“KAUPUN BISA JADI PAHLAWAN”
Pagi ini semangat nenekku Nampak benar. Rona bahagia terlihat di
wajahnya, yang masih menyisakan rona kecantikan di usianya yang delapan puluh
empat tahun. Kebiasaan tahunan kami tahun ini berbeda, karena kali ini untuk
pertama kali aku tidak nyarter angkot lagi untuk pergi ke Taman Bahagia, Makam
Pahlawan di kotaku. Kami mau bergabung
mengikuti upacara Hari Pahlawan dan menziarahi kakekku yang dimakamkan disana,
sebagai salah satu pahlawan yang gugur saat Perang Dunia ke II, hehehe saat
pendudukan Jepang di kotaku.
Kami pergi lebih pagi, dengan mobil minibus dinas, pinjaman
dari kantor dimana kakak tertuaku bekerja sejak beberapa tahun lalu. Memang ada
kemudahan dari Bupati yang baru untuk keluarga pahlawan dapat meminjam
kendaraan inventaris pemerintah daerah.
Nenek dengan seragam Veterannya kelihatan masih menyimpan
semangat empat limanya, dia ikut meneriakkan pekik merdeka saat Pidato Bupati,
menyambut perayaan Upacara Hari Pahlawan seperti biasanya. Nenek kulihat sangat
bahagia bertemu teman-temannya sesama
janda pahlawan. Yang aku perhatikan semakian tahun semakin sedikit, mereka
meninggal satu persatu karena usia tua.
Setelah upacara selesai, kami menghampiri pusara kakek.
Letaknya tak begitu jauh dari lokasi upacara. Tulisan Nama di Pusaranya masih
Jelas terbaca “Made Bani”, seperti artinya memang kakekku pemberani. Beliau berani
melawan Jepang, dengan memakai rumahku sebagai markas perjuangan. Menurut
nenek, karena laporan seorang tetangga sebagai mata-mata jepang, akhirnya rumah
kami di bakar Jepang, dan semua Lelaki dewasa yang saat itu ada di rumah kami,
disiksa diikat rame-rame dengan tali, terus ditarik truk sempai semuanya menregang
nyawa. Meraka meniemput sakratul maut tetap dengan memekikan Merdeka, Merdeka,
Merdeka,……………
Kami sekeluarga, nenek, ayah, paman , tante, kakak dan dua adikku, dipimpin
nenek melakukan doa bersama. Doa tidak
terlalu lama, karena sesuai keyakinan kami, kakek telah kembali ke Sang Maha
Pencipta, telah dilakukan upacara Ngaben, tahun enam puluhan.
Nenak sebagai pemimpin upacara seakan melapor ke Kakek, yang
seakan berdiri kokoh di depan nenek sebagai inspektur upacara. Dengan lantangnya nenek melaporkan:
Hai pahlawanku…..; Lihatlah kami datang dengan pasukan
lengkap. Ada tiga anakmu, tiga anak, tiga cucu, siap meneruskan kepahlawananmu……..Pahlawan
baru telah lahir, seorang cucumu telah
menjadi pahlawan muda,……. Pahlawan teknologi…….Dia mengabdi pada Negara Kesatuan
Republik Indonesia…. Dan meneruskan cita-citamu…… Merdeka, Merdeka, Merdeka…….
Pekik terakhir itu, selalu kami sambut dengan pekik serupa sekeluarga.
Nenak ku dengan keringat bercucuran, dipapah ayah untuk
duduk sejenak, setalah member hormat terakhir ke inspektur upacara. Keringatnya
di lap tanteku.. Sambil memuji nenek. Waduh nenek dalam usia senja ini masih
semangat dan masih menggema pekik merdekanya. Tak percuma kakek memilih sebagai
istrinya, yang satu pahlawan pejuang dan yang lainnya sebagai veteran pejuang. Kami
meninggalkan Taman Bahagia, menuju Rumah Makan langganan Nenek, di Rumah Makan “Abu
Thalib” rumah makan yang sudah sangat tua di kotaku. Rumah makan yang setia
menyajikan masakan tradisional, masakan muslim tetapi “sukla” bagi umat Hindu.
Termasukkue-kue tradisional, dan yang jelas masih mudah dikunyah orang tua setua
nenekku, seperti lapis, la Klak –serabi Bali-,
sumping, lapis, serta pisang goreng special
karena pisangnya pasti pisang kapok. Demikian pula minumannya selain minuman
hangat, juga menyediakan es campur, maupun es sanghay.
Di rumah makan, setelah dipersilahkan duduk pada meja yang
memang sudah dipesan, Kembali nenekku melanjutkan pidatonya. Kalian ini
semuanya pahlawan, terutana kamu Lung, -sulung sebutan kakak tertuaku- , kau
sekarang pahlawan muda keluarga kita, kau pahlawan teknologi, meneruskan cita
cita kakekmu mengabdi kepada Nusa dan bangsa. Kamu pahlawan keluarga, karena
kau telah membebaskan nenek dari ketergantungan dengan Angkot nya Pak Giri,
yang selalu kita carter sebelumnya setiap Hari pahlawan. Saat ini kita bias lebih
bebas terutama dengan waktu yang biasanya dia ingin buru-buru untuk ngejar
setoran katanya.
Ayah, paman,tante , kakak, aku dan adik menutupnya dengan
tepuk tangan sambil, mencium tangan member penghormatan kepada nenek sebagai
veteran pejuang, sebagai ritual yang biasan kami lakukan sebelum mulai berdoa
untuk menikmati hidangan yang disajikan Rumah Makan Abu Tholib.
Pamanku menawarkan untuk makan hari ini, dengan bangga nenek
tetap menolak, dan mengatakan Tidak perlu di bayari, uang veteran nenek masih
cukup, untuk makan ini, tapi kalau mau menggantinya boleh, hanya nanti sampai
di rumah. Kamipun tertawa semua. Nenek punya bakat juga rupanya melucu. Tak
terasa semua pesenan telah ludes kami santap bersama. Dan Pak Aboe mendekati
nenekku, sambil mengulurkan tangannya mengucapkan Selamat hari Pahlawan Mbak. Terima
kasih Terima kasih dik Abu kata nenekku.
Diperjalanan bapak menjelaskan bahwa pahlawan itu, merupakan
bahasa Sansekerta, pahala kemudian menjadi pala yang berrarti buah, atau hasil,
jadi pahlawan itu sebenarnya pahalawan, yaitu orang yang tidak mengharapkan
pamerih dalam mengusir penjajah, untuk suatu kemerdekaan, mereka tidak
memikirkan pengorbanan yang mereka berikan walau itu jiwa dan raganya. Namun
setalah mereka tiada akan disanjung sebagai pahlawan, dengan pahala dihormati,
didoakan oleh segenap masyarakat minimal setiap Hari Pahlawan, dan dikenang dan
didoakan setiap upacara dengan mengheningkan cipta.
Namun katanya, pahlawan saat ini dapat bermakna macam-macam.
Seperti aku kakak sulungku yang Insenyur dari Isntitut Teknologi Bandung, setelah beberapa tahun bekerja di PT
Dirgantara, saat ini dipanggil Bupati untuk memperkuat tenaga teknis di Kantor
Bappesa Kabupaten. Demikian pula guru yang kalian telah kenal sebagai Pahlawan
Tanpa Tanda Jasa. Meraka juga sangat berjasa kepada murid-muridnya , sehingga
telah banyak menjadi pahlawan pahlawan di berbagai bidang keahlian.
Jadi pada intinya pahkawan sejatinya dapat dilakukan setiap
warga Negara, dalam bidang tugasnya masing masing untuk mengisi kemerdekaan
ini. Meraka akan dikenang oleh penerusnya melalui karya baktinya, hasil
kerjanya selama mereka bekerja, walau mencari pekerja tanpa pamerih pada saat
sekarang sangat susah. Pamanku menjawan memang setiap zaman melahirkan
pahlawannya masing-masing.Ayah benar, paman benar demikian pula nenek benar. Hendaknya
kita , mau menjadi pahlawan atau bisa menjadi pahlawan untuk bidangnya masing
masing.
Tak terasa sudah hampir jam 13 kamipun sampai di rumah
kembali. Nenekku pun turun dengan kelihatan dengan semangat baru, dan bertanya
ada tamu siapa Luh, tanyanya kepada ibuku. Tak ada tamu siapa-siapa Mbah jawab
ibuku. Jangan bercanda….. itu mobil siapa diparkir sebelah pintu gerbang Tanya nenek.
Oh itu mobil pahlawan nek. Hehehe kamu jangan becanda.
Jangan ganggu hati Mbah yang lagi berbunga-bunga bersama pahlawan baru kita. Bu
Nik istri pamanku mendekati nenek. Ayo Mbah duduk dulu. Minum dulu, Mbah pasti
capekm dan haus, sudah kami buatkan bir kocok, kelapa muda yang dibelikan bumbu
dikocok terus airnya dihidangkan.
Sambil minum bir kocok yang dihidangkan, Bu Nik menjelaskan
itu memang mobil pahlawan. Itu cucu Mbah Si Sulung dengan uang pesangonnya di PT Dirgantara dan
Kami yang baru panen raya daun cendana patungan membelikan nenek, kendaraan
agar kita dapat lebih sering menziarahi kakek, dan lebih leluasa lagi bila Hari
Pahlawan Tahun depan tiba.
Nenekku pun berteriak, terima kasih Tuhan, kau telah
megirimkan anggota keluarga kepadaku, sebagai orang yang berbakti kepada
pahlawan. Kalian pahlawanku semuanya, katanya sambail menitikkan air mata
bahagia. Merdeka-merdeka-Merdeka…… pekik nenek, kami jawab dengan Merdeka,
Merdeka, merdeka….. Selamat Hari Pah;awan. Jadilah Pahlawan minimal untuk diri
sendiri dan keluargamu.
-------------------------------------------------------------------------------------Pondok
Betung, 10 Nopember 2013---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar