“Ngidam Durian Souchi dan Gerhana
Bulan Darah”
Buah Durian Yang Menggoda |
Souchi sekarang sudah menjadi
bagian keluarga Meida, sudah hampir tiga bulan dia dinikahkan secara adat Bali
dengan De Karma, di kampung Meida. Pestanya cukup meriah, karena batu kali ini
keluarga Meida melaksanakan upacar pernikahan. Anak perempuannya Mang Adi saat
menikah kan dibuatkan upacara dan resepsi di tempat suaminya Kamajaya.
Keramaian cucu, anak dan memantu Meida yang sudah kembali ketempat usahanya di
Dili Timor Leste. Hanya tinggal Meida, De Karma, Souchi dan Neni di keluarga
tersebut,
Neni semakin intensip
menyelesaikan Skripsinya dengan harapan tahun ini bisa selesai, dan dia bisa
secara penuh bekerja membantu De Karma mengelaola keuangan usahanya, karena
Souchi akan membantu pemasaran serta kegiatan expo yang dilakukan De Karma, dia
tidak mau ikit mengelola keuangan, karena Souchi mengharapkan dapat aktif
bermasyarakat sebagai wakil keluarga De Karma di masyarakat dalam kegiatan
sosial kemasyarakatan, suka dan duka di perkampungan.
Memang Meida sangat beruntung
punya mantu Souchi, walau sebelumnya dia sempaat ragu, apakah menantunya kelak
dapat berbaur mengikuti masyarakat setempat. Dasar Souchi yang memang aktip di
NGO –Non Govermental Organisation- yang sering dikirim ke daerah bencana
rupanya sangat senang bermasyarakat, mudah membaur dan gampang menyesuaikan
dengan masyarakat setempat. Sifat Souchi dapat melengkapi kekurangan dari sifat
De Karma yang cenderung pendiam, pemalu sehingga sangat jarang terjun langsung
kemasyarakat. Keluarga mereka sekarang lebih banyak diwakili oleh Souchi.
Souchi malah tidak ubah dengan
wanika kampung setempat, dia lebih banyak memakai kemben kebanding daster atau
rok, karena padatnya kegiatan masyarakat. Dia sangat aktif dalam kegiatan
kemasyarakatan, bahkan sebagian besar masyarakat mengingatkannya agar hati-hati
karena sedang hamil muda. Diapun tidak segan bertanya dan belajar sehingga
cepat menjadi cekatan, dan cepat dikenal oleh penduduk setempat. Tak rugi Meida
mendapatkan mantu dari manca negara, intelek, cantik dan sangat cepat berbaur
dengan masyarakat. Meida sangat bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa, telah
dianugrahi menantu yang sangat rajin, dapat mewakili keluarga tepatnya nama
baik keluarga di masyarakat.
Sore itu, sepulang dari gotong
royong membuat bahan upacara karena ada seorang warga yang akan melangsungkan
pernikahan, Souchi menghampiri Meida dan Neni yang sedang rehat nge teh sore di
Bale bengong. Mereka langsung asyik melanjutkan obrolan bertiga. Souchi
diingatkan Meida, agar jangan terlalu aktip di masyarakat saat lagi hamil muda.
Souchi mengangguk angguk mengiyakan nasehat Meida.
Neni meninggalkan mereka sayik
ngobrol bersama, rupanya Neni mengambil kotak putih di dalam kulkas di berikan
nya kepada Souchi. Ini mbak aku belikan tadi saat pergi ke kampus, aku mampir
ke supermarket buah durian Thailand. Neni tahu Souchi mengidamkan durian. Walau
durian lokal banyak dijajakan dipinggir jalan tapi dia memilih membelinya di
supermarket, karena dia takut mengecewakan Souchi. Durian pinggir jalan sering
harum baunya, tapi setelah dibuka mengecewakan isinya.
Meraka tertawa berderai...... , Akh
Neni kamu bisa saja membelikan mbak durian, kata Souchi. Souchi membuka dan
menawarkan kepada Meida, dan Neni untuk menyantapnya bersama sama. Karena dia
tahu Meida, sering mewanti wanti jangan banyak makan durian kalau lagi hamil.
Nah mereka bersama ..... mencicipi hanya untuk mengormati jabang bayi yang
ngidam durian, kata Meida.
Sedang asyiknya mereka menyantap
durian sore itu, tiba-tiba De Karma, sudah ikut nimbrung duuduk di Bale
Bengong.... Hehehehe kebetulan masih ada beberpa biji durian di box, dilahat De Karma. Dia juga mengatakan
untuk menghormati yang ada di dalam perut Souchi. De Karma malah kelihatan
seperti orang ngidam, dia jilati durian yang lengket lengket dijarinya sampai
bersih. Neni puas melihat Meida, De Karma dan terutama Souchi sangat menikmati
buah dirian yang dia belikan. Tapi Meida...... membisikinya, “Neni kau tak
boleh sering sering membelikannya durian, jangan terlalu diikuti nanti kebanyakan
durian dia bisa mabok”.
Di Bale bengong, Meida dan Neni
meninggalkan Souchi dan De Karma bercengkerema berdua. Neni melanjutkan
menyiram kembang yang ada dekat studio De Karma, dan Meida sudah menyiapkan
diri dan perlengkapan sembahyang. Kebetulan hari itu bulan Purnama. Kata
orang-orang melalui media Purnama malam akan mengalami gerhana, gerhana darah
lagi. Kata temanku di BMKG gerhana itu adalah gerhana merah darah, atau Blood
Moon Eclipse, yang datangnya hanya 500 tahun sekali. Hal ituseperti biasanya
bulan purnama Meida pasti mempersiapkan upakara untuk persembahyangan.
De Karma mengelus elus perut
mungil Souchi, dia tidak malu melonggarkan kemben yang dipakainya karena belum
sempat menganti dengan daster. De Karma sangat sayang dengan Souchi, demikian
pula kelihatannya Souchi sangat menikmati kehamilan mudanya. Dia akan
melahirkan generasi generasi baru untuk Keluarga De Karma maupun keluarga
Fukushima yang dia akan teruskan bersama adiknya.
Mereka sangat menikmati sore itu,
kelelawarpun sudah mulai berseliweran menyambangi pohon sawo bersama burung
walet yang kembali ke sarangnya setelah seharian mengembara mencari makan.
Rumah De Karma kelihatan begitu ramai dengan suara-suara burung. Mereka
terbangun rupanya De Karma dan Souchi sempat sejanak ketiduran di Bele Bengong.
Meida datang menghampir, “ hei
hei anak-anakku ayo cepat bangun, mandi ayo kita sembahyang “ hari sudah akan
masuk sandikala ayo” Mereka cepat-cepat bangun merapikan Bale Bengong, terus
mempersiapkan diri untuk melakukan persembahyangan Bulan Purnama. De Karma,
Souchi dan Neni pun kelihatan khusus melakukan persembahyangan bersama dipimpin
Meida.
Setelah selesai sembahyang De
Karma mengingatkan Souchi dan Neni untuk segera berkemas, untuk pergi ke
dokter, karena hari itu juga merupakan hari kontrol kandungannya Souchi. Mereka
sengaja memilih pergi agak malam, menghindari kemacetan jalan. Meraka sudah
mempunyai janji dengan dokter langganan di Klinik Mitra Ibu. Dan seperti biasa
sehabis kontrol, De Karma ingin mengajak mereka bertiga mampir menikmati makan
malam bersama. Pilihan tempat biasanya diserahkan kepada Meida, Souchi dan Neni
secara bergantian. Biasanya Meida juga ikut, namun karena malam itu pas BulN
Purnama Meida tidak ikut, mau meneruskan semedi di Pura Keluarga malam itu,
untuk beberapa lama.
Merekapun pergi bertiga, malam
itu kelihatan Neni yang memegang stir, meluncur meninggalkan rumah sekitar jam
tujuh malam. Happi Blood Moon Eclipse....... dan mobil merekapun secara
perlahan masuk kota menuju klinik.
Pondok Betung, 10 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar