“SEMUA BERJALAN
SEPERTI TAK TERDUGA”
Dari pagi , sudah hampir satu jam
dua sahabat itu berdebat sangat seru, terkadang diiringi deraian tawa, sampai
tertawa terbahak-bahak, aku menjadi tidak enak hati kalau masuk ke ruangan Pak
Dekan, padahal aku ingin sekali melihat dari dekat wajah dosen idolaku
sepuluh tahun lalu. Pada saat aku
mengambil mata kuliah mikrobiologi.
Sepintas waktu beliau datang, kulihat wajahnya masih seperti dulu, hanya
saja lebih gondrong, dan brewokan tipis, menghiasi samping mukanya.
Pakaiannya sama seperti dulu,
suka memakai pakaian formal tapi tanpa dasi, sepatunya ber merk, kalau tak
salah masih pilihannya sepatu merk ’Jeep’, lebih sering beliau memilih warna
sepatu coklat, kulit jeruk. Ku
perhatikan benar, hampir dosen lainnya tidak ada yang memakainya. Aku hafal kemejanya
sering memakai kemeja coklat muda, abu-abu atau putihmutiara dengan celana
drill coklat susu, atau biru muda. Cokde
memang dosen favorit idaman para mahasiswi. Rambutnya masih gondrong tersisir
rapi. Kontas antara hitam rambut dengan putih kulitnya.
Sangat beruntung wanita yang
dipersuntingnya, orangnya ganteng, pinter dan kelihatannya sangat tajir, ditambah pasiennya yang sangat ramai
ditempat prakter. Mahsiswa menyukai tidak saja karena kegantengannya juga karena tidak pelit nilai. Aku sampai
melamun tentang dia jauh sekali melampaui lamunanku ke era sepuluhan tahun
lalu. Walau aku sudah punya dua putra,
aku masih normal kok tertarik ya sama beliau. Aku sebenarnya ingin ikut nimbrung
ngobrol, kok Pak Dekan, tidak memanggil manggilku untuk bergabung padahal aku
mengharapkan, dan sudah siap dengan ipad, note dan pulpel. Siapa tahu aku
dipanggil ikut gabung seperti kalau menrima tamu lainnya. Kata anak muda
sekarang ngarep.com.
Dalam lamunanku yang melayang layang.
Aku tersentak dengan panggilan Pak Dekan, menyuruh masuk.
“Siwi, tolong masuk”
“Siap Pak,
kami datang”
“Kenalkan ini
sekretarisku, Ibu Siwi”
“Cokde,
selamat pagi Bu Siwi”
“Selamat Pagi
Prof”
Ternyata Siwi sudah tahu rupanya
kalau Cokde telah lama turun Guru Besarnya. Cokde pun tersipu malu, dan
berfikir kok dia tahu ya.
“Ibu tahu ya dengan masalah Guru
Besar ku”
“Tahu Prof, kan saya yang
menyiapkan untuk pemanggilan Bapak”
“Saya ini dulu, murid Prof, yang
bersama mahasiswi lain ikut mengidolakan Prof, saya pernah diajar mikrobiologi
sepuluh tahun an yang lalu, saya mendapat nilai B”
“Ternyata kamu Cokde, masih banyak mempunyai penggemar, di Fakultas ini,
bahkan banyak yang patah hati termasuk Bu dr. Siwi ini” sambung Pak Dekan.
Obrolanpun kembali kemasalah
pokok, pembicaraan diambil alih Pak Dekan. Cokde sudah bersedia dirayu Pak
Dekan untuk kembali ke kampus, sehingga membawa implikasi kekuatan Fakultas
Kedokteran akan semakin bertambah. Dan Dokter Rani proposalnya diterima dan sudah
bisa dilanjutkan ke penelitian, dengan terlebih dahulu berdiskusi tentang
matakuliah dan materi apa yang perlu dia perdalam, tolong di catat Bu Siwi,
buatkan aku janji dengan Rani. Nomor teleponnya kan ada, kamu bisa sms tapi
tetap dibuatkan surat resmi dan diserahkan pada saat yang bersangkutan datang.
Demikian Pak Dekan mengingatkan Bu Siwi. Demikian pula proses administrasinya
tolong Bu Siwi, selesaikan termasuk apa yang harus Rani lengkapi.
Masalah pengukuhan akan segera
kita lakukan bersama Guru Besar lainnya, kita usulkan ke Rektor agar segera
bisa dilaksanakan, tetapi menurutku, karena sobatku ini, Cokde sudah lama tak
turun gunung, rasanya dia akan membawakan pidato pengukuhan yang cukup panjang
dan ilmiah sekali, sehingga akan lebih baik kalau pengukuhannya tersendiri.
“Pokoknya aku ngikut saja Pak
Dekan” kata Cokde. Sendirian tak apa-apa, bersama-sama dengan yang lain taka
pa-apa juga. Tetapi aku minta waktu untuk mempersiapkan pidato pengukuhanku
seperti yang sudah kita sepakati tadi judulnya. Masalah baru dan yang relevan
dengan kepakaran Guru Besarku. Bila perlu akan kukaitkan dengan proposalnya
Rani, sehingga akan menjadi gayung bersambut antara kepakaranku dengan topic
yang ia teliti.
“Ok aku setuju, dengan waktu
paling lama dua minggu membuat pidato pengukuhan tersebut”
“Setuju Prof, akan kupersiapkan
bila perlu aku minta bantuan Siwi untuk setting format yang lazim digunakan
disini, karena aku lupa karena terbiasa dengan format Jepang, yang seminarnya
banyak aku ikuti belakangan ini”.
“Siwi siap membantu Prof Cokde”
“Hehehe jangan nak’e memanggil
Prof Cokde dulu, kan belum pengukuhan”
“Akh itu kan cuma proforma dan ceremonial
saja” jawab Siwi.
“Ok Cok. Kami, saya dan Siwi akan
menyebutmu dari sekarang dengan Prof Cokde” kata Pak Dekan. “Setuju saja, kalau
memang boleh”.
Dan merekapun tertawa
bertiga…Hahahahahahhaah
Setelah melihat cangkir minum
telah kosong Siwi, pamit keluar dengan hati berbunga-bunga telah dapat menatap
dari dekat dosen idolanya, setelah sepuluh tahun tak jumpa. Dia menyiapkan
sekali lagi kopi susu, karena tadi pagi yang disiapkannya hanya teh manis, dan
kue-kue tradisional, yang disiapkan petugas rumah tangga kesekretariatan Dekan.
Rani berbunga-bunga hatinya, dan berguman “ akh berdosa aku memikirkan lelaki
lain, karena aku sudah berkeluarga”, Nggak juga bukankah ini hanya sebuah
nostalgia saja. Biarlah dosa dikit- dikit tak apa. Bukankan semua kita ini
berdosa, hanya kadarnya saja berbeda beda, tetapi tetap satu juga dosa namanya,
guman Siwi:
Pak Dekan sambil becanda mengingatkan
karibnya, Cokde untuk segera meresmikan hubungannya dengan Rani, seperti yang
diceritakan Kanjeng Mami, kepada Pak Dekan.
Cokde kamu sebenarnya terlambat berumah tangga, “segeralah resmikan
hubungan kalian”. Menurut Code kita harus step by step, langkah demi langkah,
mereka pertama akan menerima tawaran kembali ke kampus, karena sebenarnya Cokde
belum pernah dikeluarkan, gajinyapun masih dikirim kerekeningnya tiap bulan.
Rupanya fihak rektorat dan fakultas melakukan itu, karena tahu Cokde, masih merupakan
hiden konsultan mahasiswa dan laboratorium mikrobiologi.
Meraka sangat sering membawakan
hasil penelitian mereka bersama di fora internasional, maupun mengadakan hiden
konsultasi melalui internet, maupun datang langsung ke kantor Cokde yang ada disetiap
cabang usahanya. Bisa do Sibetan di Pabrik Wine, Di Bantiran sambil ngontrol
Kopi Luwak, atau di Spa Bukit Kapur di daerah yang sangat dekat dengan kampus.
Sebagai bukti kegiatan Cokde itu,
walaupun disembunyikan, tetap akan berbunya dan menjadi bukti otentik
penelitian, pada sertifikat seminar, symposium mahasiswa maupun laboratorium
yang dilampirkan dosen atau peneliti lain saat menilai angka kresit. Memang
Cokde tidak bisa sembunyi sembunyi rupanya, semua kegiatannya meninggalkan
jejak. Hanya kegiatan mengembangkan usaha keluarga rupanya yang tak banyak
tahu, karena masih ada Kanjeng Mami, yang cukup terkenal di Kadin Bali, dan
sudah terlanjur di cap sebagai pengusaha sukses, sejak suaminya masih ada.
Cokde merupakan penggemar
traveling, geologi, penggemar seni tadisional, sudah banyak diketahui seniman,
dengan seringnya beliau melakukan pameran di gallery seninya. Bahkan sebuah
bukunya tentang hubungan seni dengan geomorphologi daerah sudah siap cetak.
Kalau buku kedokterannya masih banyak dirujuk adalah disertasi hasil penelitian
beliau yang di buat dalam format buku, diterbitkan oleh Universitas Kyoto.
Kedua Cokde harus mempersiapkan
diri untuk menjadi dosen, serta mempersiapkan pernikaahannya dengan Rani, yang
sudah berhasil untuk melanjutkan studi di Bali. Kemudian harus menyiapkan
penggantinya untuk memperkuat manajemen perusahan yang akan ditinggalkan ke
kampus, ke rumah sakit, ke laboratorium maupun memenuhi tuntutan pasien-pasien
setia Cokde yang mengharapkan dia praktek lagi.
Tak terasa waktu telah siang,
Cokde pamitan dengan Pak Dekan. Sambil
becanda Pak Dekan berbisik ke Cokde, “Bagaimana kopinya Siwi, enak kan”.
“Iya Siwi memang pawai bikin
kopi, susunya hangat , tapi kekentalan”
“Akh kamu bisa saja Cokde”
Meraka bertiga, Pak Dekan, Cokde
dan Bu Siwi saling bersalaman, dan Bu Siwi berjanji akan segera memproses semua
adminiatrasi yang terkait dengan proses pengukuhan maupun dengan proses studi
Rani, maupun penunjukan promoter dan Co promotornya.
Dalam pikiran Cokde, berkecamuk
berbagai masalah antara senang, dan kekhawatiran muncul silih berganti, Untung
saja Yande yang memegang stir kendaraan siang itu. Mereka berdua membelah siang
yang tidak begitu panas, menyusuri jalan By Pass Ngurah Rai, meluncur dari
Kampus. Yande kita pergi ke Starbuck Bandara, aku mau ketemu pacarmu Yande,
kata Cokde. “Seperti yang kita rencanakan tadi pagi. Dia ada kan. Apa sudah
kamu membuat janji dengan dia seiang ini?”.
“Siap Tuan”. Tapi kamu setir
perlahan saja, kita memutar dulu ke Nusa Dua.
Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Dekat lapangan Golf Nusa Dua mobil
disuruh berhenti oleh Cokde. Meraka berbincang dibawah pepohonan rindang. Dibertahukan Cokde, Yande akan menggantikan
atau membackupnya dalam mengelola perusahaan, karena aku mau kembali ke kampus.
Tetapi saat akhir pekan aku akan tetap ikut turun tangan, tapi tidak selalu. Ku
coba hubungi Intan dan Ratih apa dia bersedia pulang.
Saat ada demo di Pabrik, kulihat
apa yang Yande kerjakan merupakan sebuah keputusan yang tepat, menggunakan cara
persuasive. Sehingga aku tak ragu akan mengangkatnya membackup aku di beberapa
perusahan. Mami kelihatannya juga setuju dengan keputusan ini.
“Kapan kamu wisuda Yande”
“Kan Sudah Tuan, Kanjeng Mami
saat itu dengan Meyan, hadir pada saat Wisuda”
“Terima kasih Tuan, karena
Kanjeng Mami juga telah bersedia menjadi penguji kami”
“Wah pertanyaannya sangat
aplikatif sekali, sehingga kami yang diujinya menjadi kelabakan, tak nyangka
akan ditanya demikian”
“Ya Aku lupa Yande sudah Wisuda. Ujian
memang begitu, kita harus dapat mengantisipasi semua pertanyaan, yang mungkin
saja muncul di luar dugaan kita. Kanjeng Mami kan seorang praktisi, Kanjeng
Mami dapat Doktor nya dan Doktor kehormatan, walau beliau tak pernah Kuliah
Formal”
“Memang hebat beliau, penguji
lain dan pembimbing kami pun kagum dengan pertanyaan pertanyaan beliau. Bahkan
Kanjeng Mami ditawari untuk memberikan Orasi Ilmiah, Pidato Bisnis, saat Dies
Natalis Universitas kami tahun ini:
“Wah sungguh hebat beliau ya
Yande, kamu dorong saja biar kanjeng Mami bersedia, nanti kamu atau kubantu
menyusunkan pidato beliau, kamu dengarkan dulu apa-apa yang beliau ceritakan
belakangan ini, coba rangkum dalam suatu pidato. Mungkin masalah bisnis terkait
WTO yang baru mengadakan summit di Nusa Dua baru-baru ini”.
“Kalau itu memang perintah kepada
saya. Saya siap melaksanakan, dengan permohonan jangan kami langsung di lepas
Tuan”. Saya hanya meniru apa-apa yang saya lihat dengan kebijakan Tuan maupun
kebijakan Kanjeng Mami itulah yang saya lakukan”. Dalam berbisnis saya ini
plagiator, yang saya idolakan Tuan dan Kanjeng Mami.
Cokde sangat senang mendengarkan
pendapat Yande yang sudah mau mengurungkan niatnya untuk bekerja dengan orang
lain, diperusahaan lain dimana ia melakukan PKL dulu. Dia dapat memetik
pengalaman saat PKL dan mengawinkannya dengan kebijakan perusahaan keluarga
kami, sehingga ilmu dan pengalamannya menjadi lebih berwarna.
Mobil itu meninggalkan rerimbunan
pepohonan pinggiran Lapangan Golf menuju Bandara. Tujuan utama Cokde sebenarnya
ingin bertemu dengan pacarnya Yande, untuk meminta waktu berbicara untuk
melakukan pembicaraan serius. Tentu pembicaraan tentang maksud Cokde akan
segera meminangkan Yande, setelah pengukuhan, dan acara perkawinan Cokde dengan
Rani. Meyan sudah setuju dengan rencana ini, Cokde sudah pernah
membicarakannya.
“Mereka duduk dimeja yang sudah
dipesan, sebelumnya oleh Yande”.
“Dua kopi latte, dengan snack
sandwich tuna masing-masing dua potong, keduanya meneruskan berbincang”
Mereka ditemani pacarnya Yande
yang sebelumnya sudah disuruh minta ijin untuk menemani karena ada uruasan
keluarga yang perlu dibicarakan. Sang Pacar Yande pun telah berganti kostum
agar tidak kelihatan sedang kerja. Yande hanya diam saja, lebih banyak Cokde
mengungkapkan keinginan beliau untuk segera meminangkan Yande, sehingga meminta
untuk melaporkan ke Keluarga, tentang kapan kesiapannya menerima datang.
Mereka sepakat, Yande dan Sang
Pacarpun tak menyangka akan secepat itu mereka akan diperesmikan menjadi
sepasang suami istri. Ia berjanji akhir pecan ini akan pulang ke kampung
menyambapikan berita baik ini, kepada keluarga disana. Apalagi sekolah keduanya
sama sama sudah kelar, Yande dengan Sarjana Ekonomi Manajeman, dan pacarnya
sebagai Sarjana Ekonomi Akuntansi.
Sungguh pinter Cokde menyiapkan kader-kadernya. Meraka sekolah pada
sekloah yang berbeda, sehingga tidak bersamaan wisudanya.
Yande menyelesaikan bill
pembayaran dan Cokde sempat ngobrol berdua dengan Sang Pacar Yande.
Menyampaikan beberapa harapan dan pekerjaan yang akan dipercayakan kepada
mereka.
“Terima kasih Tuan, Tuan telah
memperhatikan kami” ucap pacarnya Yande.
“Sudah kamu tak usah berlebihan
Luh, semuanya itu sudah ada yang mengatur, saya kan hanya menyampaikannya saja,
sudah jangan lupa ya Salam Untuk Kedua Orang Tua dan keluarga di Kampung”.
“Inggih Matur Suksema, terima
kasih”
Cokde dan Yande dengan mobilnya
secara perlahan meninggalkan parkiran bandara, diiringi lambaian tangan Sang
Pacarnya Yande. Hati Luh berbunga-bunga, tak manyangka surat lamaran yang dia
siapkan akan dikirimkan ke perusahaan-perusahaan setelah Wisuda, ternyata
sia-sia. Tuan Muda telah menyiapkan pekerjaan kepadanya. Semua kebaikan hati
beliau akan kami balas dengan kerja keras. Terima kasih Tuhan uangkap Iluh,
“Engkau Maha Adil, Engkau Selalu Datang
Saat Kami membutuhkannya”.
Mobil merka telah keluar bandara
melanjutkan acara hariannya, I Luh pun kembali ke pekerjaannya dengan kembali
menganti pakaian, dengan seragam waitressnya. Memang cantik dia, tak salah
kalau Yande memilihnya.
-----------------------------------------------------Pondok
Betung, 10 Desember 2013=========
Tidak ada komentar:
Posting Komentar