mau meninggalkan
aku. Ku hantar mereka sampai ke mobil, dan melambaikan tangan ke Kanjeng Mami
setelah kucium tangan Kanjeng Mami, demikian juga Rani melakukannya. Kulihat
Rani agak kikuk karena dia hanya memakai baju tidur dan kain pantai saja. Nggak
apa apa kan rumah kami tertutup, da nada halaman tengah, sebelum kami ke
halaman luar yang digubungkan gapura ke jalan raya.
Rani rupanya tidur lagi, setelah
kepergian Kanjeng Mami dengan putraku. Kesempatan buatku untuk melihat-lihat
draft skripsi , thesis dataupun disertasi bimbinganku. Kebetulan tahun ini agak
banyak membimbing dan menspromotori mahasiswa. Tak kuduga, terdapat sebuah
email dari bekas bimbinganku dr Pandriya dan dr Neni, yang mengundang aku untuk
dating menghadiri sekalian berkenan menjadi wali nikahnya. Ini berita menarik
karena aku tahu Neni, bunga kampus yang sering putus nyambung pacaran dengan
banyak perjaka, akhirnya menikah. Mereka ingin bertemu aku siang ini.
Rupanya Rani telah merapikan
diri, tiba-tiba duduk dipinggiran kursi kerjaku. Dengan manjanya. Aku tahu
parfum yang dia pakai menunjukkan dia sedang ……. On the top . Dia minta aku
menemanunya sarapan. Kebetulan aku sudah sedikit lapar, karena menunggu dia
bangun untuk sarapan. Meyan rupanya menyiapkan sarapan Kue-kue kampong dengan
kopi Capucino, tentu saja kopi luwak produksi dari perkebunan keluarga di
Pupuan.
Ku lihat ada kue Ketan Kukus
dengan kacang merah, lempog singkong, dan La Klak yang lengkap dengan gula
juruhnya yang sudah dimodifikasi Meyan dengan sedikit campuran gula batu.
Semuanya itu merupakan kue pavorit kami. Kami minta Meyan menyiapkannya di
tepian kolam, tempat yang bisa kami menghadap hutan kapuk, dan menikmati angin
laut dari Selat Badung. Siang itu kulihat air laut agak kebiruan, tersinari
mentari redup, dengan sedikit semilir angina dingin.
Meyan, terima kasih ya, kata Rani.
Kelapa parutnya sudah ditambahi sedikit vanili, sehingga semakin menggoda
selera. Kue Ketan Kukus memang mantap, kalau ditaburi kelapa parut, dan sedikit
gula juruh. Wah terasa sekali di desa. Suara tekukur masih terdengar saling
bersahutan di dahan kapuk randu yang mulai belah belah buahnya. Kapas bauhnya
sudah sesekali melambai tertiup angina.
Cokde, aku merasa sangat bahagia,
ku harap Aji –sebutan baru Cokde setelah punya anak- demikian juga. Kita dapat
membahagiakan Kanjeng Mami dengan memberikan Cokde Junior, yang sangat lengket
dengan Kanjeng Mami. Cokde Junior, diyakini Kanjeng mami sebagai reinkarnasi
Ayah. Sehingga mereka sangat lengket sekali. Kami sangat menikamti Capucino buatan Meyan dengan kue
jajanan kampong itu. Sensasi La Klak nangka dengan pewarna daun suji, maupun
lempog singkong dengan gula merah menggoda kami.
Tiba-tiba Meyan datang menghampiri,
kami yang tengah menikmati sarapan pagi sambil membahas tulisan Prof Pablous. “Tuan
mohon ijin Tuan, ada tamu ingin bertemu”. “Oh ya Meyan suruh kesini ikut
bergabung”. Dengan sigap Meyan menghampiri tamunya mengantar tamu.
Heheehe Pandriya dan Neni, apa
kabar. Aku baru saja baca emailnya, dan belum sempat kunalas, orangnya sudah dating.
Ayo silahkan duduk kita gabung disini saja. Ikut sarapan. Rami mengingat
ngingat Pandriya, kalian yang di Bangsal Rehabilitas Barkoba Remaja ya. Kalau
dokter Neni aku ingat, karena ikut sibuk saat promosi Doktor ku. “Selamat dating”
kata Rani.
“Wah sarapannya eksotik Prof”
kata dokter Neni. Mereka larut dalam obrolan kesehatan dan sesekali melebar ke
bisnis. Rani rupanya melihat kelebihan Panriya dalam merehabilitasi anak remaja
yang kecanduan narkoba. Dalam hatinya ingin merekrut nya untuk mendirikan
klinik gabungan tepatnya pedeookan atau asram untuk mendalami yoga, dengan
rehabilitasi. Tapi setiap melebar kemasalah bisnis Aji mengingatkan untuk
kembali ke rencana jangka pendek pernikahan mereka.
“Nah apa yang bisa kami batu” Tanya
Aji. “Kami kesini ingin secara langsung mengundang Prof, beserta keluarga untuk
berkenan hadir dan menjadi saksi nikah kami” kata pandriya. “Ok Pan, Astumgkara
kami akan berusaha datang, namun sebagai saksi mungkin kami tawarkan dulu ke
Kanjeng Mami, siapa tahu beliau berkenan, kalau tidak berkenan ya OK aku
bersedia” jawab Cokde. “ Wah Ketan Kukus kali ini rasaynay sangat eksotik,
gulanya dicanpur apa ya Dok” Tanya Neni kepada Rani. “Mbuh itu racikannya
Meyan, kami hanya memberikan masukan saja setiap kali Meyan menyiapkannya, dan
dapat racikan yang pas seperti itu. “Kami berharap Prof bersama Ibu bisa hadir
dan menjadi saksi pernikahan kami, kami mengharapkan kebahagiaan dari Prof
dapat mengalir ke kami” kata Neni. Akh Neni bisa saja. Kapan kalian akan
mengambil spesialis kalian, Tanya Rani saat mengantarkan mereka berdua ke
mobilnya. Iya ini kami menikah dulu, karena kami berdua baru pengumuman ikut
lulus ambil spesialis. Neni mengambil spseialis nedah plastic, sedang Pandriya
tetap pada jalur rehabilitasi medic, seperti pekerjaannya saat ini. “Selamat ya,
semoga semuanya lancar, persiapan pernikaahan, persiapan spesialisnya. Dan Terima
kasih lho undngannya” jawab Rani sambil cipika cipiki dengan Neni.
Meraka kembali ke Bale Bengong
sambil memperhatikan baraung burung liar yang saling berkejaran siang itu.
Alunan music dangdut terdengar lamat-lamat dari kejauhan mungkin ada warga yang
hajatan. Ji apa keduanya dulu merupakan bimbingan Aji, Tanya Rani. Ya mereka
itu bagai dua sisi mata uang, mudah-mudahan saja bisa saling melengkapi. Pandriya
orangnya sangat kalem, tidak pernah pacaran karena ada kesulitan beaya saat
kuliah, sedangkan Neni dia bunga kampus. Tidak pernah lama menjomblo, pacarnya
gonta ganti, mungkin belum ada kecocokan. Namu keduanya anak cerdas, Pandriya
tidak aktip di masalah social saat kuliah, kebalikan Neni. Namun setelah
keduanya tamat malah berbalikan, Pandriya sangat aktip di lembaga social kemasyarakatan,
sedangkan Neni sebagai dokter hanya menjalani dinas dan praktek saja.
Kita datang ya Ji, kita
lihat-lihat lahan kalau memungkikan kita membuat klinik terpadu disana saja.
Kudengan daerahnya Pandriya udaranya sejuk, sungainya masih jernih dan airnya
masih besar. “Ok kamu bisa melihat ada lahan keluarga yang nempel desa, dekat
dengan kebun kopi di Pupuan sana. Nanti kita bisa lihat tidak perlu beli lahan.
Kita bisa kerja sama dengan Pak Wayang, saudagar ikan yang juga pernah menawari
Aji untuk kerjasama membangun klinik serupa. Nanti kukenalkan ma”, jawab Aji.
Rani sudah mendekatkan dirinya
lagi, di tepi kursi malesnya Aji. Dari balik bajunya kucium parfumnya
lamat-lamat menggodaku. Kupanggil Meyan, untuk merapikan sarapan tadi, dan
kamipun kembali ke kamar. Ombak laut di Selat Badung kulihat telah bagus, sudah
saatnya berselancar. Demikian pula filingku mengatakan ‘ombak’ nya Rani juga
lagi pasang, yang sudah siap kuarungi berselancar. Kupeluk Rani dia memberikan
respons seperti biasanya.
Kami meneruskan siang itu kembali
di kemar kami yang telah rapi, dirapikan Meyan. Kayanya Meyan tahu apa yang
sedang terjadi pada kami, seakan maklum…………………………………. Hari tiu kuhabiskan di
kamar saja setelah menerima Pandriya dan Neni, tahu-tahu sudah sandikala
melepas hari itu. Kanjeng mamipun belum pulang. Kubisiki Meyan, kenapa tak
ngingetin makan kami Meyan. “Maaf tuan, kami tak berani” kata Meyan. Silahkan
makannya sudah siap Tuan. Terima kasih Meyan, kami mau makan di luar mau
mencari Udang dan Kepiting Meyan. “Haaaa jangan jangan ngidam lagi ne jeng Rani”,
kata Meyan. Biarin saja Tuan, kan ngejar setoran………………………………………..meyan
membisiki tuannya.Hahahahaha.. merkapun ketawa berdua,
Puri gading, akhir Juni 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar