“KANJENG MAMI TANCAP KAYON”
Tancap Kayon (google.co.id) |
Malam itu semilir angin dingin
berhembus, menyeruak ke dalam ruangan melalui sela sela jendela yang masih
terbuka. Rembulan malu-malu dibalik awan seakan awan Januari tetap menyelimuti
tipis malam itu. Di beranda Bale Utara, semua anggota Keluarga Besar Puri Anyer
telah berkumpul, menunggu Kanjeng Mami yang akan menyampaikan sesuatu yang
sangat penting kepada mereka, Kanjeng Mami sebagai Pengemong Puri, tetua Puri
Anyar telah berhasil mengangkat kembali Puri Anyer sebagai Puri wisata dan
secara rutin dikunjungi rombongan touris
untuk menyaksikan pertunjukan Calonarang yang diiringi Okokan, yaitu keroncongan
sapi atau kerbau yang dibuat sedemikian rupa sehingga suaranya menjadi sebuah
harmoni.
Pertunjukannya mirip dengan tari
Kecak, akan tetapi suara mulut penari Kecak diganti dengan suara Okokan.
Demikian pula dengan tari pergaulan berupa Joged Bumbung, dengan acara manggung
secara rutin menjadikan masyarakat setempat dapat secara gratis membiayai
anak-anak mereka sekolah, karena oleh pengurus Joged biayanya dicover dari
hasil pertunjukan yang terkumpul.
Semua anak dan menantu serta cucu
Kanjeng Mami berkumpul semua tak terkecuali dengan Sang Besan Ladawa dan Salmah
juga hadir bersama anak mereka dan cucunya, sebagai undangan khusus walau mereka
bukan keluarga inti. Kanjeng Mami keluar dari ruang suci tempat beliau membaca
ayat ayat suci serta melantunkan sloka-sloka, dan mengajak semua tetamunya
untuk pergi ke halaman tengah yang disebut Jaba Tengah, naik ke panggung dimana
masyarakat telah menunggu pertunjukan kesenian yang memang direncanakan malam
itu, yaitu Calonarang dan Joged Bumbung. Hanya saja untuk kali tidak menerima
tamu touris, khusus untuk masyarakat setempat bergembira.
Meraka keluar beriringan disambut
dengan gending lelambatan, iringan musik rindik pengiring joged bumbung, yang
sudah dipersiapkan dengan rapi. Kanjeng Mamipun memulai acara dengan mengumumkan
bahwa beliau akan memulai Tancap Kayon.
Tancap kayon dalam lakon wayang Bali dikaitkan dengan waktu jeda kata Kanjeng
Mami.
Memang benar malam itu Kanjeng
Mami menyiarkan bahwa beliau akan berhendi secara umum dari kegiatan bisnis
beliau, dan akan memulai tahapan Saniyasin memulai mencurahkan perhatian penuh
kepada masalah spiritual dan Ketuhanan. Beliau akan turun ke bisnis bila
diperlukan saja, bila Yande, Nitami tak bisa menyelesaikan operasional
sehari-hari, Di komisarisi oleh Cokde dan Rani sambil tetap mengabdi di
Perguruan Tinggi sebagai Dosen, dan menerima pasien secara social saja.
Menantu Jepang akan tetap
menitipkan seorang anak mereka, atau cucu untuk tetap berkarier membantu Om dan
Tante mereka menjalankan usaha spa, namun semua cucu Jerman Kanjeng Mami akan
kembali ke Jerman, Mereka telah memiliki karier yang cukup bagus disana. Hanya saja mereka akan menjadi agen
distributor eropah produk Le Anyer Group terutama wine, sedangkan ke dua putra
Cokde akan mengambil alih tugas Kanjeng Mami di Perusahaan disamping menemani
dan memperkuat Landasan Keagamaan Kanjeng Mami, Ckde Junior juga telah selesai
dalam pendidikan Doktor Falsafah Agama disamping Doktor Kesehatan Kerja.
Cok Raka akan berganung dengan Leste Oil, karena Kanjeng Mami telah
mengakuisi perusahaan minyak swasta di Timor Leste, dari keluarga de-Karma,
yang telah lebih dulu membuka usaha disana. Cok Raka memang seorang geologog perminyakan,
Lulusan Universitas Kiyoto. Jadi dia tetap bisa berkiprah sesuai dengan hobi
dan kompetensinya, serta mengembangkan bisnis kelompok perusahaan keluarga ini,
menginternasional.
Terakhir diperkenalkan pasangan
Cok Alit, dengan Savitri yang telah menjadi bagian Keluarga Ladawa, yang diperkenalkan dalam
forum itu sebagai Bangsawan Ring Satu Raja Karangasem, akan tetap berkiprah
pada Group Ladawa, Baloso. Nanti kalau memang ada keinginan merger beberapa
usaha akan dibicarakan dengan Ladawa dan Salmah secara seksama kekeluargaan,
kata Kanjeng Mami.
Mereka hampir besamaan semua terkejut
pada saat Kanjeng Mami memperkenalkan Ladawa sebagai keluarga Ring Satu
Kerajaan Karangasem, sekitar duapuluhan orang masyarakat tua muda naik ke atas
panggung memberikan salam hormat khas, seperti orang bersujud. Rupanya mereka
adalah keturunan dari tentara Karangasem yang saat pasca perang dulu menyebar
sampai ke wilayah itu, dan anak beranak sampai saat ini dengan menyembunyikan
asal usul mereka.
Ladawa memberikan salam balik,
dan mereka satu persatu kedepan menghampiri Ladawa dan bersujud pada keluarga
Ladawa, Salmah, Rani, serta Cok Alit-Savitri. Mereka terharu menemukan kembali
seorang keturunan pemimpin mereka yang telah ratusan tahun terpisah. Ladawa
tidak mampu menahan air matanya sehingga bulir panas menetes dipipinya. Serta
memohon maaf kepada Kanjeng Mami dan pengunjung sekalian karena acar menjadi
terganggu dengan bertemunya ahli waris tentara pasukan kerajaan, dengan ahli
waris pemimpin mereka.
Cokde, meneruskan memberikan
sedikit sambutan terkait dengan Tancep Kayon Kanjeng Mami, mengucapkan terima
kasih kepada masyarakat yang telah membantu saling abhu membahu untuk
mempertahankan budaya sehingga Puri Anyer bisa tetap eksis dengan tradisi dan
budayanya, bahkan sekarang sudah menjadi sebuah industry wisata, yang mampu
membantu membiayai sebagiak kebutuhan masyarakat disamping sebagai hiburan dan
penyeluran seni disana.
Dengan dketahunya bahwa menantu
Puri Anyer yaitu Rani merupakan keturunan bangsawan Karangasem juga menjadikan
masyarakat semakin solid, karena mereka yang sebagai ahli waris tentara
kerajaan Karangasem yang jauh dari pemukiman mereka sekarang, telah
dispersatukan dengan ahli waris komandan mereka dimasa lalu. Dan tentu
penyambutan Ladawa akan berbeda pada masa masa selanjutnya oleh masyarakat itu
bila kembali datang.
Intinya Cokde dan Keluarga Puri
Anyer meminta masyarakat tetap mendukung dan menjaga tradisi masyarakat
setempat, melestarikan budaya dan Puri dipersilahkan untuk digunakan untuk
mandala berkesenian. Setelah diakhiri dengan doa bersama, masyarakat diajak untuk
menikmati makan malam bersama, dan Joged Bumbung di mulai, sebagai hiburan
sambil menikmati makan malam. Meraka besenda gurau, ada yang ngibing dulu, baru
menikmati makan. Pokoknya malam itu semua merasakan kegembiraan yang sangat
tinggi.
Ladawa tidak henti-hentinya di
datangi keluarga dari warganya yang sudah puluhan tahun merindukan suasana
pertemuan begini. Mereka merasakan bukan sebagai masyarakat asing lagi tetapi
langsung sekarang berkumpul dengan komendan mereka.
Semua titah Kanjeng Mami diterima
secara bulat oleh anak-anak beliau, baik yang akan tinggal di Puri maupun yang
sudah keluar menikah. Demikian juga Ladawa yang hanya berfungsi sebagai besan,
hanya dapat memberikan support saja dan menyerahkan semua keputusan itu kepada
Kanjeng Mai, yang dalam beberapa bulan terakhir ini sudah mendiskusikannya
secara panjang lebar dengan Ladawa, wlau mereka merahasiakannya.
Kanjeng Mami terlihat sangat
bahagia, karena telah mampu mengestapetkan kerajaan bisnis Le Anyer Group, yang
sudah mereka rintis puluhan tahun, sebagai pembuktian bahwa merka tidak hanya
bermodal cinta datang ke Puri akan tetapi juga bermodal keterampilan untuk
mengembangkan usaha, menjaga keajegan Puri sehingga bisa eksis sampai generasi
dua tingkat di bawah Kanjeng mami. Kanjeng Papi almarhum pasti akan senang bila
menyaksikan keberhasilan ini.
Bulan semakin meninggi, tetabuhan
Joged, sudah berganti dengan irama Calonarang yang diringi dengan okokan, yang
sering disebut tektekan. Suaranya bergelombang antara suara lembut dan keras,
mengiringi tari keris sebagai puncak dari Calonarang. Halaman tengah puripun
masih ramai masyarakat, menyaksikan tari-tarian. Anggota Puri telah masuk
kembali ke dalam Puri. Ladawa tidak dapat menyembunyikan keharuannya, Salmah
dengan setia mengelap butiran air mata dan keringat yang membasahi muka Ladawa.
Memang malam itu agak panas sehingga keringat mereka pada bercucuran.
Bulanpun sudah condong ke barat,
satu persatu keluarga Puri telah masuk ke kamar masing-masing untuk
beristirahat, tinggal Ladawa dan Salmah serta didampingi Rani ngobrol di Bale
Bengong, menyaksikan jatuhan bunga kamboja ke kolam renang bersamaan dengan
hembusan rintik halus embun malam dibawa angin. Ladawa menceritakan dengan
detail bagaimana dulu tentara kerajaan sampai terpencar, ke daerah mana saja,
serta pimpinan pimpinan mereka.
Ladawa sangat lihai dalam
bercerita tentang masalah peperangan, babad dan masalah Kerajaan dimana leluhur
mereka dulu mengabdi. Sampai-sampai Rani dan Salmah sangat antusias
mendengarkan dan menemi Ladawa dengan kebahagiaannya malam itu. Satu botol
anggur merah mereka nikmati sambil mendengarkan cerita Ladawa yang sangat
heroik dan menarik itu.
Salmah
berbisik ke Rani pantesan sangat gigih
Ladawa mengejarnya saat mau mempersuntingnya, segigih tentara yang
diceritakannya. Demikian pula kesetiaan Ladawa kepada keluarganya sampai sampai tidak menikah kembali walau
Salmah telah meninggalkannya dalam waktu yang lama. Saking sudah larut malam
dan cerita dilanjutkan sambil tiduran di Bale Bengong, Ladawa, seakan seorang
ayah medongengi anaknya sebelum bobo, didampingi istri tercinta.
Sudah tak
terasa saking capek dan nagntuknya dan dibuai angin malam yang semilir rupamya
mereka bertiga Bapak, Ibu dan anak, tertidur bertiga di Bale Bengong. Ladawa
bernostalgia mengenang saat Rani masih di pangkuan Salmah, saat mereka masih
hidup bersama berkumpul di Mataram. Tetesan air mata Ladawa tak mereka sadari
telah terbawa tidur, karena Salmah dan Rani duluan tertidur. Sungguh besar
anugrah Tuhan Yang Maha Esa, mengumpulkan balung balung yang tekah berserakan.
Sementara Tancap Kayon juga. Dan serita Rani ditutup sampai disini.
TamaT
Puri Gading, 17 Pebruari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar