“SALAM LUNA LEWAT PAK SOBAR”
sumber www.google.com |
Saat aku sampai di lokasi proyek,
semua karyawan ku menyalami aku, terus pergi, aku kaget ada apa kok tumben. Apa dia tahu aku
……. . Hayo kesini mendekat semua, ini kubawakan rokok untuk kalian ku serahkan
ke sang mandornya dua bungkus rokok Bentul Inter kegemarannya. Cukup untuk
mereka semua. Ada apa sih kalian
menyalamiku seperti ini, coba kalian jelaskan. Lha apa boss Reno tak membaca
ucapan selamatku. Kan hari ini Bos Ulang Tahun, ke 26. Kalian ngeledek aku ya….
Sudah tua ya…….. Tapi terima kasih buat kalian semua, kalian ingatkan aku bahwa aku sudah tua, dan
harus segera menyelesaikan tahapan hidupku, minimal selesai sarjanaku, sehingga
lunas kewajibanku kepada orang tuaku. Hahahaha dua adikku sudah menyalip aku
jadi sarjana. Tapi mereka kan bukan aku calon Master Teknik…. Heheheh sarjana
saja belum kok master. Demikian juga melanjutkan ke jenjang keluarga….. nahagia
sih maunya.
Setelah berkeliling memperhatikan
sanitasi dan sluran air, serta interior yang sedang dikerjakan, aku merasa puas
proyekku berjalan sesuai rencana, bahkan aku bisa menyelesaikannya lebih awal
beberapa minggu, dibandingkan dengan rencana awal. Dan yang paling
membahagiakan tak ada kebocoran dan
genangan air walau musim hujan
Hari ini tak kusadari aku memakai
baju kesenanganku meninjau proyek. Baju kaos polo, celana kodore serta sebuah jaket jaket kulit cokelatku, yang
senada dengan cokelat celanapanjangku. Tak ketinggalan sepatu kesayanganku
sepatu kulit Jeep, kulit jeruk. Memang warna cokelat kesenanganku, yang katanya
sebagai kekokohan hati, kejujuran dan seterusnya. Mobil Taft kupacu agak santai
karena aku masih ada waktu sekitar sejam menuju café tempat pertemuan.
Kuharapkan Luna ikut hadir, aku mau menembaknya di depan ayahnya. Tapi apa
sopan nggak ya…. Seorang mahasiswa nembak dosennya tepatnya konsultannya. Akh
masa bodoh dari padah terus bergelora dalam dada lebih baik kuungkapkan. Yak an
yak an.
Kuparkir kendaraanku agak di
pinggir parkiran cafe, aku melangkah santai menuju café. Angin musim hujan
sangat kencang, mengibaskan rambut gondrongku, seakan dia ikut bersemangat
menemui Pak Sobar. Pak Sobar menurutku sekilas sangat terbuka, tidak mau menilai
orang dengan buru-buru. Aku harapkan pertemuanku, lebih mengesankan beliau setelah
bertemu saat pembukaan Biro PsikaLuna. Apa akan membicarakan detail dari
dekorasi biro apa ya.
Kuambil tempat di ruang VIP yang
bebas rokok, dan mengindari ketemu teman-teman yang mungkin bisa merusak acara.
Biasanya mereka ngumpul disini kalau beasiswa mereka pada keluar. Nah
bulan-bulan ini kayanya belum keluar harusnya aku aman disini. Café ini kecil
tapi antic, membuat betah berlama-lama. Lagu-lagu yang distel pun lamat-lamat
mengalunkan degung.
Tak lama berselang ku dengar,
seorang memberikan salam kepada penjaga café. Aku tahu persis suara itu suara
Pak Sobar. Aku kaget Pak Sobar datang
dengan pakaian resmi, tapi tidak dengan Luna.
“Selamat Sore, nak Reno”.
“Selamat Sore pak”.
“Maaf pak, kalau aku datang dengan pakaian begini, tak
sepadan dengan pakaian Bapak”
“Tenang saja Nak Reno, Bapak minta maaf karena bapak belum
sempat ganti pakaian, ada rapat paripurna dewan tadi” “Kan kita tak janjian
dengan pakaian remi to!”
“Bapak anggota Dewan rupanya pak”
“Ya, sebagai kelanjutan kegemaran Bapak berotganisasi sejak
muda”
Waitress langsung menghidangkan
dua Kopi Capucino dan dua piring pisang goreng dengan kentang goreng. Dalam
kebingunganku, kok Luna tak ikutan ya. Ada apa ini apa aku akan di adili,
karena menyenangi Luna. Aku kan belum pernah mengungkapkannya selama ini. Apa
Pak Sobar bisa membacanya, kalau aku menyukai putrinya. Mungkin aku odipus
komplek, mahasiswa menyenangi dosennya. Tapi umur Bu Luna kayanya sebaya dengan
aku/
“Silahkan nak Reno, mungkin kau belum sempat makan siang
tadi, bapak sudah sempat makan ssebelum paripurna dimulai”.
“Terima kasih pak. Terima kasih undangan bapak”
“Nak Reno, dengan Bapak kalian
santai saja, tak perlu kikuk. Bapak sengaja pinjam bb nya Luna menghubungi
kamu, bapak mau melanjutkan obrolan saat peremisan Biro Psika Luna itu”
“iya pak, masalah apa pak”
“Masalah apa yang bisa kita obrolkan, atau sharing sesamealaki-laki. Karena aku melihat kalau kau punya bakat bisnis bapak perhatikan. Mungkin kita bisa kerja sama. Tapi sebelum ke masalah itu, Bapak ingin tahu bagaimana studimu, tolong ceritakan ke Bapak”
“Masalah apa yang bisa kita obrolkan, atau sharing sesamealaki-laki. Karena aku melihat kalau kau punya bakat bisnis bapak perhatikan. Mungkin kita bisa kerja sama. Tapi sebelum ke masalah itu, Bapak ingin tahu bagaimana studimu, tolong ceritakan ke Bapak”
“Nah ini ujian pertama, pikirku”,
sekolahku pak masih macet, sehingga program s2 ku pun belum bisa kelar. Aku
masih hutang tugas, masing-masing sebuah proyek sebagai tugas akhirku. Beberapa
kali aku sodorkan, beberapa proyekku tidak diterima oleh Dosen Pembimbing.
Proyek Plaza Casablanca telah kuusulkan ditolak, karena itu yang menjadi
Direkturnya memakai namaku. Padahal itu Cuma akal-akalan temanku memasang
namaku untuk direkturnya. Proyek River Side Resicence ku sodorkan juga mereka
tolak, katanya lebih pas untuk Thesis Magister. Jadi aku menjadi serba salah
dan buntu dalam hal ini, sehingga aku terkatung-katung dalam studi sampai saat
ini. Mendapat semangat dan konsultansi dari Bu Luna, bersama teman-teman lain
yang juga mandeg baru aku mempunyai semangat lagi.
“Hooo itu masalah kamu nak”
“Siapa pembimbing Sarjana, S1 mu”
“Pembimbingku Doktor Serang,Pak,
dan Doktor Marlina” yang paling susah ku ajak kompromi adalah Doktor Serang
pak. Kalau Bu Mar, atau Doktor Marlina sih setuju setuju saja, bahkan ia sudah
memberikan persetujuan.
“Sudah macet berapa semester?”
“Ya kira-kira tiga tahunan, sama
dengan kuliahku di Magister”
Lho kok kamu bisa kuliah di
program magister sebelum lulus sarjana, Itu karena Indek Prestasiku yang
memenuhi syarat, dan program kekurangan mahasiswa maka aku diikutkan, dengan
syarat setelah lulus Sarjana baru bisa menyelesaikan administrasi program
magister.
Memang bapak bukan tenaga akhli
dalam masalah pendidikan, bapak akan bantu kamu dengan cara Bapak, termasuk
dengan doa, semoga kamu bisa segera menyelesaikan studimu. Kutahu kamu anak
yang pintar, dari cara kamu menilai sesuatu, dari cara kamu dalam berdiskusi
sama bapak. Terima kasih pak. Tak usah repot-repot, saya tinggal mendapat
persetujuan Pak Serang saja.
“Silahkan diminum kopinya, ini
minuman laki-laki, dengan dua tiga tegukan pertama kopi yang masih panas kau
akan temukan nikmatnya dan sensasinya kopi”. “Bapak pintar berpromosi”. Oke
terima kasih pak, saya akan ikuti saran Bapak. Saya akan segera menemui para
pembimbing. “Jangan lupa kau bawa dua-dauanya laporan proyek tersebut, dan
dibuat sesuai sistimatika sebuah Tugas Akhir”. Hatiku bergelora kembali untuk
segera lulus, seakan mesin jiwaku diisi bensin yang beroktan tinggi, semakin
semangat saja derunya. Aku harus tuntaskan studiku, buat apa aku “pintar”-
hehehe aku sedikit narsis- dan sudah
bisa menyelesaikan projek kalau studiku secara formal belum tuntas. Hayooooo
semangat Reno…. Kamu Bisa kupendam dalam hatiku/
“Oh ya, Luna anakku tadi pagi
sempat titip salam buatmu, dan minta maaf tidak dapat menemani bapak ketemu
kamu, dia menyesal”. “Dia mengingatkanku kalau ketemu jangan lupa memotivasi,
mereka kan calon pemilih bapak, dalam pemilu nanti”Kata Luna.
“Iya Pak terima kasih Salam
kembali buat Bu Luna” Kamipun bersalaman, Pak Sobar melanjutkan tugasnya
meninggalkan café terlebih dahulu. Aku
terduduk, termenung untuk beberapa lama dan mengambil tasku di mobil. Aku harus
cek pekerjaan Tugas akhirku seperti disarankan Bu Marlina sebelum menghadap Pak
Serang.
Pelayan café mendekatiku sambil
menawarkan apa kopinya mau ditambah, atau mau disiapkan dengan kopi lainnya,
kopi latte, atau kopi hitam ditawarkan kepadaku, yang mulai membuka laptop dan
melihat beberapa catatan kecil Bu Lina di hardcopy yang pernah ku serahkan saat
menghadap terakhir, terutama untuk thesis magisterku.
Secangkir kopi latte menyambung
capucino yang telah kuminum sebelumnya bersam Pak Sobar. Mungkin aku sangat
grogi, sampai-sampai ku minum sekaligus kopinya. Maafkan aku ………… Pak Sobar,
Maafkan aku Bu Luna mungkin minumku tak sopan. Aku coba merangkum beberapa
catatan Bu LIna ternyata hampir semuanya hanya merupakan masalah redaksional
saja.
Waktu sangat cepat berlalu, semua
sudah ku edit catatan Bu Marlina, ku kirim via email ke adikku meminta
bantuannya segera mencetak kedua tugas akhirku, dan kuminta minimal tiga
eksemplar masing-masing sudah ada di kamarku saat aku tiba di rumah. Ku tunggu
jawaban adikku……hehehe ternyata ada email masuk dari Bu Marlina masuk bersamaan
jawaban adikku. Bu Marlina mengingatkan aku bahwa aku telah ditanyakan Pak
Serang, agar menghadap dalam waktu tidak terlalu lama. Bila perlu besok
ditunggu siang, karena beliau akan mendapat tuga “post doctoral”nya di Jepang,
mengadakan Riset Bangunan Tinggi Tahan Gempabumi. Aku bingung apa ini cara Pak
Sobar membantuku. Aku tak bisa dan belum bisa mengikuti cara berfikir seorang
legislator tepatnya politikus.
Ini namanya rejeki gumanku, aku
harus mampir di salon langgananku dulu
sebelum pulang, Salon Salimar, untuk
merapikan rambutku agar tidak terkesan gondrong dan liar begitu, seperti rambuk
coboy dalam film, walau aku tahu sebenarnya Bu Marlina senang dengan
gondrongku. Akh pikiran liarku muncul, Marlina,,,Marlina. Aku rapikan laptop dan
draft koreksian Bu Marlina. Kuharapkan
Pak Serang akan senang melihat hasilku. “am
coming Pak Serang!!!”, teriakku
Kuampiri pelayan café, kuselipkan
selembar uang merah, dia menolaknya dengan sangat sopan. Dia diam menuntunku
dan menunjuk ke sebuah stiker “No Tip Please”. Kehidupkan mobil Taft
ku, kusetel keras-keras –karena ku tahu mobilku kedap suara-. Aku tetap stai
tune di Radio Kahyangan Kesayanganku , ternyata lagunya Titk Sandora dan
Mukhsin Alatas yang sedang diputar…….. Dunia Belum Kiamat………Banyak gadis pilihan ,,,,,, Banyak janda uik uik ……..
Dunia belum kiamat………………. Itu kira kira syairnya yang masih kuingat. Ternyata
berjuang itu harus tidak mengenal lelah, dan jangan berputus asa. Belajar itu
sebuah proses panjang, dan jalannya tidak semulus jalan Tol Jagorawi.
Tengah Malam, di medio Pebruari 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar