“PULANG KEMBALINYA LUNA KU”
sumber www.google.com |
Kubaca semua krans ucapan hampir
senada bunyinya selamat aras dibukanya biro konsultasi psikologi PsikaLuna. Aku
merasa aku mendapat kehormatan atas undangan ini. Aku masuk kedalam kerumunan
tamu, tiba-tiba protocol memulai acara peresmian, dan memanggil namaku untuk
maju ke depan. Aku diperkenalkan kepada semua undangan, sebagai putri bungsu
Pak Sobar, bapakku yang sangat aku sayangi. Mereka memperkanalkan aku sebagai
pemilik Biro Konsultasi ini.
Aku menahan perasaan yang
berkecamuk di dalam hatiku, dan terus encoba tegar sampai aku disuruh
memberikan sepatah dua patah kata. Aku sampaikan bahwa ini suatu acara yang
sangat surprise bagiku, yang sebelumnya yak pernah aku tahu, sebagai hadiah aku
kembali bertugas di kotaku, setelah hampir delapan tahun aku tinggalkan kota
ini, untuk menuntuk studi sampai magister, dan mencoba meniti karier sebagai
pegawai negeri sipail, tenaga dosen di kampusku.
Aku yakin pasti semuanya campur
tangan bapak dalam mengatur perpindahanku kembali, termasuk menjadi pengajar
dan meneruskan pendidikan doktorku di universitas yang ada di kota ku. Terima
kasih Bapakku, seorang yang sangat menghargai pilihan anaknya, termasuk aku
satu-satunya anak putrid beliau yang dibiarkan saja menuntut ilmu jauh dari
mereka termasuk meniti karier sebagai PNS, lain dengan dua abang-abangku.
Abangku yang sulung Luyana, seorang seniman lukis yang menikah dengan seorang
peneliti antropologi Aussi –Australia-, dan masih aktip di Monash University.
Mereka hidup rukun sampai saat ini, dengan dua anak-anaknya, yang sudah
menanjak remaja, seorang keponakanku sekarang ikut ayah dan ibuku di kota ini.
Mereka sangat berbahagia dengan pilihannya.
Abangku ke dua Deloda, seorang professional
perhotelan kerjanya selalu pindah-pindah. Dua tahun di Perancis, dua tahun di
Mesir dan seterusnya…. Terakhir aku mendapat kiriman hadiah Ulang Tahun dari abangku
dikirim dari New Zealand, dia menjadi salah satu manajer, cain Hilton disana.
Abangku ini menikah dengan seorang dara Prancis, mereka membuatku iri, mereka
sangat romantis dalam kehidupan sehari harinya. Kuperhatikan mereka seakan
pacara terus sepanjang kehidupan berkeluargaku. Namun kelihatannya mereka lebih
senang hidpu merdeka, mereka hanya memeiliki anak tunggap seorang putrid, yang
kini ditinggal bersama kedua orang tuaku.
Aku bersyukur memililki keluarga
seorang yang pluralis, walau keluargaku merupakan keluarga yang disiplin dan
mendisiplinkan semua anggota keluarga untuk mengutamakan kewajiban agama,
dimanapun berada.
Dalam sambutan ayah, terlihat
bagai mana beliau sangat memujiku, dan tersersit harapan aku dapat memberikan
setitik kebaikan didalam terpuruk dan terdegradasinya moral kaum remaja. Beliau
mengucapkan terima kasihnya kepada banyak pihak, yang menyadarkan aku bahwa
acara ini sebenarnya sudah beliau persiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Padahal
aku secara resmi baru kembali ke kotaku dua bulan lalu.
Setelah semua acara berlangsung
dengan penuh kegembiraan, para tetamu dijamu catering special cain Hilton Bali
yang merupakan fasilitas yang memang
dapat diambil abangku, sebagai karyawan tetap Hilton selama ini, satu persatu
mereka pamitan dan bersalaman dengan keluargaku, Ayah, Ibu dan Aku. Terakhir
salam yang istimewa aku dapaykan dari seorang muridku Rano, ya Rano Sianturai yang
dalam beberapa minggu ini sudah menjadi pasienku. Dia mengalami guncangan jiwa,
dan agak terlambat kuliahnya sampai memasuki tahun kelima belum juga selesai.
Dia memberikan salam dan mau memberikan ………istimewa, dengan halus kualihkan
mukaku, sehingga dia tidak berhasil mendaratkan ciumannya dipipiku.
Dia ditinggal pacarnya menikah,
karena alasan keluarga pacarnya tidak mau mempunyai mantu seorang pembalap, dan
Rano tak bisa menerima alasan itu. Diapun menjadi kecewa dan mengorbankan
sekolahnya. Padahal aku lihat sebelum kejadian tersebut Indek Prestasinya
termasuk lumayan, dua koma delapanm Sembilan. Dia mahasiswa Teknik Sipil.
Kukenalkan dia kepada kedua orang tuaku. Rano menemaniku, untuk berkeliling
melihat-lihat kantor Biro ku, PsikaLuna. Nama yang bagus Bu Luna kata Rino.
Rino memperhatikan lukiasan
dekorasi yang sudah terpajang pada setiap ruangan. Diapun berkomentar “Rasanya
aku kenal pelukisnya ini Bu Luna”. Aku tak tahu semuanya sudah di persiapkan
oleh ayahku. Aku memang tidak begitu perhatian terhadap lukisan. “Ini lukisan
bergata Luyana, dia dosen Nirmana Datarku dulu”. “Mungkin juga, karena dia
abangku, mungkin dia sumbang beberapa lukisan”.
Setalah melihat-lihat krans bunga
yang dikirim para relasi ayahku, aku terkejut melihat satu kran, yang
bertuliskan ucapan sama, hanya dibedakan oleh kembang hiasannya. Semua kembang
yang digunakan membuatnya adalah bunga mawar pink. Kok dia tahu ya kesukaanku
bunga mawar pink tanyaku dalam hati. “memang kenapa bu?” tanya Rino. “Akh nggak
apa-apa, ibu hanya heran kok dia tahu ya selera ibu”. Akh mungkin suatu
kebetulan saja. Kuperhatikan dan car-cari pengirimnya, ternyata ada semburat
tulisan yang muncul dari gradasi warnanya Rino. Akh aku tahu Rino pasti
mengirimnya. Hampir-hampir aku tak dapat menahan diri, kupeluk dia dan ucapkan
terima kasih Rino. Untung saja aku dapat mengendalikan diri agar aku, tetap
dapat memposisikan diriku sebagai konsultan maupun dosennya.
Aku bergabung dengan ayah dan
ibuku di meja makan, kuperkenalkan Reno kepada ayahku, mereka kelihatannya
s\sangat welcome, dan asyik saja ngobrol dan sangat nyambung. “Om Sobar apa aku
boleh bantu menata kembali dekor kantor Bu Luna, aku ada beberapa lukisan hasil
proyekku saat mengikuti mata kuliah nirmala datar” “Boleh, silahkan saja nak
Rano, Bapak akan sangat senang bila kau mau mendekor ulang, mumpung masih ada
waktu dan masih sepi customerenya Luna”.
“Terserah bapak saja, kalau aku
kan tak punya jiwa seni mendekor” sahutku. Kelihatannya ayahku mempunyai
detektif untuk mengikuti seluruh gerak-gerijju di kota ini. Maklum mungkin
karena aku anak gadis ayah, satu-satunya dan sampai saat ini masih asyik sendiri.
Padahal aku telah berulang kali gagal berpacaran, hanya karena alasan-alasan
yang sangat sepele dan pasangan yang sudah kebelet mau ngajak menikah saja/
Kuingat aoa yang diucapkan ayah
semalam saat kupiciti bahunya yang kata beliau sedikit pegel. Beliau mengatakan
sangat berbahagia bisa menghantarkan kami anak-anaknya bisa seperti sekarang.
Beliau sangat bahagia walau aku memutuskan untuk hidup melajang. Hal itu pernah
kutanyakan ke beliau. Ayah mengharapkan aku tetap dirumah, minimal satu kota dengan
beliau kalau sudah menikah nanti. Itupun kalau aku mau. Kalau tidak juga taka
pa kata beliau.
Ayah memang orang yang sangat simple
dalam berfikirnya, semua orang menurut beliau sudah membawa rejekinya
masing-masing, dan mempunyai route kehidupan masing-masing. Semua itu akan
mereka peroleh dan lalui dalam kehidupan ini. Makanya semasih sehat, semasih
bisa berbuat baik berbuatlah kata beliau, jangan siksa diri ini dengan apa yang
kita mau tidak dilaksanakan. Hanya saja beliau selalu mengingatkan kalian boleh
mengejar harta, karena hidup ini memerlukannya dalam mencapai apa yang kita
inginkan. Kejarlah kepuasan dunia ini, karena ia akan memotibasi kalian untuk
berkarya lebih baik, memcapai apa yang kalian inginkan, karena kepuasan itu
akan memompa semangatmu untuk hidup. Hanya saja beliau ingatkan untuk selalu
berpedoman dalam mengejar arta dan kepuasan ini di jalan Tuhan. Nah ini yang
berat.
Beliau memicuku untuk tetap
semangat menuntut ilmu, pesannya selalu boleh kalian berkarier dimana saja,
namun jangan lupa menuntut ilmu sampai tuntas. Beliau memotivasiku, membakar
semangatku lihat abang-mu, walau Luyana seorang seniman lukis tetapi dia Doktor
Seni dari Perguruan Tinggi Ternama, perhatikan abangmu Deloda, walau dia
berkecimpung didunia perhotelan dia professional, dia selesaikan Doktornya di
Swiss. Waduh kecil aku kalau aku berdebat sama ayahku. Namun beliau selalu
mengingatkan kembali, yang penting kita berusaha nduk, masalah hasilnya kita
serahkan ke pada yang di atas Tuhan yang Maha Esa.
Kupelauk ayahku dihadapan ibu dan
Reno, kuciumi ayahku, aku terlupa bahwa aku sedah dewasa tetap mempunyai
kelakuan seperti saat aku kecil kalau senang aku pasti mencium pipi ayahku. Dan
ayahpun akan membalas mencium keningku, Kuanggap itu suatu berkah yang beliau
berikan kepadaku. Terima kasih ayah, aku tahu ayah dan ibu pasti sangat
berbahagia hari ini, sama dengan kenbahagiaan hatiku. Aku tak terkendali ayah
pasti bahagia. Dan akupun tak sadar memeluk ketiga orang yang masih tertinggal
di kantor.
“ Luna, kenapa kau sangat yakin
bahwa ayah sangat berbahagia hari ini, bukankah seperti semalam sudah kukatakan
ayag sungguh berbahagia dengan keluarga kita seperti ini, kenapa terlalu yakin
Luna?” kata ayahku sambil tersenyum. “Tentu ayah aku tahu, aku tahu dari lagu
yang ayag stell saat ini, lagu Cinta Durjananya Reynold Panggabean” kataku.
Ayahpun mendekati aku, dan mendekapku dengan pelukan kebapakannya, dan rupanya
memberikan kode kepada ibu dan Rano, untuk ikut saling mendekap, dan bersorak…………..
Hahahaha ternyata kau sudah tahu isi di hati bapak. Dan lagu Cinta Durjanapun
terus mengalun…..
Merana Aku Merana
Merana karena Cinta
Sengsara hatiku sangat sengsara
Hehe karena Cinta Durjana ……..
Kira-kira itu salah satu lagu
yang paling sering kudengar di stell ayahku. Bau semalam aku tahu dari ibu
kalau lagu itu distell terlebih dengan lagu Berjuta Bunga Indah, itu berarti
ayah lagi menikmati hidup dengan sangat berbahagia. Terima kasih ayahku.
Puri Gading, medio Pebruari 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar