“ROMO SANGAT DEMOKRATIS DAN RANIPUN
TERHARU”
Ternyata aku sempat tertidur pulas, karena kecapekan habis
melihat-lihat kemegahan Candi Perambanan, kami sempat menemani Cokde, Yande dan
Nitami melaksanakan persembahyangan disana memanjatkan doa untuk keselamatan
keluarga besarku, serta kelancaran karieku kepada Tuhan Yang Maha Esa. Capekku
rupanya terakumulasi setelah dua hari
sebelumnya kugunakan untuk menelusuri objek wisata belanja dan kuliner di
Surabaya. Yande dan Nitami kubiarkan mereka melihat-lihat pemandangan dan ikon
kota Surabaya, seperti melihat kemegahan jembatan Suramadu, menyaksikan perkebunan
tembakau dan melihat petani garam di Madura.
Akhirnya berlanjut ke kota Yogyakarta, baru setengah hari
berkeliling ke Candi Perambanan dan rumah dome anti gempabumi yang tidak jauh
dari lokasi candi, kamipun balik ke hotel. Cokde, sedang menerima tamu,
temannya sesame pecinta wisata petualangan geologi, dosen Universitas Pembangunan
Nasional (UPN), dan aku tertidur. Suara dering telepon gengggamku membangunkan
tidurku, kulihat jam ternyata sudah jam setengah lima sore. Kanjeng Mami
memberitakan bahwa Romo akan menerima
kami di Semarang, di Patra Jasa Candi. Karena beliau memang sedang merayakan
natal bersama anak-anak panti disana. Rupanya kebiasaan beliau secara selang
seling merayakan natal di berbagai kota masih sampai saat ini, Yang ku tahu
biasanya berpindah-pindah antara kota Batu Malang, Salatiga, Semarng atau di
Sang Timur Jakarta.
Aku sangat kangen dengan Romo, beliau yang menuntun
kehidupanku sehingga sampai bisa seperti saat ini, beliau sudah kuanggap
seperti orang tauaku. Berita Kanjeng Mami harus segera kusampaikan ke Cokde
sehingga besok sore aku sudah harus sampai di Semarang, serta merembugkannya
dengan Yande apakah mereka berdua akan ikut ke Semarang, apa meneruskan acara
di Yogya seperti rencana mereka semula. Cokde pasti membiarkan mereka di
Yogyakarta, serta menyelesaikan apa-apa rencana yang telah disusunnya
sebelumnya.
Suasana kota Semarang sudah berubah jauh setelah enam tahun
kutinggalkan ke Papua, kulihat dari ketinggian candi bagaimana padatnya kota,
serta jalan tol yang telah membelah Semarang, padat merayap dilalui kendaraan
berlalu lalang. Aku kangen dengan suasana kampusku, dimana aku menuntut ilmu
dengan sukacita, penuh keceriaan remaja. Kuteringat bagaimana aku menilai gaya
dosenku yang centil, atau aku menertawakan dalam hati gaya empat lima
dosen-dosen tua yang rasanya susah menerima pembaruan. Akh semua itu muncul
silih berganti dalam lamunanku sore itu, menunggu petang sambil menikmati
hidangan sore, di restoran Teras Hotel ini.
Cokde asyik dengan iPadnya, kulihat walau dalam suasana
perjalanan luar kota, ia tak lepas
memantau jalannya perusahaan, mengecak pesanan maupun pengiriman barang apakah
sudah dilaksanakan sesuai dengan SOP nya. Seorang Profesional menurutku,
sehinga telat menikah…. Lho kalau sudah menikah mana mungkin aku menjadi
calonnya,,,, hehehe,
Dia juga masih gamang dengan keputusannya untuk kembali ke
kampus. Ia takut kehilangan gaya, kehilangan wibawa, maupun kurang update dalam
pengetahuannya. Aku tetap menyemangatinya, dia pasti bisa, pasti akan disenangi
mahasiswanya. Dia meragukan dirinya karena sudah beberapa tahun terakhir sudah
jarang memberikan kuliah formal. Kusemangati, telah kukatakan bahwa dia tidak
pernah meninggalkan ke’guru’annya. Di masyarakat, di perusahaan, di daerah
penelitiannya dia tetap seorang guru. Karena sifatnya yang suka menjelaskan
sesuatu, baik itu masalah kesehatan, masalah geologi, ataupun masalah
kehidupan. Kalau masalah perusahaan dia dianggap guru oleh seluruh stafnya.
Karena mempunyai acara khusus berkala berbagi pengalaman, berbagi pengetahuan
secara berkala.
Seperti biasa, sore itu angin dari bawah bertiup menyusuri
lereng Candi, tempatku menginap membuat udara agak hangat, kuperhatikan memang
suasana natal dan tahun baru mewarnai seluruh dokorasi hotel. Terkadang kuperhatikan
dikejauhan petir menyambar, dalam gulungan awan hitam musim hujan ini. Pikirku,
Betapa indahnya keberagaman, pluralism dalam hatiku. Apakah aku juga akan
menjadi bagian keberagaman itu. Sebentar
lagi aku akan menjadi warga Puri Gading, tinggal menunggu restu Romo saja. Tapi
dalam keyakinanku Romo akan merestui, karena beliau itu seorang yang sangat
demokratis, dan sangat menhargai piilihan pribadi kami yang saudah dianggap
anak-anaknya. Namun aku perlu mengajak Gusde untuk langsung mendengarnya dari
beliau. Soal itu sudah lama ku tahu, aku sangat banyak mengenal konsep
keberagaman Romo.
Demikian pula pilihanku untuk melanjutkan ke Fakultas
Kedokteran, tidak beliau halangi. Walaupun Romo telah menyiapkan aku sebuah
tiket dan kesempatan untuk menempuh pendidikan sampai tingkat Doktor, dalam bidang
Fisika Inti di Jerman, sambil memperdalam Theologi disana. Beliau mengharapkan
aku mengikuti jejek beliau menjadi seorang Doktor Fisika dan seorang Doktor Theologi.
Akhirnya temanku sepanti Handiaka Putra yang menerima kesempatab itu. Ku dengar
tidak lama lagi dia akan kembali dengan dua gelar doktornya, karena dia
diperpanjang waktu di luarnegerinya , dia menerima adanya kesempatan post
doktoralnya di Swiss.
BBM masuk ke Handphoneku, Nitami mengirim fotonya dengan
Yande yang sedang berada di pelataran Borobudur. Kuharap mereka menikmatinya.
Meraka adalah orang-orang kepercayaan keluarga yang telah teruji dedikasi dan
loyalitasnya. Tak lama kemudian sms Meyan, juga masuk menanyakan bahwa, apa
kami telah bertemu Kanjeng Mami?. Wah aku baru tahu kalau Kanjeng Mami ada Di
Semarang, jangan-jangan ini sudah diatur Kanjeng Mami dengan persetujuan Romo.
Dalam kesendirianku, karena Cokde masih mandi dan
bersiap-siap ganti pakaian di kamarnya, untuk segera bergabung tiba-tiba saja,
beberapa langkah kaki-kaki kecil menghampiriku, langsung menyanyikan lagu
Selamat Ulang Tahun. Airmataku tak dapat kubendung, tak terasa jatuh berderai,
aku sudah lama tak merasakan suasana ini. Aku teringat suatu masa, dan aku
ucapkan terima kasih ke semua adik-adik panti yang hadir, ku memberikan salam,
dan mendapat pelukan hangat dari Romo, bak pelukan hangat seorang ayah.
Demikian juga dengan Kanjeng mami yang sudah ikut bergabung dalam rombongan
ini. Aku mendapat salam dan ucapan selamat, dan mendapatkan sebuah pelukan
seorang ibu, yang memang sudah lama sekali kurindukan. Suster Ana seorang
biarawati yang selalu setia mendampingi anak-anak panti, juga aku tak lupa
wajahnya, ku datangi dan kutabrak langsung, tangisku tak dapat kubendung lagi.
Perayaan Ulang Tahun kami anak-anak panti, memang dirayakan
selalu bersama menjelang Hari Natal, karena hampir semua dari kami tak
diketahui dengan pasti hari kelahirannya, kecuali memang yang diserahkan secara
resmi dengan surat-surat resmi. AKhirnya Romo mengajak aku ke sebuah ruang
pertemuan di hotel yang sudah dipersiapkan rupanya untuk perayaan Natal bersama
dengan anak-anak panti. Keceriaan kulihat di wajah anak-anak panti, mereka
sangat berbahagia dapat merrayakan Ulang Tahun bersama, serta merayakan Natal
sekaligus pada hari itu.
Kami, Kanjeng Mami, Cokde merupakan tamu khusus mereka.
Menjadi bagian perayaan natal tersebut. Tak terasa sudah hampir satu setangah
jam perayaan itu kami laksanakan bersama, di akhiri dengan makan-makan bersama
makanan yang telah dipersiapkan pihak hotel, di meja-meja yang telah
dipersiapkan. Dihiasi hiasan natal.
Meraka kembali dengan bus yang teah dipersiapkan dikawal oleh
Suster Ana, kami kembali ke hotel, masuk kembali ke ruangan Diana perayaan
natal tadi dilakukan. Romo memberikan petuah kepada kami . Tidak ku duga
rupanya Kanjeng Mami sudah banyak berbincang dengan beliau tentang rencana
kami. Seperti dua calon besan yang merencanakan pernikahan anak-anak mereka.
Kalau soal negosiasi Kanjeng Mami kudengar sangat piawai, dan sangat menjunjung
tinggi sopan santun. Mungkin karena latar belakang keluarga Kanjeng mami yang
ningrat di Yogyakarta, atau memang karena latar belakang keluarga Puri Gading
yang memang masih sangat dihormati di kampong, apalagi di kampong asal Cokde di
Tabanan. Mungkin juga karena pengalaman bisnis Kanjeng mami memang selalu
mengedepankan komunikasi untuk mempengaruhi para pelanggan atau calon
pelanggannya. Ya gabungan dari itu semuanya membentuk akulturisasi budaya.Akh aku
harus banyak belajar bila sudah menjadi bagian keluarga ini.
Cokde memohon ijin ke Romo, untuk mempersunting aku. Romo
seperti dugaanku, sangat menyetujui rencana ini bahkan merencanakan akan datang
dalam resepsi tersebut, dan sudah sepakat dengan Kanjeng Mami untuk
melaksanakan resepsi pernikahan di tempat yang akan dipilih Romo, mewakili
orang tua kami. Resepsi tiu dilakukan setelah upacara yang di gelar di Bali.
Romo malah menyerahkan sepenuhnya keputusan itu pada diriku,
beliau sudah lama mengharapkan aku memutuskan untuk menikah. Justru beliau
mengkhawatirkan aku, jangan sampai terlalu focus dalam karier, dan melupakan
kodrat sebagai seorang perempuan yang mempunyai tugas melahirkan anak-anaknya.
Air mataku kembali berderai, sambil kusalami dan cium tangan Romo.
Romopun menjelaskan, dan meminta aku tidak menangis, dan
mendengarkan apa yang beliau katakan dan rupanya beliau sudah sepakati siang
tadi dalam pembicaraan dengan Kanjeng Mami. Rupanya Kanjeng Mami mau ikut
menjadi Dewan Penyantun, Panti dimana aku dibesarkan dulu, dengan menyisihkan
sebagian CSR , Tanggung jawab social perusahan. Romo menyambutnya dengan tangan
terbuka. Kanjeng Mami mengatasnamakan namaku sebagai Dewan Penyantun. Suatu
berkah bagi kami penghuni dan mantan penghuni panti. Sungguh Sangat Besar
Anugerah Tuhan.
Sungguh bahagia hatiku hari ini. Untuk merayakannya kumohon
Romo berkenan mencicipi anggur yang kupesan, khusus untuk merayakannya. Kamipun
bersulang untuk merayakan kebahagiaan keluarga kami. Heee salah calon keluarga
kami, karena aku sudah merasa sudah bagian dari keluarga Cokde, terlalu GeeR
ya. Kanjeng Mami menyampaikan rasa
terima kasih atas pengertian, persetujuan maupun restu Romo, terhadap rencana
beliau, yang akan mengambil mantu aku, untuk putra tunggalnya Cokde, yang sudah
lama diharapkan untuk berkeluarga. Mari
kita bersulang Romo, Kanjeng Mami, Cokde, ……Kampaeeeee Kampaeee.
Cokdepun menyampaikan terima kasih dan rasa hormatnya kepada
Romo, dan mengharapkan Romo tetap berkenan membimbing nantinya kalau kami sudah
menjalin sebuah ikatan perkawinan, dan menjadi bagiandari Keluarga Puri Gading.
Malam itu kurasakan malam yang sangat membahagiakanku, kenapa
tidak. Malam itu aku sempat bersama merayakan Ulang tahun dengan anak-anak sepanti,
merayakan Natal bersama anak-anak panti yang sangat ceria malam itu, aku
memperoleh restu langsung dari Romo, dan disaksikan oleh calon suami dan calon
mertuaku. Romo juga sudah tahu rencanaku meneruskan studi, yang langsung
disarankan untuk ambil program Doktor, Romo pun kulihat sangat bahagia malam
itu.
Kami antarkan Romo sampai di kendarannnya. Beliau tidak mau kalau kami antar sampai ke
tempat beliau menginap kalau sedang berada di Semarang. Hanya beliau berpesan
jangan lupa menyampaikan undangan saat calon suamiku dikukuhkan menjadi Guru
Besar. Rupanya Kanjeng Mami pun telah menyampaikan berita baik itu. Memang kata
orang kabar baik harus disebarkan, kebahagiaan harus segera dibagikan. Hahaha
aku berusaha berfikir bijak.
Kami, aku Kanjeng Mami dan Cokde kembali ke tempat kami
menunggu sore tadi ke Teras Restoran.
Kanjeng Mami memesan bandrek, aku dan Cokde pesan skoteng, dengan disertai masing-masing
pisang keju panggang. Kelihatannya semua ingin minuman traditional penghangat
badan di malam hari.
Malam terasa sangat cepat larut, Kanjeng Mami setelah
menikmati bandreks dan pisang panggangnya langsung kembali Beliau memang sangat
disiplin dengan waktu, kapan harus istirahat, kapan harus beraktifitas. Beliau
akan kembali besok pagi dengan pesawat paling pagi langsung Semarang-Denpasar,
sehingga beliau memilih hotel yang dekat dengan bandara. Disiplin itu lagi perlu kucontoh dari beliau. Memang hidup ini
sebuah sekolahan rupanya.
Kanjeng Mami pagi tiu telah terbang pagi-pagi sekali ke Bali,
karena telah ada janji bisnis menunggunya . Kami menikmati pagi Semarang,
berjalan-jalan menyusuri kampusku bersama Sopir kendaraan yang ku carter di
Yogyakarta dari kemarin. Pak sopirpun kelihatan sudah sangat akrab dengan
jalan-jalan di Semarang, sehingga perjalananku bernostalgia, setelah eman tahun
ku pergi ke Papua. Cokde dengan bijak hanya mengiyakan semua perkataannku saat
menceritakan satu demi satu kenanganku. Ataukah dia telah bosan mendengarkan
ceritaku.
Kuperhatikan rupanya dia serius menikmati perjalanan pagi
hingga siang itu. Pak sopir meminggirkan kendarannya ternayta kami sempat
ketiduran di mobil, mobil berhenti untuk menikmati makan siang di sebuah rest
area di Secang Magelang. Kuilih makanan tradisional jawa kali ini, kami bertiga
menikmatinya dan sangat menikmati makan siang itu. Pak Sopir kami juga
kelihatan sangat menikmati, tongseng dan tengkleng yang aku pilihkan. Walau
mejanya terpisah dengan kami, sempat kuintip Pak Sopir sangat menikmati makanan
yang ku pesankan.
Aku tak lama berhenti, katena malam nya aku akan terbang
kembali ke Denpasar dari Maguwo. Yande dan Nitami kuharap menikmati perjalanan
mereka di Yogyakarta. Di daerah Borobudur, Cokde mengajak berhenti sejenak.
Rupanya dia tertarik dengan patung-patung Budha yang dipajang berjejer di
pinggir jalan. Jiwa seninya bangkit saat melihat benda-benda hasil kerajinan,
yang dipadu dengan hasil proses geologi dalam pembentukan batuannya. Sepeti
biasa Cokde sepanjang perjalanan menjelaskan proses geologi batuan serta,
mengkritisi hasil seni patung masyarakat Borobudur tersebut. Sebagian besar
karya seninya berupa patung Sang Budha, Stupa dan replica Borobudur.
Cokde berjanji akan kembali negosiasi bisnis dengan para
pengrajin itu. Aku tak bayangkan bagaimana kesibukan beliau saat telah kembali
ke kampus, apa masih sempat untuk mengurus benda kerajinan. Rupanya keraguanku
dia jawab. Memang akan sangat padat kegiatanku, tapi untuk urusan bisnis bisa
kuwakilkan kepada yande atau Nitami, aku akan mengarahkannya saja. Termasuk
kuharapkan melalui proses alamiah Rani juga akan mengerti seni, dan karya seni.
Katanya. Mudah-mudahan aku bisa mngimbangi multi talentanya.
Tiba di hotel Pak Sopir, ku suruh istirahat dan menunggu
sampai nanti malam mengantar kami ke bandara, penerbangan kami jam 19 00, masih
ada waktu kataku. Yande dan Nitami sudah
rapi mempersiapkan barang barangnya beserta barang-barang kami, mereka sudah
memakai kaos Dagadu, dan Yogya kampoeng Loecoe.
Seperti biasa kami bersama kumpul di restoran Hotel, sambil
minum sore, Cokde menerima laporan dari yande, serta mengadakan cek list
apa-apa yang ditugaskan sebelum kami berangkat ke Semarang. Rupanya Yande
memang asisten yang sangat tahu kemauan boss nya, karena setelah semua laporan
dan pengecekan dilakukan. Cokde mengangkat ke dua jempolnya ke Yande dan Nitami,
yang aku tahu persis itu menandakan Cokde puas dan menerima hasil ekrja mereka.
Kami tak mandi sore, karena berencana nanti setelah di
Denpasar baru mandi, kupanggil So[ir untuk ke Lobbi Hotel. Semua barang
dimasukkan kamipun pergi ke Maguo, terus dengan pesawat Garuda, langsung ke
Denpasar malam itu pula. Pesawatnya agak delay sedikit kali ini, mungkin karena
musim hujan yang menganggu ketepatan penerbangan.
POndok Betung, 28 Desember 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar