Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Minggu, 26 Juli 2015

de Karma 7: Sri Menemukan Kebahagiaan



“KEBAHAGIAAN SRI”


Cinta Sri Bersemi seperti bunga Anggrek
Senja telah mulai merona , burung-burung telah mulai beterbangan menyambar nyamuk-nyamuk di udara bersama kelelawar yang banyak hidup di sekitar studionya Karma. Dia kelihatannya  masih menikmati tidurnya di kursi malas, sedangkan Sri baru kutinggal menyiapkan minuman dan santapan ringan malah ikut tertidur di sofa, dekat Karma suamiku tidur.
Sri baru saja datang, dia agak bête di rumahnya. Namanya juga penganten baru. Suaminya masih tertinggal di Singapura ada sedikit urusan bisnis katanya. Mungkin dia capek karena pesawatnya tertunda beberapa hari disana tak bisa mendarat di Ngurah Rai karena tutupan debu erupsi Gunung Raung. Sri sejatinya sekarang adik iparku. Aku ikut berbahagia melihat dia hamil, mungkin kepulangannya juga untuk acara tujuh bulanan kandungannya, atau untuk persiapan melahirkan disini.
Kuhidangkan sepiring tape Bondowoso panggang keju, dengan kopi capucino. Karena aroma kopi yang aduhai, Karma menjadi terbangun dari tidurnya. Dia terkaget melihat Sri tidur pulas di sebelahnya. Aku sempat selimuti dia dengan sebuah kain pantai biar tidurnya tidak terlalu banyak angin.
Tadi saat Sri datang, dia menanyakan lagu yang Karma stel sambil tiduran. Lagu itu ku tahu dulu di beli Karma saat kami pergi urusan bisnisnya Karma di Jakarta. Tepatnya di sebuah took kaset di dekat Kota Lama, hehehe maksudku Kota Tua. Itu dia beli setelah mendengarkan sebuah lagu yang agak nge beet, dengan hentakan drum yang sangat rancak.
Setelah terbangun dan mencicipi kopi yang ku siapkan Karma, menyetel lagu itu kembali. Liriknya sangat pas kata Sri.
…… Sepuluh tahun membeku, hati beku bagai salju;
yang dulu mati membeku kini hidup bergelora; dan seterusnya
…..Bersemilah bersemilah bersemilah ditubuhku;
Kau penolong jiwa raga, walau kau cinta kedua
Betapa hidupku rugi bila hati beku mati
Nikmat cinta tak kumiliki, aduhai betapa rugi
Sebagai insan biasa, nikmat hidup punya cinta.
Dug..dug..dug dududug ………. Itu kendangnya terus menggema.
“Bli Karma, itu lagu tadi ditanyakan Sri, apa nama lagunya, dan siapa nama penyanyinya”
“Oh itu, itu kaset yang ku beli di dekat Kola Lama, saat bersama kita ke Jakarta beberapa bulan lalu”
Itu lagunya bernama Bersemilah, di daur ulang oleh Band anak muda, penyanyinya Zillo dari d’Matrix. Sambil mematikan kaset itu, Karma meneruskan menikmati Tape Panggang keju yang kusiapkan. Dia sangat menikmati dan memuji ku. Entah itu memang dia sangat senang atau hanya sekedar basa basi. Tapi aku tak memerdulikannya, karena memang aku sangat suka pujiannya.
Aku ambil sebuah piring kecil aku ikut menikmatinya tape panggang itu. Hanya saja aku tak suka kopi aku telah siapkan juga the hijau kegemaranku. Aku menemani suamiku yang memang kelihatannya sangat bahagia hari ini. Projeknya baru selesai, desain yang dia buat untuk sebuah produk kecantikan ternama di terima dengan penuh apresiasi, walau nuansa Asia sangat kental dalam desain kemasan yang dia buat. Aku tahu karena beberapa hari lalu dia meminta penilaian aku untuk rancangannya.
Beberapa prin out desain dengan berbagai pilihan warna masih rapi bertumpuk di meja sebelah suamiku tertidur, di dekat tape rekoreder jinjing yang dia pakai memutar lagu ……bersemilah Zillo. Kuperhatikan suamiku sangat menikmati snak sore yang kusuguhkan, rambutnya yang gondrong menjadi tidak rapi ditiup angina sore itu. Kuperjatikan rambut suamiku mirip Kitaro. Seniman Jepang yang mendunia itu. Cepat sekali hampir tiga potong tape panggang keju dilahapnya, kopi kapucinopun hanya tertinggal sepertiganya.
Diapun menanyakan Sri, “Apakah sudah lama dia datang?, Kok aku biarkan dia tertidur di lua” . Aku bilang dia mungkin sangat kecapekan baru semalam sampai dari Singapura, sore ini dia mampir karena bête di rumah. Ayahnya Sri pergi ngadu ayam menjelang siang sudah berangkat dengan teman-temannya, kata Sri.
“Memang kelihatannya, dia sangat pulas tidurnya”. Kasihan dia kelihatannya capek, walau di raut mukanya kulihat kebahagiaan taka ada tara. Dia beruntung mendapatkan suami, pada saat yang tepat, saat umurnya masih produktif. Dia menjanda saat yang tepat menjelang Posdok nya di Jepang. Dia bertemu orang yang tepat. Itu secara beruntun kuucapkan dengan lirih ketelinga suami kua.
“Diapun seperti kita menjadi pasangan yang tepat, dan mempunyai ipar yang baik seperti kita”
“Hahahahahahahahaha” tawa kami tak tertahan, secara bersamaan sampai membangunkan Sri dari tidurnya. Diapun ikut tertawa. “Aduh kalian memang pasangan yang sangat berbahagia” kata Sri lirih sambil membenahi duduknya.
“Aku tertidur pulas, aku sampai bermimpi indah” kata Sri.
Makanya kami biarkan Sri tidur, dan menikmati tidur dengan pulas. Walau tidur di Sofa. Lagu yang kau putar tadi Karma yang sangat berkesan di hatiku, ujar Sri. Oh itu ku pencet lagi tombol ‘on’ tape itu, dan mengalunlah beet-beet indah gendang mengiringi suara Zillo, itu lagu pernah dipopulerkan Mukhsin Alatas, sekarang di daur ulang, atau di rearrange atau di aransemen ulang biar lebih anak muda, dibawakan oleh Zillo itu, vokalis d’Matrix.
Memang lagu itu lagu kesukaan Karma, dia akan putar berulang, karena telah deprogram dan rekam ulang, sehingga dapat deprogram diputar 30 menit atau beberapa menit yang  disukai. Kamu boleh bawa nanti aku siapkan dalam flashdisk Sri, kau bisa mengulang memutarnya di mobil atau di rumah.
Terima kasih Karma. Maaf aku tertidur di dekatmu tadi, maaf Souchi aku tak sengaja tertidur di sofa dekat suamimu De Karma. “Akh nggak apa-apa, aku tak mungkin cemburu, kau kan sekarang telah menjadi anggota keluarga kami, Ayo nikmati tape panggangnya, minumnya kopi atau the hijau?” kata Souchi.
“Biarkan sesekali aku minum kopi kapucino dan mencicipi tape panggang keju ini Suchi” jawab Sri.
Souchi menydorkan sepiring kecil tape panggang dan secangkir kopi kapucino ke dekat Sri. Silahkan.
Merakapun melewatkan sore itu dengan sangat akrab. Memang Sri dan Karma dua sahabat lama yang sudah sangat saling kenal, hanya saja Karma tidak menanggapi cinta Sri. Dia sangat megang prinsip. Dia tidak mau terlanjur mencintai Sri karena dia lebih tua sedikit, serta kedua orang tua mereka awalnya sahabat, namun belakangan dalam perjalanannya agak renggang. Biasa kalau sahabat yang terlalu akrab, maka renganggnya juga awet. Itu ku ketahui dari Ayahnya Sri.
“Sri, kulihat kamu sangat bahagia, dalam kondisi tertidurpun kamu kelihatan sangat bahagia”
“Ya memang, aku bahagia, persis seperti syair lagu itu yang kualami Karma”
Sri baru menemukan kebahagian, setalah sepuluh tahun lebih berkeluargakan seorang gay, yang lebih mencintai sesame lelaki daripada mencintai istrinya. Hatinya sakit, betapa tidak suaminya didepan mata istrinya terkadang bercumbu dengans sesamanya dengan tdiak malu malu. Drngan penuh keberanian dan merobek dinding tabu, dia ungkapkan kondisinya kepada orang tuanya. Pada awalnya ayah Sri memang tidak percaya, karena menganggap anak gadisnya aman-aman saja dengan suaminya terdahulu. Itu Sri lakukan semata-mata tidak ingin menyakiti hati orang taunya, biarlah hati dia yang sakit.
PAda akhirnya asap tidak bisa selamanya ditutupi pada akhirnya akan ketahuan pula. Saat suaminya mesra dengan teman lelakinya ayah Sri memergokinya. Saat itlah Sri menenangkan ayahnya serta dengan hato-hati menyampaikan kondisi sebenarnya, serta mengemukakan maksud bercerai dengan suaminya.
Walau ayahnya marah besar dengan penuh penyesalan, Sri tetap menenangkannya. Sri tidak mau membuka lebar aib keluarga itu, karena pernikahan Sri merupakan perkdohan yang dilakukan ayahnya, semat-mata karena dia ingin segera mempunyai cucu dalam. Ayahnya merasa menyesal sehingga pelariannya berjudi, adu ayam atau tajen.
Harapan kami –kata Sri- dengan kehamilanku ini, ayah akan mulai mengurangi ke’gila’annya berjudi tajen. Beliau pasti akan senang dengan anak yang aku kandung, cucunya. Hasil USG dia laki-laki. AKu merencanakan melahirkan di sini saja. Kebetulan bulan lalu semua laporan projek posdok ku, sudah selesai. Semuanya tentang penyakit endemic tropis, demam berdarah dan malaria.
Sri minta Karma dan Souchi mendisain acara tujuh bulanan Sri. Dia minta agar mempunyai nuansa internasional. Karena Sri dan Suami merencanakan mengundang teman-temannya kerumah yang belum sempat datang saat resepsi pernikahan terdahulu. Khususnya teman-teman bisnis suaminya yang sudah menyatakan akan hadir kalau diundang, demikian juga teman-temannya di IDI yang belum sempat kenal dengan pasangan ini.
Duh bahagianya. “Kami berdua, mewakili keluarga besar de Karma juga ikut berbahagia Sri” kata De Karma. Adikku akan kupanggil pulang dari Dili, agar membawa jeruk Timtim untuk pesta itu. M<erupakan varietas unggul yang rasanya beda dengan jeruk disini.
Sore telah menjelang senja, dan malam haripun tiba. Karma memutar kembali lagu Zillo d’ Matrik maka bergemalah beet-beet drum gaya anak muda mengirinyi lagu melayu lawas,
….. yang dulu mati membeku kini hidup bergelora…….
………betapa hidupku rugi, bila cinta tak kumiliki…….
………sebagai insan biasa nikmat hidup punya cinta…….
Ku teriakkan sambil mengawali musiknya. Selamat Sore Sri.
Puri Gading, akhir Juli 2015

Minggu, 14 Juni 2015

De Karma 6 Pelabuhan Cinta Sri



“PELABUHAN CINTA SRI”


Bunga Sakura Mekar Bersama Cinta Sri
Aku heran, mulanya aku kira Bapak Mandala seorang Bapak yang demokratis, karena dia memberikan kepercayaan penuh kepada anak-anak gadisnya  menuntut ilmu sampai ke luar Pulau, Sri mengambil spesialis nya di Jogyakarta, dan Wanti kakak Sri mengambil pendidikan S2 dan S3 nya di Luar Negeri. Seperti baru saja diceritakannya kepadaku, beliau sangat menyesal dan merasa bersalah dengan kegagalan rumah tangga Sri. Memang aku tahu Sri dijodohkan dengan seorang Arsitek, namanya Sarmana  yang lama belajar di Luar Negeri, bahkan sempat hidup disana untuk beberpa tahu. Hati Pak Mandala hancur, dan merasa bersalah terhadap Sri setelah pengakuan pribadi Sarmana kepadanya, bahwa dia adalah seorang Homo, dan dia tidak mampu menggauli Sri layaknya lelaki normal, sehingga memupus harapan Mandala untuk mendapatkan cucu dari pasangan Sri Sarmana.

Aku tak menyangka kehidupan keluarga Sri demikian, dan aku merasa bersalah telah mengabaikan cintaku, dan aku mengerti kenama Meida tidak merestui kalau aku mencintai Sri. Aku tahu walau ibuku itu memberikan alasan hanya karena perbedaan umurku dengan Sri terpaut beberapa bulan, tak sampai setahun Sri lebih tua dariku. Karena dia hidup di kota makanya ia umur 5 tahun sudah mulai sekolah SD sedangkan aku yang tinggal dikampung yang tidak melewati sekolah TK harus masuk SD setelah umurku tujuh tahun.

Kata Mandala, ayahku adalah teman dekatnya di SMA, bahkan tidak jarang mereka tertarik dengan wanita yang sama. Mereka berteman sangat baik, sampai mereka berdua sama-sama kerja. Orang tuaku menjadi pegawai negeri dan Pak Mandala sebagai seorang pengusaha perhotelan sukses di kota ini. Meraka rupanya sama-sama tertarik dengan wanita yang sama. Rupanya ayahku lebih beruntung mendapatkan gadis itu. Dan gadirs itu adalah Meida, ibuku. Ibuku tak pernah cerita masalah itu, tapi dia tahu bahwa Mandala menaruh hati juga padanya. 

Dari kekecewaan Mandala, karena ayahku duluan menikah, iapun meminta keluarganya untuk menjodohkannnya dengan seorang kerabat. Makanya Mandala akhirnya dinikahkan dengan ibu Nilawati, yang masih kerabatya seorang dokter. Nilawati tidak berumur panjang dia ikut menjadi korban pesawat PAN-AM yang jatuh di lereng utara pegunungan di Bali, beberapa puluh tahun yang lalu. Sehingga Wanti dan Sri dibesarkan oleh orang tua tunggal.  Wanti menikah dengan seorang peneliti berkewarganegaraan Autralia, dengan beberpa anak, mereka hidup disana sama-sama sebagai peneliti.

Aku sangat kasihan kepada Sri, ternyata didalam keceriaannya terdimpan dula lara yang sangat dalam dihatinya. Kenapa dia tidak pernah cerita ya...., kenapa kehidupan keluarganya terlihat sangat harmonis bahkan menurutku tampak luarnya sangat harmonis. Semilir angin sore itu membuat aku tertidur di sofa teras. Rupanya Neni telah menyiapkan aku minum dan snak sore kesukaanku. Secangkir kopi capucino dan tape goreng. Lho kok ada dua cangkir kopi......... aku menjadi bingung sendiri?.

Hampir kuteriak memangngil Neni, kulihat seorang gadis berambut panjang tertidur pulas di kursi goyang sebelahku. Dia nampak kelelahan. Souchi istriku mendekati aku, sitttt jangan berisik, dia baru sekitar 15 menit tertidur disana, setalah aku tinggalkan memanggil Neni mempersiapkan minum. Rupanya dia capek, habis visite pasien di Rumah Sakit Daerah.

Sri kelihatannya capek sekali, dia mau menjemput orang tuanya, dan aku sampaikan bahwa orang tuanya sedang istirahat di kamarnya Karma, maka dia kutemani ngobrol di sebelah kamu yang tertidur pulas.
Mandala walau jarang dia bertandang ke rumah Karma, terlihat seperti orang tua sendiri. Dia menumpang tidur, karena memang dia mempunyai jadwal ketat untuk tidur siang. Itu arahan Sri agar orang tuanya tidak main ayam saja di siang hari dengan tetua kampung, yang memang mempunyai kebiasaan ngadu ayam jago (tajen) disiang bolong. Sambli meneguk kopi yang dihidangkan Neni, Karma menikmati sekali. Kasihan Sri ma, kata Karma kepada istrinya. Makanya kita harus bantu dia. Sahut Souchi,

Ya justru itu aku mau meminta pendapatmu. Mungkin kalian sama sama wanita mempunyai perasaan yang sama. Sehingga mencari solusinya bisa bersifat feminim, kataku. Yah nanti kita bicarakan setelah mereka pulang. Jangan ayo kita pindah saja ke Bele bengong kataku. Kita bicarakan disana.

Perbincangan dilanjutkan di Bale Bengong antara aku dan istriku. Kuceritakan bahwa saat ini status Sri sebenarnya sudah janda, dia bercerai dengan suaminya dengan kebaikan mereka bersama. Suami Sri tidak normal, dia seorang bisexual yang sangat di benci oleh Sri. Suami yang sebenarnya merupakan pilihan Mandala itu, yang berinisiatif untuk bercerai, walaupun Sri ingin memper tahankan rumah tangganya. Mandala marah besar dia kembalikan secara adat Sarmana kekeluarganya.  Karena status Sarmana sebagai sentana, mengingat anak Mandala keduanya wanita, Wanti dan Sri. Wanti sudah keluar menikah tinggallah Sri yang akan meneruskan keluarga itu.

Menurut Mandala, Sri telah memohon agar orang tuanya merestui pernikahannya dengan pria pilihannya. Pilihannya dan hubungannya itu yang membuat Mandala sedikit marah. Pertama Sri akan menikah dengan pria, ekpatriat sama dengan Wanti. Tapi Sri belum menyatakan bahwa pria itu asli mana. Kedua Sri mengatakan bahwa dia telah terlambat datang bulan, karena sudah terlalu jauh berhubungan dengan pria itu.

Dia memberikan alasan, bahwa pria itu sangat baik, dia sangat dewasa, seorang berpendidikan dan sekarang menjadi seorang pengusaha yang mondar-mandir ke Indonesia. Meraka bertema saat beberapa kali ketemu sama-sama diperjalanan, lalu saling kunjungi di Luar Negeri terus jatuh cinta. Alasan Sri, walaupun ayahnya tidak menyetujui pernikahannya dengan pria itu dia akan terus merawat janinnya sebagai penerus trah Mandala. Itu yang menjadikan Manda kaget, kok sejauh itu pikirannya. Memang kalau wanita itu melahirkan di rumah orangtuanya, maka anaknya akan menjadi akhliwaris Mandala.

“Kalau aku, sangat menyetujui bila Sri menikah kembali, karena dia masih muda, sibuk sangat memerlukan tempat curahan hati, untuk sharing membagi suka dan dukanya”

Ya itu memang mau aku katakan kepada Mandala tadi, tetapi aku belum berani memutuskan karena aku belum tahu siapa pria yang menjadi calon suami Sri, makanya aku meinta waktu untuk mempelajarinya. Aku berjanji akan datang bersama keluarga bersilaturahmi ke rumah Mandala bila aku sudah siapkan penadangan dan pendapatku.

Hahahahahaha Shouchi istri ku tertawa sambil menutup mulutnya, seperti ciri khas ketawanya wanita Jepang. Bli Karma Bli Karma katanya. “Kamu belum tahu rupanya siapa pria tersebut, sehingga kau belum mau memberikan jawaban”

Kata Sri tadi saat ngobrol bersamaku, kata Souchi bahwa  calon suaminya adalah seorang putra Jepang. Wah aku senang karena aku akan mempunyai teman diskusi, sama sama orang Jepang. Dia malah banyak menanyakan hal-hal yang menjadi kebiasaan lelaki Jepang. Aku beritahu sejauh yang aku tau. Dan Sri kelihatannya manggut-manggut saja menyetujui apa yang aku ucapkan.

Wah jangan-jangan..... Kataku kepada Souchi.
Jangan jangan apa? Kata Souchi.
Aku curiga jangan jangan Sri berhubungan dengan Souchita. Kenapa dia mengarahkan Mandala untuk berdiskusi padaku. Kenapa dia curhat tentang prianya kepada Souchi. Wah bisa gawat ini. Masak sih bisa. Kan Souchita adikku itu lebih muda dari Sri, apa Sri mau dengan dia orangnya katrok itu adikku, belum pernah kenal wanita. Kata Souchi.

“Kalau iya bagaimana?” suara dari belakang kami, ternyata suara Sri. Rupanya Sri sudah bangun dan diam-diam ikut memperhatikan percakapan kami berdua. Sripun melanjutkan. Memang laki-laki itu adalah Souchita. Dia yang membantu aku saat sedang mendapatkan kesempatan memberikan pengalaman kami dalam membangkitkan serta menentramkan hati masyarakat pasca gempabumi Fukushima. Kami sharing pengalaman yang dulu kita lakukan di Jogyakarta saat gempa tahun 2006. 

Dari kebersamaan itulah kami saling memperhatian dan saling jatuh cinta. Souchita katanya sudah mendapat restu dari kakaknya untuk segera menikah.  Jadi menurut firasatku, pasti kalian berdua sudah merestuai Souchita untuk menikah. Wanita itu adalah aku, Bli Karma dan Mbok Souchi.

Meraka berdua kelihatannya kompak geleng-geleng kepala sambil garuk-garuk kepala. “Nah kalau itu aku setuju Sri” kata Karma. “Hehehe jangan asal setuju saja, Karma kan sudah menjadi keluargaku juga kenapa kau tak meminta pendapatku Karma” sahut Souchi. Aku tahu kau pasti akan menyetujui. Masalah keturunan, masalah perusahaan, masalah tempat tinggal bisa kita rundingkan hehehe bisa kalian Sri dan Souchita rembugan bersama, tentu dengan Souchi..

Souchi sangat menghargai pendapat suaminya Karma, dia tidak akan memprotes kalau suami sudah memutuskan. Dia sudah melebihi perempuan Bali setianya terhadap suami, terutama dalam pendapat kelaurga, Perut Souchi yang sudah hamil anak ke dua Karma kelihatannya berontak mengikuti perbincangan kami. “Nah ini akakku saka kelihatannya senang kalau om nya segera menikah”. Kata Souchi sambil mengelus perutnya, sembai membaca message yang masuk ke bbm nya.

Rupanya dari adiknya Souchita yang mengabarkan dalam waktu dekat dia akan datang ke Bali, untuk suatu urusan. Sri pamit pergi ke rumah dimana Mandala tidur siang, karena sudah mendekati waktunya bangun. Dia harus ada di sana seperti janjinya tadi pagi sebelum Mandala pergi.

Momen ini harus kita laksanakan dengan baik kata Karma kepada Istrinya. Sebelum Souchita datang, aku harus sudah memberikan pendapat kepada Mandala dan menyampaikannya sedemikian rupa agar dia jangan sampai menganggap ini rekayasa keluarga. Besok sore kita akan pergi ke rumag Sri bersama Meida, Souchita dan Neni. Aku akan memberikan masukanku kepada Mandala, setuju dan tidaknya aku terhadap dia memilih menantu asing lagi, tidak merupakan penjodohan seperti pernikahan Sri sebelumnya.

Mandala benar saja, setelah dihampiri Sri sudah bangun dari tidurnya. Dia sudah minum teh sore dengan tape goreng yang disediakan Neni. Sebelum mereka pulang kukatakan bahwa besok sore, aku akan datang menemui Mandala di rumahnya, dan memberikan masukan yang dia janjikan.

“Jangan lupa ajak Meuda ibumu datang kerumah”  kata Mandala sambil naik ke mobilnya Sri. “Oke astungkara Pak” jawabku sambil melambaikan tangan mengikuti pergerakan mobil Mercy merahnya Sri meninggalkan halaman rumahku. 

Ternyata memang sangat rumit fikiranku, aku harus yakinkan ma. Nanti malam aku harus Skype an dengan Souchita aku tanyakan keseriusannya, jangan sampai dia main-main sama keluarga Sri. Nanti kita menjadi tidak enak dengan keluarganya.

“Bagaimana nggak serius Bli Karma, wong Sri nya sudah hamil. Tak usah banyak rundingan kita harus selamatkan keluarga-keluarga ini”

Ya kita harus segera berbuat, ternyata Sri akan menjadi ipar kita ma.......... Perbincangan kami selesai dengan datangnya Sandikala, Meida rupanya datang dari kampung. Sudah dibenahi bawaannya oleh Neni. Kami menghampir Meida, dan melanjutkan dengan menikmati makan malam bersama, menikmati lawar yang dibawa Meida dari kampung. 

====
Pondok Betung, Bintari, 15 Mei 2015




Kamis, 07 Mei 2015

De-Karma -5 : Reinkarnasi



“REINKARNASI AYAH DE-KARMA”


Betutu Tiktok Rasanya Mantap

Mereka datang  bertiga, dengan sesajen satu bakul dan satu kendaraan De Karma, Meida dan Mang Adi sekitaran pk 09 00, mereka sudah sampai di rumah yang di tuju. Letaknya di lereng bukit, di depannya berhadapan dengan hamparan sawah, namum ombak bergulung gulung dipantai masih terlihat jelas dari teras Jro Balean , Kampung itu Bukit Tumpeng, sekitaran satu setengah jam mengendarai mobil dari rumah De Karma.

Meraka terdiam bertiga setelah disuguhi kopi hitam, khas Bukit Tumpeng katanya hasil kebun sendiri dan diproses secara tradisional untuk di konsumsi sendiri atau diuguhkan kepada para tamu yang hlir mudik datang kesana. Sepiring pisang goreng, tepatnya pisang kepok goreng menemani. Sebagai tamu untuk menghormati tuan rumah mereka menyantapnya bersama.

Selasa, 14 April 2015

Sebuah Perjalanan Senja

SEBUAH OLEH-OLEH PERJALANAN SENJA

Dari kokpit terdengar sang kapten bicara
"Para penumpang yang terhormat, ini kapten anda berbicara dari kopit. Mohon maaf karena menunggu oenumpang transit dari Bima, maka kita akan terlambat kira-kira sepuluh menit dari sekarang"

Ya kapten tepatnya pilot berbicara, karena sore itu pesawat yang kami tumpangi kaptennya ada banyak, minimal ada tiga kapten dan sekitar dua belasan pramugari, wow...... Kebetulan mereka habis tugas detasir, dan kempali ke base camp di Jakarta, Hahahahaha

Kulihat seorang pilot, dari logatnya kami tahu bahwa dia pilot dari negerinya Sahrukh Khan, tepat ketika kulirik saat turun tebakanku tak salah. Walau begitu kulihat pilot tersebut tetap menjadi rebutan pramugari untuk mendampingi duduk disebelhnya.... Enak o  jadi pilot ya....

Dari waktu yang dijanjikan ternyata karena ada beberapa penumpang transit yang tak terima barangnya terpisah menjadikan kami delay sampai setengah jam lebih. Wah kesempatan yang baik untuk tidur driver kami yang jemput ke bandara bisa tidur lebih lama, karena cukup ngantuk katanya.

Sang pilot, yang lagi free itu rupanya tak mau kalah dengan driver kami, begitu dibilang delay dia tak mengacuhkan pramugari genit disampingnya, dia cuek saja tidur dengan menutup jendela sehingga sinar tak masuk ke dalam, Iapun rupanya mudah tidur, dan ngrok hehehehe memang katanya pilot harus tidak boleh terpengaruh oleh situasi lingkungannya.

Cepat cerita pesawatpun, sudah mulai didorong mundur, seorang pramugari mendekatiku..... Pak maaf tolong tutup jendelanya bisa di buka, Kebetulan aku duduk di baris belakang sang pilot dengan pramugarinya, dan disebelahku kosong. Dan akupun tak mau membukanya, karena aku tidak merasa menutupnya..... Ku bilang ke pramugari, ayo bilang sang pilot suruh buka jendelanya karena dia yang tutup. Akh nggak berani katanya.

Hehehe ternyata pramugari tak berani sama pilot, walau pramugari sedang on duty dan sang pilot sebagai penumpang biasa...... Hahahaha

Demikian juga saat kami mau mendarat, saat pesawat sudah taxy way ke tempat parkir atau apron, hehehe lagi-lagi para pilot dan pramugari telponan dengan orang darat.... kudengar dia bicara dengan bahasa Tamil.... heheheh sang pramugari ke ledek kok dibiarkan pada nelpon kan dipengumuman tadi dilarang....

Hahahaha diapun hanya nyengir dan bilang tak berani,,,,,,,
Terus yang turut peraturan siapa ya.....
Apa orang yang biasa saja.....
Kalau petugas walaupun statusnya sama sama penumpang boleh melanggar...
Apa kata dunia...]
Kapan kita bisa tertib
Walahuallam....

Sabtu, 11 April 2015

Sobar-17 Kegalauan Hati Sobar





 "KEGALAUAN HATI SOBAR AKAN CUCU WANITANYA"


Waterboom Kesenangan Ganis (google.go.id)
Sobar sudah kelihatan tua, tapi masih menyisakan keperkasaannya. Pagi itu ia duduk di teras membaca Koran langganannya sejak di Bandung. Lagu Cinta Durjananya Reynold Panggabean, dengan Tarantulanya mengalun dengan merdu.
Merana Merana aku merana
Merana karena Cinta Durjana
Tersiksa batinku kerena cinta
Dab seterusbya berulang ulang terdengar sampai ke kamar Luna yang sedang asyik tidur. Ia ditinggalkan putri tunggalnya untuk bercengkerema dengan neneknya di taman. Ia bermain bulu tangkis dengan sepupunya, namun dia Ganis –tepatnya Ganisnita- satu satunya wanita cucu Sobar. Cucu Sobar dari mantu bulenya semuanya lelaki.

Luna memahami bahwa hati bapaknya lagi gundah, kalau menyetel kembali lagu nostalgianya itu. Diapun tak mau segera mengusik keasyikan meraka yang membaca Koran, yang bermain bulu tangkis. Dia berkemas perlahan walau sudah agak lama terbangun dari tidurnya. Dia sudah bisa menyesuaikan tidurnya dengan waktu setempat. Seperti diketahui dalam satu setengah tahun terakhir Luna mendampingi suaminya berada di Kyoto, mendampingi Reno menyelesaikan program Doktor Dalam Struktur Bangunan Tahan Gempabumi.

Luna pulang kampong, karena ada presentasi untuk melaporkan hasil penelitian yang dia gawangi, tentang kesetaraan gender dalam budaya psikologis Nusatntara. Luna mendapatkan Dana Riset dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sekaranf Kementerian Riset Teknologi dan Pendikan Tinggi. Dia merencanakan agak lama liburan, kebetulan Reno harus pergi ke San Fransico untuk mendiskusikan hasil penelitannya dengan seorang Profesor Seismologi disana.

Luna sangat mengerti perasaan Bapaknya, dikala menyetel lagu Cinta Durjana itu, demikian juga tidak tahu kok Luna juga merasakan salah kala mendengar lagu itu. Kayanya ada ikatan emosional antara Luna-Sobar dan lagu itu. Dengan dua cangkir kopi di tangan Luna ikut duduk dekat Bapaknya di teras, setelah cipika cipiki dengan Bapaknya.

“Akh kamu sama seperti saat kamu sebelum menikah saja, masih cipika cipiki Luna”. Goda Sobar.
“Gak apa apa kan Pa. Kan hubungan Bapak Anak tak akan pernah putus pak” sahut Luna.
Ha ha ha ha ha….. mereka tergelak tertawa bersama, sampai sampai dari kejauhan Bu Sobar ikut tersenyum.

“Pa, apa yang membuat hati Bapak gundah atau galau kalau anak muda sekarang menyebutkannya, kok lagu itu diputar”
“Akh nggak aoa-apa Bapak Cuma ingin mendengarkan saja”.
“Jangan begitu, Luna faham benar dengan hati Bapak, masak baru ditinggal satu setengah tahunan saja sudah berubah”.

Ya benar hati Sobar gundah karena khawatir Luna akan membawa buah hatinya ikut ke Jepang, memisahkan dengan kakek neneknya, yang sudah begitu menyayangi mereka. Ganis merupakan hiburan mereka berempat. Oh berempat> Ya memang karena dari pihak Reno Ganis merupakan cucu dalam nya pertama. Ganis menjadi pengikat betapa bahagia dan kompaknya dua keluarhga itu, sehingga tidak jarang kedua pasangan besan itu sangat sering saling mengundang atau pergi menginap di rumah satu sama lainnya. Suatu kebahagiaan yang susah didapat, sekalipun dengan banyak uang.

Luna tahu kegalauan bapaknya, karena secara sepintas Bu Sobar telah pernah menyampaikannya hal itu ke Luna. Dan Luna memang kepulangannya ini tidak bermaksud untuk menjemput Ganis, tetapi lebih kepada urusan pekerjaan, sekalian digunakan untuk pengoabt rindu dengan keluarga yang ditinggalkan, baik kedua orang tuanya maupun dengan keluarga mertua mereka. Luna menjelaskan dengan sangat hati-hati ke Sobar agar Sobar tidak tersinggung.

“Pa, jangan khawatir Ganis akan kubawa ke Jepang pa, dia kami bisarkan menjadi bagian kebahagiaan keluarga kami di sini, terlebih lagi sejak beberapa bulan yang lalu, Luna mendapatkan project penelitian psikologi pasca bencana, sebagai projek Posdoctral dari salah satu Lembaga di Universitas Kyoto. Kami sedikit sibuk pa.

Sobar berdiri dan berlalu sambil mematikan Lagu Cinta Durjana itu. “Apa , Apa Bapak tak salah dengar Luna”. Tidak Bapak tak salah dengar. Biarlah Ganis menjadi kebahagiaan keluarga kita disini, kami biarkan opa dan oma nya mendidik bersama, dia tidak kekurangan kasih sayang, karena itu juga merupakan kebahagian kami pa. Demikian Luna menjelaskannya.

Sobar merapikan korannya, serta melanjutkan menikmati kopi pagi bersama jajanan pasar yang tersuguh di meja teras. Sungguh bahagia hati Sobar. Tiba-tiba Bu Sobar ikut bergabung obrolanpun menjadi lebih ramai. Tapi seperti biasa Bu Sobar jarang angkat bicara. 

“Pa ada lagi kebahagiaan yang Bapak dan Ibu belum ketahui” sambung Luna.
“Ayo apa lagi, kamu tak bawa Ganis ke jepang saja itu merupakan kebahagian kami Luna”
Lunapun menceritakan bahwa ia sudah mengandung kembali cucu Sobar yang ke dua, kandungannya kata dokter cukup aman, sehingga dia berani pulang menumpang pesawat senirian tidak didampingi Reno.
“Wah-wah ini berita baik, yang segera harus kita sampaikan ke Mertua kamu Luna”  kata Sobar
“Apa mertua kamu sudah mengetahuinya, dari Reno barang kali?” Tanya Sobar.
“Belum pa, kami masih merahasiakannya”

Sobar menyuruh istrinya untuk segera berkemas siang itu untuk pergi ke rumah besannya, akan menyampaikan berita itu agar kedua keluarga bertambah bahagia. Bu Sobar segera engingatkan Sobar agar bersabar, karena hari ini mereka telah janjian, bahwa mertua Luna akan datang ke rumah Sobar sore hari, merayakan bersama kepulangan Luna.

Bu Sobar sebenarnya telah menyiapkan acara pertemuan tiu, akan tetapi bukan acara untuk menyampaikan berita kehamilan Luna, akan tetapi hanya makan bersama merayakan kedatangan Luna. Dengan adanya berita bahagia dari Luna maka acara akan dilanjutkan dengan acara berdoa syukur bersama dengan mengundang pendeta untuk datang ke rumah Sobar.

Sobar kelihatannya sibuk mengontak pendeta, mengingatkan kedua besannya akan pertemuan sorenya. Rupanya meraka sudah mempersiapkannya, bahkan ingin menginap bersama di kediaman Sobar. Besok mereka mau mengajak Ganis pergi bersama cucu-cucu yang lain ke Waterboom.

Kebahagiaan keluarga ini bukan main… Puji Tuhanb, Astungkara. Sangat melimpah semoga kehidupan selalu mendatangkan kebahagiaan dari segala penjuru, kata Sobar, dan dia Astungkara in oleh anak dan sitrinya.
Puri Gading, Minggu Pagi, 12 April 2015