“AKHIRNYA YANG KUTUNGGU DATANG JUGA”
Pesta Lilin |
Aku malu, karena saat aku
terbangun Mas Adri sudah duduk disampingku, memperhatikan tidurku sambil
mengikuti siaran TV . Aku bergegas mandi setelah seperti biasa aku memeluknya
dan diberikan kecupan sayang.
“Ran cepatan manti, Mas tunggu di
ruang makan”. Suara Mas Adri masih belum jelas ku dengar saking nyenyaknya
tidurku sebelumnya.
Tidak sampai dua puluh menit aku sudah
bergabung, dengan suamiku di meja makan. “Ada apa ini mas kok romantis sekali,
kok nggak bilang-bilangsih”.
“Ya sudah kamu pasti lupa Ran,
sekarang tanggal berpa”
“Oh….. terima kasih sayang, aku
sampai lupa, hari pernikahan kita, sepuluh November”.
Seperti biasa, setiap tanggal
tersebut aku menjadi galau. Apalagi hari ini, genap sudah sebelas tahun aku
mendampingi Mas Adri. Kegalauanku
semakin menjadi jadi. Apa mungkin karena tadi siang aku ketemu Mas Joni, si
Pelaut yang masih tetap membujang sampai umur diatas 35 tahun. Dia masih saja
menggodaku walau aku tahu itu becanda, tetapi terkadang aku menanggapinya
serius.
Tadi siang dia bilang dia mau
menikah denganku, bila aku mau dan membatalkan akan menikah turun ranjang
dengan kakak iparnya, yang ditinggal mati kakak Mas Joni yang meninggal karena
kecelakaan, di Tol tiga tahun lalu. Keluarga beliau khawatir kalau Joni menjadi
bujang lapuk, dan keponakannya tidak ada yang mengurusnya.
Joni menyetujui kemauan keluarga,
karena memang Warni iparnya itu merupakan ‘bintang’ dan ‘bunga’ kelas mereka.
Joni dan Warni memang saat sekolah lanjutan atas ada dalam satu angkatan bahkan
beberapa kali satu kelas. Aku jadi cemburu.
Ya cemburulah, karena Joni pernah
menjadi pacarku. Hanya saja aku tidak mau dijodohkan dan dinikahkan muda, saat
Joni mau mengikuti sekolah pelayaran di Jakarta. Walau hanya kawin gantung aku
tidak menyetujuinya. Dan akhirnya sejalan dengan berjalannya waktu aku
tertarik, jatuh hati dan menikah dengan Mas Adri, seorang kakak teman aku, yang
sering memperhatikan kala aku main atau belajar bersama di rumahnya.
Mas Adri sangat baik, bahkan
kelewat baik terhadapku. Setelah menikah aku tetap dibebaskan bekerja mengejar
karirku sampai saat ini, Direktur LIngkungan sebuah perusahaan minyak suasta
nasional. Pencapaianku ini mendapat dukungan penuh suamiku. Walau keluarga
bergerak dalam bisnis yang hampir sama mereka tak memaksaku untuk bekerja di
perusahaan keluarga.
Terkadang aku kelihatan sangat
egois. Lebih mementingkan karier kebanding dengan keluarga. Sangat mungkin
kondidi ini menjadikan kami sampai tahun ke sebelas belum dikaruniai momongan.
Ini sering membuatku galau. Memang suamiku tak pernah mempermasalahkan masalah
ini, tetapi sifat kewanitaan dan keegoisan ku menjadikan aku galau, bahkan tak
jarang aku berfikir akan lebih baik berpisah saja dengan Mas Adri.
Kebaikan Nas Ardi dan keluarganya
menjadikan kami takut mengemukakan keinginan itu. Sudah beberapa dokter kami
datangi, bahkan sampai ke Penang segala. Semuanya mengatakan kami sehat dan
subur, sehingga tak ada alasan untuk kami kawatir tidak punya keturunan,
kecuali memang sudah kehendak dari atas sana.
Kegalauan mala mini, aku
sampaikan secara terus terang dengan Mas Adri, diujung perayaan pernikahan kami
yang berjalan syahdu, setalah semua penghuni rumah mengucapkan selamat. Suami
istri asisten keluar kami, kedua sopir kami. Godaan Mas Joni terus terang saja
menambah semangatku untuk menyampaikan keinginan ku kepada Mas Adri untuk
bercerai.
Apa respon Mas Adri?. Eh ternyata
dia mengacuhkannya, tetap memuji aku. Berterima kasih kepadaku atas perhatian
yang lebih selama dua bulan selama Mas Adri sakit, dan kurawat di rumah.
Mungkin karena waktu kami lebih banyak kumpul dirumah menjadikan kami lebih romantic.
Terutama aku lebih manja kepada Mas Adri.
Aku malu menyampaikan bahwa aku
ingin berpisah karena tidak dapat memberikannya keturunan sampai tahun
kesebelas. Egoku sangat besar, aku merasa bersalah, padalahal kami terlahir
dari keluarga yang mempunyai keturunan lumayan banyak. Mas Adri lima
bersaudara, anak ke dua, satu-satunya anak leleki di keluarganya. Dan kami anak
pertama dari empat bersaudara, dua lelaki dan dua perempuan. AKu dan kakakku
perempuan dan dua adikku lelaki.
Sambil mengusap rambutku Mas
Adri, membisikan ke telingaku, bahwa aku tak perlu mengatakan apa yang baru aku
katakana. Diapun belum pernah memasalahkan belum adanya momongan diantara kami.
Mas Adri sangat yakin kami akan mendapatkannya, seperti keyakinan para dokter
yang memeriksa kami. Kami diberikan waktu dua dua tahun lagi. Kalau sampai
tahun ke 13 belum juga ada momongan baru akan dilakukan upaya bayi tabung.
Demikian pula dalam dua bulan
ini, walau Mas Adri sakit beliau masih memberikan aku nafkah lahir batin, dan
kami menikmatinya. Bahkan aku sangat menikmatinya, terlebih aku diijinkan
mengerjakan pekerjaan kantor dari rumah, dan waktu di kantor aku atur sendiri.
Kecuali rapat aku harus tetap menjaga image datang tepat waktu.
“Ran aku ada hadiah untukmu
sebagai hadiah pernikahan kita, aku harap menjadi surprise untukmu”
“Selamat Malam Tuan, maaf kami
mengganggu”, kata Mas Noko driverku;
“Ayo Mas Noko, masuk ada apa?”
kata Mas Ardi.
Ku lihat Mas Noko menyerahkan
membawa map rumah sakit yang ketinggalan di mobil, yang berisikan medical record
ku. Aku bantu ambil, kulihat-lihat sambil mendengarkan penjelasan Mas Ardi
tentang hadiah perkawinan kami. Ternyata saham Perusahan aku bekerja, sudah
lebih dari 60 persen merupakan saham keluarga, dengan atas namaku.
Terima aksih Mas Ardi, pantesan
Bosku memberikan aku waktu lebih longgar dari biasanya selama mengurus dan mendampingi
Mas Adri saat cedera ini. Mas Adri meamng amniak main golf. Dia mendapatkan
passion disana, mendapatkan banyak inspirasi bisnis disana. Aku segera memeluk
suamiku, memberikan kecupan sayang atas perhatian dan pemberiannya kepada aku.
Sebuah amplop jatuh dari Map Medical Record suamikua.
“Ran, kayaknya ada yang jatuh,
coba kamu lihat”
Kunyalakan lampu ruang makan yang
semula dengan lampu lilin saja, sehingga menjadi lebih terang. Sebuah amplop Hasil
Laboratorium . Kuperhatikan hasil lab ku, yang dua hari lalu konsultasi
sekalian ke dokter langgananku, terkait dengan rasa merosotnya kondisiku beberapa hari belakngan
ini.
“:Oh iya ini hasil lab ku mas”
dua hari lalu aku konsul ke dokter Burhan, karena aku mudah capek belakangan
ini. Seperti tidur tadi sore itu. Kuperhatikan hasil labku………..dan
Aku menangis sejadi-jadinya……. Lebih
dari lima menitan, sampai Mas Adri membawaku masuk tempat tidur, diiringi oleh
semua asisten rumah tanggaku. Mereka semua kaget, bahkan Mbok Yan ikut menangis
menenangkan aku. Mas Adri curiga dengan hasil tes Lab ku, ku pertahankan
kuat-kuat, sampai dia marah-marah kepadaku.
Ku peluk suamiku lebih erat lagi,
aku bisikkan ketelinganya. Mas maafkan aku, maafkan aku
“Kenapa, harus ku maafkan Ran,
kau tak salah”
Maafkan aku…..sambil measih
terisak aku katakana bahwa hasil labku , bahwa aku positif hamil..
Sungguh besar Karunia Tuhan,
bisikku.
Mas Adri tidak percaya apa yang
aku ucapkan, dia mengambil hasil lab dan kacamatanya, aku tetap glendotan
dipundaknya. Setelah Mas Adri membacanya, dia segera menelpon dokter Burhan…..
, Hallo Mas Adri, selamat anda menjadi seorang ayah. Maaf pasienku masih antre
katanya di seberang sana.
Selamat
Mas Adri, selamat Mbak Ratni, selamat……….. akhirnya tahun kesebals goallllll
Puri Gading, 15 Nopember 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar