“RASA SYUKUR NITAMI DAN YANDE TERHADAP ANUGERAH TUHAN”
“Hari ini kami sampaikan kepada
bapak-ibu hadirin semuanya, bahwa hati keluarga besar kami berbunga-bunga. Akan
kami bagikan kepada sanak-saudara sekalian yang hadir pada malam ini. Tidak
lain karena putrid bungsu kami Nitami telah diwisuda menjadi Sarjana Ekonomi,
merupakan cita-citanya yang telah dia tempuh dengan susah payah lebih dari
empat setengah tahun. Kemudian dia akan diangkat menjadi salah satu pegawai
yang mengurus keuangan di Perusahaan Keluarga Den Agung Almarhum, yang telah
banyak kita kenal selama ini sangat berjasa bagi kampung kita dan biarkanlah
dia, putri kami Nitami menjalankan tugasnya dan tidak perlu diganggu urusan
pinangan beberapa kerabat yang telah menyampaikan keinginannya menyunting putri kami Nitami. Dia telah menjatuhkan pilihannya kepada Yande, untuk sementara
bekerja bersama mengabdi pada perusahaan yang sama. Suatu kehormatan bagi
keluarga kita yang dipercaya untuk bekerja di perusahaan orang yang sangat kita
kagumi bersama. Biarkanlah waktu yang membuktikan cinta mereka berdua, apakah
akan menjadi berjodoh ataukah tidak, kita sebagai orang tua hanya membantu
dengan doa dan merestuinya saja”. Itulah potongan sambutan Pak Kelian, orang tua
Nitami saat menerima tamu dalam acara syukuran kelulusan dan diterimanya
Nitami sebagai karyawan di perusahaan Den Agung.
Bebeapa orang tua yang
menginginkan anaknya mempersunting Nitami menjadi kecewa lantaran Nitami telah
menjatuhkan pilihannya kepada Yande. Memang Yande kelihatan runtang runtung
berdua selama ini mengantar jemput Nitami, saat kuliah. Mereka semua memaklumi
karena Pak Kelian dengan tulus menyampaikannya, serta telah dikenal
dimasyarakat sangat demokratis terhadap putra-putrinya. Putra pertamanya Gita,
dibiarkannya memilih jalan hidupnya menjadi pelukis, dan beristrikan seorang
Bule Spanyol yang sama-sama sebagai pecinta seni, saat ini membuka galeri di
Barcelona. Putri keduanya Desak dibiarkan memilih hidup sebagai penari professional,
dan menikah dengan teman mainnya dari kecil Oka yang guru olah raga, di SMA
Negeri di desa itu. Mereka memang keluarga harmonis, walau Bu Kelian lebih
banyak mengurus sawah dan ladang sehari-hari.
Aku bangga mempunyai keluarga
yang sangat demokratis, sangat mendukung setiap pilihan anaknya, seperti
pilihanku untuk melanjutkan sekolah di perguruan tingg, hidup sendiri mandiri
di kota, dan tidak tergantung pasokan biaya dari ayahku. Aku sekolah sambil
bekerja, kalau sangat terpaksa baru kuterima bantuan dari kakak, maupun orang
tuaku.
Bapak kelihatan sedang duduk
memangku ponakan laki-lakiku yang sudah mulai tertidur, yang sangat lengket
sama kakeknya. Ibu telah kembali dari
menidurkan Koming ponakan perempuanku dan ikut bergabung duduk di
pendopo rumah kami, tetamupun kelihatannya sudah mulai sepi. Aku, Yande, Bapak,
Ibu, Desak dan Oka iparku,, melanjutkan
obrolan menikmati ujung malam sebelum kami menuju ke tempat tidur.
Suasana kampung kami memang sepi,
bahkan deburan ombak Laut Selatan jelas
bersahutan sambung menyambung aku dengar dengan jelas. Aku mohon ijin kepada
kalian semua, Ayah, Ibu, dan kakakku semuanya untuk tetap tidak bisa mengabdi
di rumah dulu. Aku akan memulai karieku memperaktekkan ilmu yang aku dapat,
kesempatan yang ditawarkan keluarga Cokde akan aku gunakan dengan baik. Aku
akan belajar menjadi seorang professional dalam perusahaan, tentu dengan
pacarku Yande.
Bapak akan mendukung, apapun
pilihanmu Nitami, hanya bapak perlu mengingatkan kamu bahwa kamu itu wanita,
yang tidak akan lepas dari kodratmu sebagai calon seorang ibu, yang akan
melahirkan anak-anak, cucuku kelak. Itu jangan dilupakan. Ibumupun sangat
mengharapkan ada anaknya yang bekerja di kota, ada yang dia tengok secara rutin
ke kota, tidak hanya berkutat di kampung
mengurusi ini itu setiap hari.
“Apa tidak kita laksanakan saja terlebih
dahulu hubungan Nitami dengan Yande pak, untuk menepis gunjingan orang tentang
hubungannya”. Usul Oka.
“Tidak perlu, kita tidak perlu
mengadakannya secara prematur, biarlah dia berdua nanti meminta kapan mereka
minta diresmikan, Kan begitu Yande, Nitami” sahut Pak Kelian.
Yah biarkan saja pa, seperti
perbincangan kita tadi siang dengan keluarga Puri Gading, yang telah
mengaturnya, dengan prioritas acara yang telah beliau susun, Kan begitu Yan?
Kata Nitami. Kalau saya mengikuti saja apa rencana beliau, rencana bapak yang
telah disepakati tadi siang. Ok masalah itu tak perlu dibicarakan lagi, kita
sepakati apa yang menjadi hasil pembicaraan tadi siang. Nanti kami Oka, akan di
beritahu oleh istrimu Desak apa isi pembicaraan tadi siang, karena kamu tadi
siang terlambat gabung.
Malam semakin larut, kerinduan keluarga Pak Kelian untuk ngobrol
bersama rupanya terobati malam ini kecuali anak pertama dan mantunya tidak bisa
hadir, karena pesawatnya tertunda dengan badai salju yang mengganas menerjang Eropa
belakangan ini. Pisang goreng dan kopi
susupun keluar lagi menyertai kue-kue yang tersisa sore tadi mendampingi mereka
begadang, bercerita sambil main gaple bersama.
Ibu Kelian, telah tertidur pulas
di lantai, ayampun sudah mulai berkokok, galang
kangin telah tiba, mereka semuanya pergi tidur karena siang nanti Yande dan
Nitami harus kembali ke kota untuk mempersiapkan diri. Meraka akan melakukan
perjalanan ke Malang dan Surabaya, sebagai hadiah kelulusan mereka berdua, oleh
Cokde.
---***---
Agak kesiangan bangun, Nitami dan Yande telah siap untuk pamitan kepada
keluarga besar Nitami untuk kembali ke kota, mereka berboncengan berdua dengan
berbagai oleh-oleh kampung untuk Meyan dan Kanjeng Mami, termasuk dia tidak
lupa membawa tape ketan hitam, dan uli merah kesenangan Kanjeng Mami, sebagai
titipan khusus ibu Kelian. Meraka meluncur melalui jalan kampung menyusuri
jalan pantai selatan lewat Tanah Lot.
Sunset Tanah Lot - sumber google.com |
Yan, kemana kita di Malang,
karena kita kan belum pernah kesana. Tak perlu khawatir kita tanya saja Dokter
Rani atau Cokde kemana sebaiknya kita di Malang, kalau di Surabaya aku ada
teman SMA dulu, yang sedang menunggu wisudanya, kuyakin dia akan mau menemani
kita kemana sebaiknya kita. Kudengar sih yang wajib kita datangi adalah
jembatan Suramadu, aku ingin bandingkan keindahannya dengan Tol Diatas perairan
Bali. Tak terasa air kelapamuda sudah sampai kering dibatoknya, demikian juga
dua bungkus kue klepon telah habis mereka lahap.
Diiringi deburan ombak Tanah Lot
mereka meneruskan perjalanannya menuju Puri Gading. Pegangan Nitami semakin
lengket saja di pinggang Yande. Yande tak mau memacu kendaraannya cepat-cepat karena
dia ingin lebih lama Nitami memeluk
pinggangnya, dan menempelkan erat badannya di punggung bidang Yande. Nafas
Nitami terasa hangat di leher Yande.
Sampai di Pantai Seseh, telepon
genggam Yande berdering, merekapun menepikan kendaraannya, dan ternayta telepon
dari Cokde. Meminta mereka untuk bergabung bersama di Sushi Tea Sunset Road,
untuk ikut merayakan Hari Ibu. Memberi penghormatan kedua ibu yang selama ini
mengantar mereka melalui masa-masa ini.
“Ok kami siap tuan segera
bergabung” jawab Yande. Kita diminta bergabung untuk perayaan kecil hari ibu
yang Cokde lakukan di Sushi Tea, Sunset Road. Ya kita harus segera menuju
Sunset Road. Mereka meluncur dan Nitami semakin erat memeluk pinggang Yande.
Mereka itu teman, sepasang kekasih yang memang serasi, perpaduan Yande yang
kalem, Nitami yang sedikit genit, dengan keeksotikan wajahnya yang mancung di
wajah yang tirus, tinggi semampai serta kulit ekso kecoklatan, serta rambut
panjangnya yang terurai terawat dengan baik. Perpaduan cewek tradisional dan modernisasi.
Setelah memarkir kendaraan
disamping bangunan Sushi Tea dan merapikan diri, sepasang kekasih ini menuju meja
yang sudah disebutkan Cokde pertelepon. Ternyata mereka belum sampai. Mungkin kita terlalu bersemangat kali Nit, kata Yande. Akh nggak apa-apa kita tunggu
saja mungkin mereka terjebak macet di simpang siur. Mereka tidak berani memesan
apapun terlebih dulu sebelum Cokde datang, karena menurutnya itu tidak sopan.
Yak lama berselang Kanjeng Mami,
Rani, Me Yan datang bersama Cokde, mereka datang semua berkebaya, walau itu
kebaya modern yang dipadu dengan bawahan rok panjang. Kanjeng Mami, Meyan dan
Rani terlihat anggun. Nitami segera
membuka jaketnya, dan tidak sadar dia juga memakai atasan semi kebaya, walau
dengan celana panjang. Mereka memberi salam kepada ibu-ibu yang super tersebut.
Setelah hidangan pesanan datang
dan terhidang di meja, Cokde hendak memulai dengan doa bersama, tapi Nikita
memohon ijin kepada hadirin.
“Maaf Tuan Muda, apa aku boleh
mengeluarkan sesuatu disini?”.
“Silahkan Nitami, apa itu, apa
persembahan untuk ibu-ibu super ini?.
“ Mudah-mudahan saja tuan”
Nitami mengeluarkan sebuah wadah
berupa bokor tertutup dari aluminium, menyerahkannya ke Cokde. Dan sementara
wadah itu diletakkan di atas meja. Ok kita sejenak memanjatkan doa untuk
ibu-ibu, dan calon ibu semua di hari ibu ini, semoga ajaran yang ibu berikan
akan selalu menjadi pedoman hidup kita bersama, Ayo berdoa bersama. Hening
sejenak………………………….
Selesai. Ya Nitami kamu buka
wadah ini biar kami saksikan bersama apa persembahan kamu dalam hari ibu ini.
Nitamipun clingak clinguk, membuka wadah tersebut.
“Ini titipan keluarha kami untuk,
kanjeng mami”
“Isinya tape ketan hitam dan uli
merah?”
“Ya aku bisa tebak Nitami, ini
pasti titipan dari Bu kelian ya?” tebak Kanjeng Mami. Terima kasi Nita kamu
telah membawakan aku sesuatu yang sudah lama kurindukan. Ayo kita nikmati
bersama.
“Hehehe stop dulu mam”, sela
Cokde. Kita harus berikan ucapan selamat
kepada para Ibu-ibu, dan calon ibu ini, baru memulai mencicipi hidangan.
Kanjeng mami sangat menikmati tape
ketan hitam dan uli merah yang dikirim oleh Bu kelian. Dia tahu bahwa Bu
Kelian, masih mengingatnya walau sudah beberapa tahun mereka tidak saling
bertemu, karena kesibukan Kanjeng Mami mengurusi bisnisnya, tidak pernah mampir
ke Bu Kelian, kalau lagi tetirah di Timan Adung.
“Salam ya sama Ibu, ternyata
dunia ini kecil Nitami. Ibumu sangat akrab dengan keluarga kami dari beliau
masih remaja” Kata Kanjeng Mami.
Kamu Nitami, persis sama senyummu
dengan ibumu, Mungkin itu yang membuat Yande tertarik padamu. Akh bukan Kanjeng
Mami, Nitami yang tertarik sama aku kok, ujar Yande tersipu. Ya kalian saling
tertarik satu sama lain karena kalian memang saling membutuhkan dan saling
perlu melengkapi
Tidak akan terjadi sampai pacaran
lama, kalau hanya salah satu saja yang tertarik, kaya magnit selalu harus ada
gaya tarik menarik.
Ne Cokde yang sudah melanglang
buana sampai di negeri Sakura bertahun tahun, menjadi dosen bertahun tahun
dengan mahasiswanya yang cantik cantik, berkelana kemana mana dengan hobinya,
toh akhirnya kepincut sama Rani, di Rumah Sakit di Papua sana. Mereka pun
tertawa berbarengan…hahahahaha.
“Mami memang bisa saja” celetuk
Cokde
Ayo masakan ini harus kita
habiskan, teruskan masukkan ke air rebusannya yang mau direbus, atau ke pembakarannya
yang mau di bakar, karena semuanya harus dihabisin, kata Kanjeng Mami. Mereka
bersama menikmati sekali senja itu, mereka dapat menyaksikan Sunset di barat,
dari teras lantai dua, Sushi Tea.
Senjapun berganti malam, kanjeng
mami dan Me Yan berdiri, memberikan hadiah kepada dua pasangan kekasih yang
mengingat mereka di hari Ibu ini, Kalian harus mereyakan kegembiraan kalian
yang baru lulus, yang baru dapat promoter, dan yang akan dikukuhkan jadii guru
besar, serta kemabli ke kampus, harus menikmatinya. Ternyata hadiah tersebut
berupa tiket dan voucher hotel di Surabaya dan Jogyakarta selama seminggu.
Yande dan Nitami kamu ikuti saja Cokde ikut liburan di dua kota itu, dan Mami
batalkan kunjungan kalian ke Malang.
Terima kasih Ibu, terima kasih
Kanjeng Mami.
Meyan hanya bisa menitikkan air
mata, terhadap anugerah yang diberikan Tuhan kepada anaknya, kepada tuannya.
Merekapun meninggalkan Sushi Tea, Yande dan Nitami kamu langsung ke Puri, dan
Cokde menemani Mami dan Meyan, menikmati
malam menyusuri kota. Yande dan Nitami meluncur dengan sepeda motornya
mensyukuri, hadiah yang diberikan kepadanya…….
Astungkara.
Puri Gading, akhir tahun 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar