“PERJALANAN SEHARI BERSAMA RANI”
Hari yang sangat melelahkan, tapi
sangat menggembirakan karena telah dapat menemani Rani, untuk melihat-lihat
sisi lain Bali. Dia minta ditemani melihat pemandangan pedesaan, dia ingin
mencoba olah raga air, yang nilai tantangannya tinggi. Setelah magrib aku
sampai lagi di rumah Puri Gading. Rani kelihatannya langsung masuk kekamar,
mungkin lagi mandi.
Me Yan menghampiriku, duduk-duduk
di taman dekat kolam ikan, yang langsung menghadap ke air mancur, yang ada di
depan gerbang Pura Keluarga kami. Tentu dia tak lupa membawakankuminuman sore
dengan pisang kapok goring. Bagaimana Me Yan, apa ada tamu datang selama aku
pergi. Bagaimana kesehatan Me Yan. Ia menjawan: “tak ada siapa-siapa tamu tuan
yang datang”, “Me Yan sehat-sehat tuan”.
Kuseruput the panas yang ia
sajikan, memang Me Yan sangat pawai mebuat pisang goring kesukaanku. Pisang goring
yang kering, renyah, dan matangnya pun pas dengan manis rasanya. Di daerahky
pisang kapok jenis ini disebut dengan
pisang saba. Jangankan digoreng, direbus saja sudah enak.
Kudengar Mami dikamarnya memutar
lagu-lagu instrumental, degung versi Bali. Musik ini biasanya di putar untuk
relaksasi di spa. Mungkin mami lagi istirahat ingin relaks melepas lelah di
kamarnya sejenak, setalah kesibukan beliau seharian. Seperti biasa Me Yan,
memijit-mijit punggungku, seperti dia lakukan kepadaku setiap habis nyetir
jauh. Dia tahu aku pergi seharian, hanya berdua menikmati alam pegunungan dan
pedesaan Bali.
“Enak ya di pijitin” suara itu
mengejutkan aku, kuhapal betul itu suara mami. “Selamat Sore” kataku. Mamai
sehat –sehat saja mam. Iya, mami lagi melihat-lihat email masuk dari custumer
dan mitra kerja kita> Itu Salak Wine mu Cokde lagi meningkat permintaannta,
apa sudah ditindak lanjuti. “Sudah, Sudah, Sudah…” kataku. Karena ku tahu wayan
pasti telah menindaklanjuti sesuai arahanku.
Tak lama berselang, Rani ikut
gabung duduk di taman, sehingga meja taman dengankursi tamannya menjadi penuh. Me Yan dengan cepat melengkapi
hidangan senja kami. “Bagaimana Rani, apa kamu menikmati pegunungan dan
pedesaan Bali yang kamu kunjungi?” tanya mami. “ Kami sangat menikmatinya, suatu yang
baru Rani temukan, pantesan saja widatawan tak henti ke Bali” jawab Rani.
“Terima kasih Rani, kamu telah
membawa kembang itu. Kembang itu membangjitkan kenanganku, sekitar ke era empat
puluhan tahun silam”. Kata mami. Aku terkejut dan menyangka mami tersinggung
dengan bibit kembang yang kubawa, hanyalah sebatang anggrek bulan, yang
memiliki kembang yang sedang mekar, berwarna putih, kekuningan. “Maafkan kami Mam,
kami tak nyangka kembang itu membuka kenangan mami” kujawab saja apa adanya,
karena ku tak tahu apakah itu kenangan manis mami, apa itu kenangan pahit.
“Ketika mami pergi dengan papimu,
ke Tawangmangu, saat beliau ada tuga sperorangan ke Puskesma, kami membawa
pulang sebagai oleh-oleh, anggrek yang sama, mirip sekali, dan bentuknyapun
hampir sama” jawab mami. Syukurlah itu kenangan manis mami saat awal kenal
papiku.
Nah bagaimana cerita pesiarmu
tadi siang kemana saja, ceritakanlah, Rani. Mami ingin mendengarnya.
Silahkan Rani, ceritakan sahutku,
kami akan mendengarkan apakah itu merupakan pilihan objek yang salah apa
pilihan yang baik, kataku.
Aku sangat menikmati seluruh
perjalanan pesiarku pagi hingga sore tadi. Aku dapat mencoba parasailing boat,
dan mencoba menikmati banana boat di Danau Beratan. Aku banyak diajari Cokde, bagaimana
cara menjaga keseimbangan, bagaimana cara membelok. Awalnya memang aku coba
buggi, berdua sambil belajar bagaimana mengendalikan diri.
Cokde dan instruktur di Danau
Beratan, memang sangat professional, sehingga aku yang hanya sedikit bisa
renang tidak khawatir, dan bisa diyakinkan utnuk percaya diri menikmatinya.
Hampir dua jam kami disana. Dari ketinggian aku dapat menokmati dan menyaksikan
bagaimana indahnya danau itu, sehingga pantas saja menjadi dua puluh besar
danau terindah di dunia.
Terima kasih mami, karena telah
mengingatkan kami untuk membawa pakaian renang saat berangkat pagi tadi. Aku
salut dengan toko Joger, yang ada dimana itu ya Cokde, yang bukan di Kuta itu.
Hooo itu di Luwus, namanya di Jalan Raya Mengwi-Bedugul. Yayaya maksudku di
Toko Joger, Luwus. Joger memang nyeleneh, banyak digemari. Walau dibuka di desa
saja, pengunjungnya membeludak. AKu hanya lewat saja disana, terus kami meuju
ke Jati Luwih menyaksikan wisatawan pada off road disana. Hanya aku tak
tertarik mengikutinya.
Aku mengagumi keindahan pedesaan
disana. Sawahnya yang bertingkat, serta petaninya yang sudah kembali
membudidayakan tanaman tanpa szat kimiawi, sudah memulai start dengan makanan
sehat. Meraka ikut membangun kesehatan masyarakat kita. Mereka sudah
memproduksi padi organik. Sudah sepatutnya pemerintah membantu memberikan
bimbingan dan subsidi kepada masyarakat disana.
“Apa kalian sempat mencoba
makanan organic di Rumah Makan yang ada disana” tanya mami. Kami tidak sempat
mencobanya, hanya saja kami sempat mencoba serabi asli Bali, di warung “La Klak”
di Penebel. Memang patut diacungi jempol. Anak SMK sudah punya inovasi dengan
membuat serabi Bali dengan variasi, serabi pisang, serabi tape, serabi nangka.
Belinyapun kami harus antre. Syukur Made Kris ada di rumahnya saat itu, dia
bisa KKN dengan saudaranya yang jualan serabi, sehingga kami tidak harus
menunggu, lama. Cokde telah menelpon terlebih dahulu minta dibookingkan
sehingga pas datamh pas dapat.
Kami sempat berbincang sebentar,
di warung La Klak, dan terus melankutkan perjalanan kami kea rah Tabanan. Kami
mencoba makanan pedesaan, dengan mampir di Rumah Makan “Desa Kita” di
persawahan sebelum masuk kota Tabanan, dari arah Penebel. “Itu mam di Wanasari”
tambah Cokde.
Ya di Wana sari. Aku sangat
menikmati makana tradisional yang disediakan. Kami memesan pepes belut, belut goreng,
gabus goring, sayur roroban –jenis sayur lodeh -, sambal kecombrang. Aku sangat
beruntung bisa mencoba jenis pisang yang baru kutahu yaitu pisang kayu. Sangat
enak dan legit dagingnya.
Syukurlah kalau kamu suka. Mami
juga sering mampir di rumah makan itu, kalau pas ada urusan di Tabanan.
Suasananya sangat tradisional. Mengapa kamu tak ajak mencoba lawar kuwir Cokde.
Nah apa lagi itu tanyaku. Itu semacam sayuran, dari nangka, kacang panjang, di Rajang
habus bersma daging mentog. “Kurasa itu sangat amis mam” jawab Rani. “Tidak
amis, kamu kalau kesana lagi harus mencobanya, bahkan Pak Bondan saja
mengomentarinya Mak Nyus” Kata mami. Hahahahaha kami tertawa bersamaan ……..
ternyata mami juga penggemar Pak Bondan ya.
Sambil meluncur pulang, kami
sempat mampir ke objek wisata Alas Kedaton, melihat keindahan pura, ditengah
hutan kera disana. Oh ya aku lupa. Disana kami bertemu dengan keluarga Made
Sutardja. Salah satu anaknya adalah teman kami di Semarang dulu, hanya saja
putrinya masuk Fakultas Ekonomi. Kami sama sama ikut sukarelawan kalau ada
bencana alam. Pak Made Sutardja, dengan keluarganya sangat baik dengan kami.
Kami berlima kos di rumah beliau. Jadi memang rupanya nasib atau peruntungan
Rani, tak saat kuliah di Semarang, Di Papua, maupun disini di Bali kok selalu
ketemu dan dekat dengan keluarga baik-baik sekali….. bukan Rani Memiji, memang
begitu adanya. Pak Made ngajak kami mampir sebentar ke rumah keluarganya di
Pemenang, sangat dekat dengan Taman Wisata Alas kedaton.
Mulanya ku ragu, apakah Rani bisa
menikmati acara wisata pedesaan ini Mam. Tetapi dari cerita dia itu
kelihatannya dia menikmati, Ceritanya tadi telah membangkitkan memori muda
kanjeng mami, yang mami janji akan diceritakannya kapan-kapan. Ranipun bisa
melupakan sejenak kelangsungan studinya di Bali, yang masih kesulitan
pembimbing. Dia sangat menikmati perjalanan tadi. Dia sempat menikmati wisata
kuliner serabi dan masakan asli Bali, jadi hidup ini kelihatannya perlu
sekali-sekali kembali ke suasana kampong, kembali ke kuliner tradisional. Kata
Dokter Rani, ini akan merupakan tahapan awal menuju Indonesia sehat. Katanya
itu Visi Pemerintah untuk kesehatan masyarakat Indonesia.
Ternyata dunia ini sempit, Rani
tak menyangka akan dapat bertemu kembali dengan Tuan Rumah Kosnya di Semarang,
bukan di Semarang akan tetapi di tempat wisata, dia sungguh beruntung dapat
melepas kangen dan menanyakan kondisi kawan-kawannya dengan informasi dari Pak
Made. Rani sejak bertugas di Tanah papua, sebagain besar kehilangan kontak
dengan temnan2nya saat kuliah.
Hanya saja keinginan Rani untuk
menyaksikan acara adu ayam, belum sempat ketemu. Katanya saat ini mulai
dilarang pemerintah. Akan tetapi untuk acara-acara keagamaan ataupun acara adat
masih diperbolehkan. Aku berjanji akan mengajaknya menyaksikan di lain waktu. “Kanapa
den, tak ngajak Mbak Rani ke Tanah Lot” tanya Me Yan. Nggak sempat Me Yan. Waktunya
sudah sore, kan masih ada waktu lagi. Mamiku menimpali, “ ya dikit-dikit dulu
Me Yan, biar merka bisa sering pergi”.
Memang saat ini sudah sangat
sulit untuk dapat mengunjungi lebih dari tiga objek wisata dalam sehari, karena
jalanan sudah macet. Masuk objek macet, keluar objek macet. Tak bisa
kubayangkan lima tahun lagi, mungkin transportasi Bali seperti di Jakarta kali.
Tak terasa labih dari sejam kami berbincang bersama di taman, melepas senja kala,
mereview perjalanan sehari bersama Rani.
Bulan bulat, sehari sebelum bulan
purnama sudah menampakkan diri, mendung musim hujan juga sudah mulai rajin
menutupi sebagian langit membuat lelah ini sirna. Dan diskusi senjapun bubar
karena rintikj renai hujan mulai tirun. Terima kasih Me Yan, hidangannya.
Terima Kasih Rani ceritanya……… kapan-kapan kita lanjutkan menyaksikan acara adu
ayam yang disebut “tajen” di Bali, sambil kita melepas senjakala di Tanah Lot.
Mami, Rani dan Me Yan melanjutkan ngobrol ke meja makan karena memang sudah
waktu makan malam, dan aku mandi………. Karena memang belum sempat mandi sepulang
tadi,
==========================================Kuta
Selatan, Medio Nopember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar