“SURAT PAK DEKAN”
Pagi itu Cokde sudah berangkat pergi
subuh, dia melihat pabrik winenya karena permintaan yang cukup signifikan
menjelang musim dingin di negara para pelanggannya. Dia ingin meyakinkan bahwa
semuanya dapat terpenuhi dengan baik, terlebih ada sedikit gejolak karyawan yang ingin menuntut perbaikan gaji, sedikit
lagi padahal gaji mereka sudah diatas rata-rata UMR setempat, dan mendapatkan
fasilitas-fasilitas lain, seperti mess, jaminan kesehatan dan rekreasi bersama
setiap tiga bulan sekali yang dibiayai perusahan.
Pagi itupun Rani sudah ada di
ruang tunggu Dekan Fakultas Kedokteran. Sesuai janji yang diberikan oleh Pak
Dekan untuk menghadap pk 09 00 WITA, ia datang lebih awal ditemani Yande.
Tujuannya untuk mempresentasikan proposal penelitian yang telah disiapkan untuk
melanjutkan mengambil spesialis di Universitas ini, untuk mendapatkan
persetujuan Dekan terhadap masalah bimbingan. Kesempatan ini merupakan
kesempatan terakhir, karena sebagian besar dosen menyatakan tidak mempunyai
kompetensi terhadap proposal bagus yang telah dia siapkan.
Yande, yang sangat pendiam ,
menemani Rani menunggu, karena memang Pak Dekan belum datang, di papan
agendanya tertulis ada visite ke Rumah Sakit sampai dengan jam 08 30 WITA.
Tepat pk 09 00 WITA terdengar telepon berdering ke meja sekretaris dekan. Dan
kami dipersilahkan masuk Rani masuk ke ruang Dekan, Yande tak mau ikut masuk
dan menunggu di luar. Sambil membaca sms yang masuk. Dia diperintahkan Cokde
membawa Rani ke Starbuck Nusa Dua, setelah selesai ketemu Dekan Fakultas
Kedokteran. Cokde sudah diperjalanan kembali dari Pabrik Wine.
Tak lama meluncur melewati Jalan
Tol Diatas Perairan, masuk pintu Tol Benoa, Yande memacu perlahan mobil yang
membawa Rani meninggalkan Kampus. Seperti kebiasaannya menyopiri Kanjeng Mami yang
tak suka terlalu ngebut. Anginpun bertiup perlahan kaya dengan uap air garam
laut, cuaca sedikit bermendung Rani bertanya. “Yande aku buka kaca ya, aku
ingin menghirup udara laut, AC dimatikan saja”. “Silahkan Bu Dokter”. “Kita mau
kemana Yande, kok melalui Tol, apa tidak langsung pulang saja”. “Tidak Bu, Tuan
Muda memyuruh kita menuju Nusa Dua,
sambil ngopi disana.
Laut Selat Badung kelihatan tenang
dari mobil sangat tenang, beberapa kapal termasuk sebuah kapal wisata cukup
besar bersandar di pelabuhan Benoa, sedang menurunkan penumpangnya. Burung
bangau bermain di pinggiran tambak bakau yang memagari jalan tol. Dan pesawat
terbang seakan menyambar diatas kepala untuk mendarat di bandara Ngurah Rai.
Sungguh suatu suasana lain
keindahan Pulau Dewata. Pantas saja para wisatawan muda pada betah memadu kasih
disini. “Kalau aku tak memikirkan studi, mungkin aku akan menikmati sepuasnya
alam Bali, pada kesempatan ini. Rani masih teringat ketenangan Danau Sentani
yang begitu anggun menemani perjalanan para wisatawan, ataupun para penumpang
pesawat, saat menuju atau kembali dari bandara Sentani. Meraka rata-rata
bermalam atau bermukin di kota Jayapura, yang jaraknya sekitar 40 kilometeran,
sehingga akan selalu menyusuri tepian danau Sentani, bila berkendaraan dari bandara
Sentani.
Kulihat di samping kiri Gunung
Agung yang begitu anggun, kelihatan
menjulang sangat tenang, padahal ia pernah beberapa kali murka dan meluluh
lantakkan pemukiman masyarakat, dan menghajar habis masyarakat yang dilaluinya
sepanjang daerah aliran lahar Sungai Unda. Lamunan Rani kemana mana termasuk
belum ada kepastian, karena jawaban
mengambang sang Dekan terhadap proposalnya. Apakah memang sebagai formalitas
basa-basi setiap dosen mengatakan proposal Rani baik, tetapi tidak punya
kompetensi untuk membimbingnya. Termasuk Prof Malean, Dekan yang mengatakan
itu. Hanya saja beliau memberikan harapan, mau membimbing hanya saja harus ada
yang mendampingi mempunyai waktu lebih
membimbing, karena beliau sangat sibuk.
Ranipun diminta kembali paling lambat dua minggu lagi. Kata beliau sih Rani
akan di kontak, karena disuruh meninggalkan nomor HP oleh beliau. Mudah-mudahan
ini tidak hanya basa basi.
Rerimbunan pohon dan asrinya
pertamanan hotel Nusa Dua, menyambut kami menapaki jalanan yang begitu rapi dan
bersih. Mengingatkan Rani sebuah tata ruang resort pemukiman karyawan Freeport
di Kualakencana, Timika. Hanya saja kalau disana daerah pemukiman, sedangkan di
Nusa Dua, sebuah distrik perhotelan dan bisnis, lingkungan BTDC, Bali Tourism
Development Center. Rani baru pertama kali ke daerah ini, namun Yande kelihatan
sangat terbiasa dengan jalanan disini, tanpa kagok sekalipun. Ia sangat dikenal
oleh satpam dan petugas parker disini.
Aku dipersilahkan Yande untuk
menuju sebuah ruangan privat di Starbuck Café, yang sudah di pesannya. Saya
sengaja memilih duduk di kursi yang dapat melihat leluasa keluar menikmati
taman dan laut yang menjadi ciri hotel-hotel disini, yang semuanya mempunyai
halaman yang menghadap kelaut. Deburan ombak Lautan Hindia, menyejukkan hatiku
walau sedang galau malau mencari pembimbing.
Tak lama setelah pelayan
menyajikan pesanan yang kupesan, datang Mami dan Cokde, pertemuan ini seakan
pemindahan pertemuan yang biasa dilakukan di Puri Gading saja, yang dipindahkan
ke Café. Memang menciptakan suasana berbeda. “Selamat Siang, kata Cokde”, kami
sambut selamat siang, dan tak lama kemudian “Om Suastiastu semuanya” Suara Mami
lembut memberikan salam kami semua, yang kami sambut dengan “Om Suastiastu”.
Mami mengambil alih pembicaraan,
dan menanyakan beberapa hal. Cokde, bagaimana dengan pabrik anggur itu Cokde,
apa memang ada masalah seperti laporannya Yande. Akh tak ada masalah berjalan
dengan baik, dan stokpun siap memenuhi permintaan musim dingin ini. Mereka dan
Yande sudah tahu dan mempunyai agenda yang ketat berdasarkan pengalaman
permintaan tahun tahun sebelumnya termasuk antisipasi musim dingin ini.
Masalah buruh rupanya ada karyawan
yang kebanyakan minum pada saat ada produk yang kena QC, produk yang tidak
lolos sekitar lima literan mereka minun bersama sepulang kerja. Di mess mereka
mabok. Salah satunya mabok berat dan mengomel. Diantaranya menyarankan kenaikan
upah. Mereka tahu persis bahwa peraturan mengharuskan mereka resign
bila mabok di areal pabrik dan mess. Dengan suka rela rupanya mereka sudah
mengundurkan diri, walau Yande menyuruhnya tetap bekerja dengan diawasi ketat
selama tiga bulan ini. Kalau mabok lagi baru di resign. Rupanya karyawan
tersebut sudah mengundurkan diri, dan Yande sudah merekrut karyawan baru, selama
aku di luar negeri.
Wah hebat kamu Yande, berarti
Cokde telah mempersiapkan kamu dengan baik, dan Kanjeng Mami berdiri
menjulurkan tangannya menyalami Yande. Akh Ibu jangan melebih-lebihkan saja,
kami hanya melaksanakan apa yang diinstruksikan Tuan Muda –Cokde-. Nanti
kuberikan bonus Yande kata Kanjeng Mami, Dan Yande hanya tersipu malu seperti
biasanya, berkata. “Kan sudah Kanjeng Mami berikan, bonus sebagai penguji tamu saya, Terima kasih
Kanjeng Mami”.
“Oh Rani bagaimana hasil
pertemuanmu dengan Pak Dekan, apa diterima dengan baik oleh Prof Malean.” “
Beliau sangat baik menerima saya dengan sangat baik, hanya saja belum ada
keputusan. Beliau masih memberikan syarat, dan akan beliau hubungi paling
lambat dua minggu lagi”. Beliau menunggu ada pembimbing yang dapat lebih
intensip mendampingi saya dalam penelitian, mengingat kesibukan beliau yang tak
mungkin bisa full. Beliau pun menyarankan penelitian saya, untuk disertasi
Doktor saja langsung, tak perlu mengambil spesialis terlebih dahulu.
Kanjeng Mami hanya manggut manggut
saja. “bagus itu” Oh maaf Mami, ini ada titipan surat dari beliau yang disuruh
menyampaikan ke Kanjeng Mami. Kanjeng mami membuka amplop yang kecil putih, dan
dibacanya. Oke Rani terima kasih, ini salam dan
pesan beliau untuk mami, karena mami sudah sangat lama tidak bertemu
beliau. Hanya baru telepon kemarin. Kemudian Mami membaca Alamat di surat yang
lainnya. Ternyata setelah dibuka, di dalamnya terdapat amplop lagi untuk Cokde.
Ayo Cokde, ini untukmu bacalah. Akh aku malas mam paling-paling isinya surat
keputusan pemecatan,
Hehehe janganlah terlalu
berperasangka dulu, Prof Malean kan teman akrab kamu saat kuliah. Rani tak
habis pikir lho kok kuliahnya bareng Pak Dekan, apa sama-sama kuliah di Jepang
ya. Rani Cokde itu ,,,,,,. Jangan dulu Mam, jawab Cokde, jangan diterusin....
Ya deh Mami tak nerusn. Tapi bukalah amplop itu, dan baca dulu.
Setelah membacanya, Cokde
langsung mencium Maminya, Lho ada apa ne Cokde, apa isi surat iu. Kanjeng mami
kelihatannya berseri, karena putra tunggalnya itu sudah hampir beberapa tahun
belakangan ini, tak pernah memberikan ciuman pipi kepada maminya. Cokde
menyampaikan surat itu ke Kanjeng Mami dan membacanya.
Ternyata surat itu, merupakan
surat pemberitahuan untuk mempersiapkan Pidato Pengukuhan Cokde, sebagai Guru
Besar, dan mengajak Cokde mengakhiri kekesalannya terhadap sekretariat rektorat
yang mempermasalahkan pengusulan guru besarnya lima tahun silam. Alasan rekan
sejawatnya macam-macam, Ada yang tak setuju dengan alasan masih terlalu muda,
ada yang ngeledek dengan alasan gondronglah, dan yang paling menyakitkan menganggap belum pantas jadi Guru Besar,
karena belum berkeluarga,….. ada-ada saja.
Nah menurut Mami,. Terserah kamu
Cokde, apapun keputusan kamu kamu tetap anak Mami, yang paling mami sayangi dan
kagumi, mami akan dukung seratus persen. Untuk menjawab semuanya itu mungkin
kamu lebih tenang berfikirlah dulu dan putuskan. Rani sudah mengiyakan
permohonan Mami, untuk Mami ambil sebagai mantu…. Temanmu Pof Malean juga sudah
membukakan pintu untuk kembali ke kampus.
Lho ada apa nich Mami, kok
kembali ke kampus, tanya Rani. Iya, surat itu surat pemangilan kembali Cokde
untuk kembali ke kampus, kembali ke Profesi semula sebagai dokter, spesialis
penyakit kandungan dengan kealhlian ahli mikrobiologi, yang diambil saat
mengambil Doktor di Jepang. Tanpa malu-malu Rani, langsung berdiri, dan
memberikan hadiah ciuman kepada Cokde. Nah begitu dong Rani, mami sangat senang
melihat kebahagiannmu, dan kebahagiaan Cokde hari ini, jadi ide kita kumpul di
Café ini rupanya merupakan perayaan yang cukup berarti pada profesi Cokde dan
kelanjutan studi Rani. Rani menduga pasti Cokde yang dimaksud oleh Pak Dekan,
seseorang yang ditunggu keputusannya sebagai pembimbingku, hehehe promoter ku
kalau memang akan langsung ke penelitian Doktor.
Hari ini hari yang sangat membahagiakan Mami, katanya.
Karena dua orang yang mami sayangi kelihatannya senang hari ini. Sudah sekitar
Lima Tahun, anak mami meninggalkan secara total profesinya sebagai dokter. Tidak
meninggalkan total, aku tetap berkiprah ilmiah dalam dunia mikro biologi,
dan keluar negeri kemarinpun yang ku
bilang sebagai urusan bisnis sebenarnya menghadiri simposium mikrobiologi di
Beijing, atas undangan ikatan akhli mikrobiologi dunia. Hasil penelitiankupun
mendapatkan apresiasi yang sangat baik. Asistenku di Fakultas masih selalu
berdiskusi denganku, melalui email maupun datang ke kantor perusahaan dan
memasok data untuk penelitianku.
Cokde sebenarnya seorang Doktor
MIkrobiologi, dan seorang spesialis kebidanan dan penyakit kandungan, yang
sangat ramai pasiennya sejak sepuluh tahun yang lalu semenjak membuka praktek
kembali sepulang belajar di Jepang. Cokde sangat sibuk dengan melayani pasien
dan mahasisiwa, memberikan kuliah maupun membimbing. Belum ramainya undangan untuk
memberikan kuliah sebagai dosen terbang, dan symposium dalam maupun luar
negeri. Pasien Cokde banyak yang menjadi pasien fanatic, sejak mereka menjadi
langganan waktu praktek Dokter Umum.
Karya tulisnya sangat banyak
kalau kita mau menelusurinya di internet. Tapi sejak sekitar lima tahun yang lalu
Cokde ngambek dan berubah profesi menekuni bisnis keluarga memback up orang tuanya,
serta kembali menekuni kecintaannya kepada alam dan seni. Sebagai pengumpul
karya tradisional hampir semua suku di Indonesia, dan melihat singkapan serta
batu geologi yang menyimpan sejarah kebumian kita.
Cokde melakukan itu, setelah
kecewa terhadap pengusulannya menjadi Guru Besar, oleh Dekan Fakultas
kedokteran kala itu. Banyak suara miring yang mengatakan bahwa Cokde masih terlalu
muda untuk menjadi Guru Besar, walaupun angka kredit Dosen beliau melebihi
anggka yang dipersyaratkan. Itu karena disamping menjadi dosen favorit, dengan
gaya sangat familier dengan mahasiswanya, juga sebagai dokter kandungan yang
sangat banyak pasiennya. Dia dianggap dokter bertangan dingin, ibu-ibu merasa
nyaman kalao diperiksa dan ditangani beliau saat melahirkan. Banyak pasiennya
merupakan pasien setia sejak Cokde membuka peraktek dokter umum.
Cokde tak tahu, bahwa kondisi itu
akan selalu muncul, setiap seseorang diusulkan menjadi Guru Besar, pasti akan
mendapatkan protes dari rekan sejawat, apakah karena mereka iri, ataukan mereka
kecewa karena belum dapat mengumpulkan angka kridit yang dipersyaratkan. Meraka
rata-rata dosen killer dan malas meneliti. Terlalu mengejar setoran menangani
pasien.
Sebagai pelampiasan kekecewaannya
Cokde melarikan diri, dengan tenggelam kedalam kegiatan bisnis keluarga, sangat
rajin melakukan ekspansi bisnis, kolektor seni tradisional, tapi rupanya
kegiatan menelitinya masih berjalan baik, Cokde, kelihatannya tetap meneliti
secara rahasia, bersama dengan mahasiswa bimbingannya dulu, yang sekarang
memegang Lab Mikrobiologi di Universitas.
Oke mam, besok aku akan bertemu
Malean heheh Prof Malean, untuk membicarakan hal ini. Tolong Mami buatkan aku
janji bertemu dia. Heheheh tak baik begitu, buat saja janji sendiri, masak Mami
yang membuatkan janji. Ya Mami sajalah, aku sudah sangat terlalu lama sudah
tidak mengontaknya. OK OK jawab Kanjeng Mami, dan akan membuatkan Cokde janji
dengan Prof Malean. Kita undang saja beliau besok siang sekalian Lunch Bersama.
Tak terasa keluarga itu, telah
berkumpul selama dua jam di Café, dan Cokde menyelesaikan pembayaran dengan
seorang Waittress, mereka bersiap kembali ke Puri Gading. Cokde pulang bersama Kanjeng Mami dan Rani,
sedangkan Yande sudah duluan kembali ke puri. Mobil Cokde pun meluncur dengan
sebongkah besar kegembiraan, dihati semua penumpangnya melewati kembali jalan
tol, Kanjeng Mami mengganti VCD lagu rocknya SID di mobil dengan VCD lagu pop nya Eka Jaya.
Dan lagu “Setonden Kiamat” mengalun menemani perjalanan ketiga insan yang
sedang bergembira ini sepanjang Jalan Tol hingga Puri Gading.
Sebelum Kiamat Dunia ini Datar
Sebelum Bumi Belah jadi dua
Ku akan tepati janjiku
Janji akan memperistrimu ,,,,,,
Itulah kira-kira sepenggal
lagunya Eka Jaya dalam Bahasa Bali, yang menjadi lagu ‘kebanggsaan’ Cokde, yang
menjomblo. Kanjeng Mami mengucap syukur kepada Tuhan, karena putranya akan
kembali menekuni profesi yang dibanggakan keluarga, walau secara eksplisit
Cokde belum memutuskan, tapi minta Kanjeng mami membuatkan janji dengan Pak
Dekan, pertanda awal Cokde akan menerimanya dan kembali ke profesi semula.
Masalah bisnis, Kanjeng mami
menduga dengan briliant Cokde rupanya telah mempersiapkan kader, karena saat
Cokde memaksa Yande harus mengambil studi Manajemen pada program sarjananya.
Diapun hampir saja lulus. Semoga….. semuanya berjalan mulus dan berbuah
manis…………… Tanpa disadari mobil telah berhenti di rumah, rupanya Kanjeng Mami
ngelamun sepanjang jalan.
==============================================Puti
Gading, awal Desember 2013======
Tidak ada komentar:
Posting Komentar