“KENANGAN DI KOTA LAMA MEMBAWAKU KEMBALI”
Kota Lama Menjelang Sore (google.co.id) |
Neni
menaruh makanan yang dia bawakan di meja kosong sebelah De Karma, leyeh-leyeh.
Rupanya ia tidak sedang bekerja, akan tetapi sedang mendengarkan lagu sambil
leyeh-leyeh di sofa panjang yang warna merah hati, yang terbungkus rapa dari
kulit. Neni duduk disebelhnya sambil ikut mendengarkan lagu yang sedang distel
De Karma.
“Nen
kamu cantik pagi ini, aura kecantikanmu keluar optimal” rayu De Karma, sehingga
pipi Neni yang lesung menjadi merona merah. Bak merah make up dikala neni
menari, hanya saja merah ini alami. “Akh Bli Karma bisa saja memuji wanita yang
hatinya sedang berbunga bunga” sahut Neni, sambil melanjutkan. Neni akan lebih
cantik kalau Bli Karma segera sarapan Bli. “Ayo kamu temeni Bli sarapan” timpal
De Karma.
Sambil
menyajikan kembali sarapan yang Neni Bawa, De Karma memulai sarapannya. Nah
begitu saja terus, Meida pasti akan lebih bahagia Karma. Tiba-tiba suara Meida
dari belakang mereka, yang rupanya memperhatikannya sejak beberpa menit lalu.
Ayo Me ikut sarapan, Neni menawarkan sambil menyerahkan satu piring kepa Meida.
Neni mengisikan makanan sedikit, karena dia tahu Meida sudah sarapan tadi pagi.
Meida
sangat hafal dengan suasana hatimu Karma. Apa yang sedang kamu fikirkan. Apa sudah memutuskan akan menikahi Neni. Ibu pasti akan senang sekali. Kita akan
rayakan dengan penuh kegembiraan anakku. Adikmu akan Ibu suruh cuti sebulan
mempersiapkannya.
Hahahaha,
Ibu tak usah kawatir Neni sudah kuanggap adikku yang paling bungsu. Dia akan
tetap menjadi bagian keluarga kita. Aku punya firasat akan segera menemukan
tambatan hatiku. Aku belum yakin kalau Shouci ikut menjadi korban tsunami.
Semalam aku memimpikannya, dia datang kesini, kulihat dia sedang ngobrol sama
Ibu dan Neni.
Pantesan,
lagu Kota Lama kau putar berulang kali dari pagi. Ibu ingat kalau kau bertemu
pertama kali sama Shouci, di stasiun Beos, Jakarta. Sama-sama baru turun dari
Bandung. Kalau tidak salah saat kalian sama-sama terjun ke Priangan Selatan
membantu korban gempabumi beberapa tahun silam.
Ya
benar sekali ingatan ibu, aku pertama kali bertemu dengan nya di sana, dan yang
paling kuingat saat kutawarkan untuk ngopi bersama di kota tua – Kota Lama-
lagu Kota Lamanya Koes Plus yang diputarkan disana. Jadi siang itu kami ngobrol
bersama. Menikmati kopi luwak, katanya sih produksi Liwa Lampung Barat. “Wah
pasti nikmat Bli, minum kopi ditemani, gadis yang memikat hati Bli, dikota lama
lagi, so sweet lah Bli, Hehehehe” sahut Neni.
Oh
iya, apa ibu lupa de Karma, apa mungkin sudah pernah ibu sampaikan, saat kau
sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan pameran di Surabaya minggu lalu, ada dua
orang mencarimu kesini. Dia datang katanya karena membaca profil kamu di Koran
Lokal. Dia ingin berbincang dengan kamu tentang beberapa hal. “Lho kok Neni
nggak tahu Meida” kata Neni. Ya memang benar kamu tidak di rumah saat itu. Kamu
ke kampus, katanya mau ketemu pembimbing.
Siang
itu pemuda tersebut datang bersama seorang guide, dia orang Jepang, kayanya sih
sebaya dengan pacarnya Neni, anaknya sangat sopan. Ibu katakan bahwa kamu masih di
luar kota. Diapun tidak lama, katanya mau kembali ke Denpasar, dia mau urus
cansel pemberangkatannya ke Jepang, khusus untuk menemui kamu dulu. “Wah Karma
jadi orang penting, dong Me” Sahut de Karma.
Neni
asyik merapikan piring dan perlengkapan sarapan yang sudah mulai selesai, dan
menyiapkan kopi untuk De Karma, Kopi Arabica Capucino, dan Teh Poci untuk
Meida. Mereka melanjutkan berbincang bertiga sampai waktu sembahyang siang hari
itu tiba. Mereka seakan kompak bubar, dan menuju tempat sembahyang setelah
membersihkan diri.
***
Menjelang
sore, dua orang tamu yang Meida masih sangat ingat datang kembali bergegas
turun dari mobil travel, sebagai ciri khas tamu dari Jepang, diikuti seorang
guide. Mereka datang untuk kembali ingin ngobrol bersana De Karma yang dia baca
di Koran Lokal itu. Meida menghantarkan tamu tersebut ke Bale Bengong, sambil
mempersilahkan tamunya untuk menikmati minumnan yang tersedia di boks minuman
yang tersedia. Silahkan Bapak-Bapak untuk minum, bapak-bapak silahkan mengambil
sendiri sambil menunggu anak saya. Dia baru sejaman yang lalu masuk ke
studionya, Neni telah kusuruh untuk memberitahu.
Tak
lama Neni kembali, menyampaikan kepada tamunya untuk dapat menunggu barang 15
menit lagi, karena De Karma lagi tanggung menyelesaikan proyeknya, lagi dapat
inspirasi katanya yang lagi dituangkan kedalam sebuah desain grafis untuk
sebuah produk makanan anak-anak produk Malaysia. Atas nama Bli Karama, Neni
mohon maaf dan mohon dapat sabar menunggu.
Mereka
Meida, Neni dan dua orang tamunya, seru ngobrolkan tentang rumah mereka yang
sepi itu. Meida menceritakan bahwa anak lelakinya itu memang anak yang maniak dalam
kerja, sampai sampai lupa akan umurnya yang sudah kepala tiga, belum juga
menikah. Dia lelaki yang sangat profesional dalam pekerjaannya, Meida tak tahu
katanya sih anak buahnya banyak, tapi Meida tak pernah ketemu banyak.
Bekerjanya suka-suka, bisa malam, bisa siang, bisa siang sampai malam. Terus
liburan beberapa hari. Meida hanya mengikuti kemauan dia saja, dia anak
laki-laki satu satunya yang Meida punya.
Lebih
lima menit dari waktu yang dijanjikan, De Karma datang ke Bale Bengong. Merekapun
saling berjabat tangan memperkenalkan diri, lalu kembali duduk bertiga. Meida
dan Neni pamit meninggalkan Bale bengong. Neni mempersiapkan kopi panas dengan
uli bakar yang menjadi kesukaan de Karma. Neni menghidangkan kepada tetamunya,
lalu dia pergi dengan kesibukannya.
*****
Mereka
bertiga asyik menikmati kopi dengan uli bakar, Sangkan sang pemandu wisata yang
mengantar tamu Jepun ke rumah De Karma, memperkenalkan tamunya setelah De Karam
basa-basi sedikit, dan memperkenalkan studio dan kiprahnya sampai saat ini di
dunia desain grafis. Sangkan menjelaskan
bahwa tamunya Sucitha Fukusima, sangat tertarik dan ingin bertemu dengan De
Karma, setalah dia membaca profil De Karma di Koran Lokal. Foto De Karma
mengingatkannya kepada seseorang yang selalu diharapkan dapat memaafkan ‘kakak’nya
yang baru sembuh dari depresi.
Kakak
Suchita san, tak kuasa menahan kesedihan ketika tahu bahwa kedua orang tua
mereka ikut terbawa tsunami hebat yang menimpa perkampungan mereka di Jepang
timur beberapa tahun silam. Masih beruntung mereka berdua kakak beradik, belum
sampai di rumah saat gempa terjadi Suchita masih di Kiyoto, karena dia lagi
studi banding kesana, yang di Indonesia lebih tepat kalau dibilang sebagai
magang,
“Siapa
nama kakak kalian?” tanya De Karma . Dengan sigap Suchita yang kelihatan masih
muda dan energik mengambil smartphone nya dan menunjukkan sebuah foto
seseorang. De Karma Kaget, dia kenal benar foto tersebut, dialah Souchi
Fukusima, gadis yang pernah merencanakan akan menikah dengannya, setelah
memohon restu kedua orang tuanya. Dia pulang ke Jepang dua hari menjelang Gempa
dahsyar yang memporak porandakan Jepang Timur Laut dengan tsunaminya yang
begitu hebat, sampai membocorkan reaktor nuklir pembangkit listrik Fukusima.
Dia
terdiam hanya tertunduk sambil garuk-garuk kepala. Jangan kau lanjiutkan
ceritanya. Tolong stop yang penting aku tahu bahwa dia masih hidup, aku tahu
dia pasti sangat merindukan aku, dan menunggu aku untuk menjemputnya. Nah
ceritakan sedikit tentang kesehatannya.
Dia
sudah sehat beberapa bulan terakhir ini menata kembali runah peninggalan orang
tua kami, mengurus segala sesuatu yang terkait dengan asuransi, dan pensiun
orang tua kami. Kebetulan ornag tua kami meninggalkan sedikit saham di sebuah
perusahaan kimia di kota kami, sehingga kami berdua berbagi pekerjaan. Terkait
dengan masalah asuransi, dan pensiun kakakku yang mengurusnya. Sedangkan
masalah alih saham perusahaan sudah aku urus sendiri. Jelas Suchita, Secara
spontan meraka –De Karma dan Suchita- berdiri dan saling berangkulan. Keduanya
tidak dapat mengendaalikan emosi mereka, walau keduanya lelaki, terlihat jelas
bulir-bulir halus air mata menetes di pipi mereka. Puji syukur kalau Souchi
masih hidup dan sehat. Terima kasih, terima kasih. Tolong jangan terlalu
memberikan kabar yang mengagetkannya. Kalau kau kembali sampaikan saja aku akan
segera menjemputnya untuk kami persunting menjadi istri seperti rencana semula.
Bisik De Karma. Suchita hanya manggut manggut saja.
De
Karma, baru mengerti kenapa hatinya berbunga-bunga sejak pagi tadi. Lagu Kota
Lama sangat enak terdengar di telinganya. Ternyata gadis di Kola Lama yang dia
kenal sedang menunggu, sama dengan yang ia lakukan selama ini. Tak
sadar iapun berteriak memanggil Meida. “Meida.... Meida...... Meida........
Ibu.... ada kabar baik, ibu akan segera mempunyai mantu bu.........
Meida mendekat dan mendekap putranya De Karma
yang lagi bergembira sore itu, Terima kasih ya Tuhan kau telah menambah
semangat anakku, semoga apa yang dia inginkan kau kabulkan. Itu doa Meida.
Kedua tamu De Karma, pamitan karena Suchita harus bergegas ke badara untuk
berangkat dengan SQ untuk kembali kenegerinya, memabawa berita bahagia ini
untuk kakaknya. Ia ingat pesan De Karma untuk menyampaikannya langsung... tidak
melalui telepon ke kakaknya. Sayonara...........
antian beli ditu (tunggu abang disana) Souchi...... kata De Karma.
Pondok
Betung, 25 Pebruari 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar