Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Selasa, 24 Februari 2015

De-Karma 4. Kenangan Kota Lama



“KENANGAN DI KOTA LAMA MEMBAWAKU KEMBALI”


Kota Lama Menjelang Sore (google.co.id)
Meida sudah sangat faham dengan suasana hati anak sulungnya De Karma. Sejak pagi lagu Koes Plus Kota Lama mengalun berulang ulang, sayup sayup terdengar oleh Meida. Iapun mengingatkan Neni untuk mengingatkan De Karma untuk sarapan. “Antarkan saja sarapannya ke ruang kerjanya Nen” Kata Meida kepada Neni karena jam sudah menunjukkan Pk 09 30. Kala lagu itu didengarkan berulang ulang pastilah suasana hati De Karma lagi senang.
Neni menaruh makanan yang dia bawakan di meja kosong sebelah De Karma, leyeh-leyeh. Rupanya ia tidak sedang bekerja, akan tetapi sedang mendengarkan lagu sambil leyeh-leyeh di sofa panjang yang warna merah hati, yang terbungkus rapa dari kulit. Neni duduk disebelhnya sambil ikut mendengarkan lagu yang sedang distel De Karma.
“Nen kamu cantik pagi ini, aura kecantikanmu keluar optimal” rayu De Karma, sehingga pipi Neni yang lesung menjadi merona merah. Bak merah make up dikala neni menari, hanya saja merah ini alami. “Akh Bli Karma bisa saja memuji wanita yang hatinya sedang berbunga bunga” sahut Neni, sambil melanjutkan. Neni akan lebih cantik kalau Bli Karma segera sarapan Bli. “Ayo kamu temeni Bli sarapan” timpal De Karma.
Sambil menyajikan kembali sarapan yang Neni Bawa, De Karma memulai sarapannya. Nah begitu saja terus, Meida pasti akan lebih bahagia Karma. Tiba-tiba suara Meida dari belakang mereka, yang rupanya memperhatikannya sejak beberpa menit lalu. Ayo Me ikut sarapan, Neni menawarkan sambil menyerahkan satu piring kepa Meida. Neni mengisikan makanan sedikit, karena dia tahu Meida sudah sarapan tadi pagi.
Meida sangat hafal dengan suasana hatimu Karma. Apa yang sedang kamu fikirkan. Apa sudah memutuskan akan menikahi Neni. Ibu pasti akan senang sekali. Kita akan rayakan dengan penuh kegembiraan anakku. Adikmu akan Ibu suruh cuti sebulan mempersiapkannya.
Hahahaha, Ibu tak usah kawatir Neni sudah kuanggap adikku yang paling bungsu. Dia akan tetap menjadi bagian keluarga kita. Aku punya firasat akan segera menemukan tambatan hatiku. Aku belum yakin kalau Shouci ikut menjadi korban tsunami. Semalam aku memimpikannya, dia datang kesini, kulihat dia sedang ngobrol sama Ibu dan Neni.
Pantesan, lagu Kota Lama kau putar berulang kali dari pagi. Ibu ingat kalau kau bertemu pertama kali sama Shouci, di stasiun Beos, Jakarta. Sama-sama baru turun dari Bandung. Kalau tidak salah saat kalian sama-sama terjun ke Priangan Selatan membantu korban gempabumi beberapa tahun silam. 
Ya benar sekali ingatan ibu, aku pertama kali bertemu dengan nya di sana, dan yang paling kuingat saat kutawarkan untuk ngopi bersama di kota tua – Kota Lama- lagu Kota Lamanya Koes Plus yang diputarkan disana. Jadi siang itu kami ngobrol bersama. Menikmati kopi luwak, katanya sih produksi Liwa Lampung Barat. “Wah pasti nikmat Bli, minum kopi ditemani, gadis yang memikat hati Bli, dikota lama lagi, so sweet lah Bli, Hehehehe” sahut Neni.
Oh iya, apa ibu lupa de Karma, apa mungkin sudah pernah ibu sampaikan, saat kau sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan pameran di Surabaya minggu lalu, ada dua orang mencarimu kesini. Dia datang katanya karena membaca profil kamu di Koran Lokal. Dia ingin berbincang dengan kamu tentang beberapa hal. “Lho kok Neni nggak tahu Meida” kata Neni. Ya memang benar kamu tidak di rumah saat itu. Kamu ke kampus, katanya mau ketemu pembimbing.
Siang itu pemuda tersebut datang bersama seorang guide, dia orang Jepang, kayanya sih sebaya dengan pacarnya Neni, anaknya sangat sopan. Ibu katakan bahwa kamu masih di luar kota. Diapun tidak lama, katanya mau kembali ke Denpasar, dia mau urus cansel pemberangkatannya ke Jepang, khusus untuk menemui kamu dulu. “Wah Karma jadi orang penting, dong Me” Sahut de Karma.
Neni asyik merapikan piring dan perlengkapan sarapan yang sudah mulai selesai, dan menyiapkan kopi untuk De Karma, Kopi Arabica Capucino, dan Teh Poci untuk Meida. Mereka melanjutkan berbincang bertiga sampai waktu sembahyang siang hari itu tiba. Mereka seakan kompak bubar, dan menuju tempat sembahyang setelah membersihkan diri.
***
Menjelang sore, dua orang tamu yang Meida masih sangat ingat datang kembali bergegas turun dari mobil travel, sebagai ciri khas tamu dari Jepang, diikuti seorang guide. Mereka datang untuk kembali ingin ngobrol bersana De Karma yang dia baca di Koran Lokal itu. Meida menghantarkan tamu tersebut ke Bale Bengong, sambil mempersilahkan tamunya untuk menikmati minumnan yang tersedia di boks minuman yang tersedia. Silahkan Bapak-Bapak untuk minum, bapak-bapak silahkan mengambil sendiri sambil menunggu anak saya. Dia baru sejaman yang lalu masuk ke studionya, Neni telah kusuruh untuk memberitahu.
Tak lama Neni kembali, menyampaikan kepada tamunya untuk dapat menunggu barang 15 menit lagi, karena De Karma lagi tanggung menyelesaikan proyeknya, lagi dapat inspirasi katanya yang lagi dituangkan kedalam sebuah desain grafis untuk sebuah produk makanan anak-anak produk Malaysia. Atas nama Bli Karama, Neni mohon maaf dan mohon dapat sabar menunggu.
Mereka Meida, Neni dan dua orang tamunya, seru ngobrolkan tentang rumah mereka yang sepi itu. Meida menceritakan bahwa anak lelakinya itu memang anak yang  maniak dalam kerja, sampai sampai lupa akan umurnya yang sudah kepala tiga, belum juga menikah. Dia lelaki yang sangat profesional dalam pekerjaannya, Meida tak tahu katanya sih anak buahnya banyak, tapi Meida tak pernah ketemu banyak. Bekerjanya suka-suka, bisa malam, bisa siang, bisa siang sampai malam. Terus liburan beberapa hari. Meida hanya mengikuti kemauan dia saja, dia anak laki-laki satu satunya yang Meida punya.
Lebih lima menit dari waktu yang dijanjikan, De Karma datang ke Bale Bengong. Merekapun saling berjabat tangan memperkenalkan diri, lalu kembali duduk bertiga. Meida dan Neni pamit meninggalkan Bale bengong. Neni mempersiapkan kopi panas dengan uli bakar yang menjadi kesukaan de Karma. Neni menghidangkan kepada tetamunya, lalu dia pergi dengan kesibukannya.
*****
Mereka bertiga asyik menikmati kopi dengan uli bakar, Sangkan sang pemandu wisata yang mengantar tamu Jepun ke rumah De Karma, memperkenalkan tamunya setelah De Karam basa-basi sedikit, dan memperkenalkan studio dan kiprahnya sampai saat ini di dunia desain grafis.  Sangkan menjelaskan bahwa tamunya Sucitha Fukusima, sangat tertarik dan ingin bertemu dengan De Karma, setalah dia membaca profil De Karma di Koran Lokal. Foto De Karma mengingatkannya kepada seseorang yang selalu diharapkan dapat memaafkan ‘kakak’nya yang baru sembuh dari depresi.
Kakak Suchita san, tak kuasa menahan kesedihan ketika tahu bahwa kedua orang tua mereka ikut terbawa tsunami hebat yang menimpa perkampungan mereka di Jepang timur beberapa tahun silam. Masih beruntung mereka berdua kakak beradik, belum sampai di rumah saat gempa terjadi Suchita masih di Kiyoto, karena dia lagi studi banding kesana, yang di Indonesia lebih tepat kalau dibilang sebagai magang,
“Siapa nama kakak kalian?” tanya De Karma . Dengan sigap Suchita yang kelihatan masih muda dan energik mengambil smartphone nya dan menunjukkan sebuah foto seseorang. De Karma Kaget, dia kenal benar foto tersebut, dialah Souchi Fukusima, gadis yang pernah merencanakan akan menikah dengannya, setelah memohon restu kedua orang tuanya. Dia pulang ke Jepang dua hari menjelang Gempa dahsyar yang memporak porandakan Jepang Timur Laut dengan tsunaminya yang begitu hebat, sampai membocorkan reaktor nuklir pembangkit listrik Fukusima.
Dia terdiam hanya tertunduk sambil garuk-garuk kepala. Jangan kau lanjiutkan ceritanya. Tolong stop yang penting aku tahu bahwa dia masih hidup, aku tahu dia pasti sangat merindukan aku, dan menunggu aku untuk menjemputnya. Nah ceritakan sedikit tentang kesehatannya. 
Dia sudah sehat beberapa bulan terakhir ini menata kembali runah peninggalan orang tua kami, mengurus segala sesuatu yang terkait dengan asuransi, dan pensiun orang tua kami. Kebetulan ornag tua kami meninggalkan sedikit saham di sebuah perusahaan kimia di kota kami, sehingga kami berdua berbagi pekerjaan. Terkait dengan masalah asuransi, dan pensiun kakakku yang mengurusnya. Sedangkan masalah alih saham perusahaan sudah aku urus sendiri. Jelas Suchita, Secara spontan meraka –De Karma dan Suchita- berdiri dan saling berangkulan. Keduanya tidak dapat mengendaalikan emosi mereka, walau keduanya lelaki, terlihat jelas bulir-bulir halus air mata menetes di pipi mereka. Puji syukur kalau Souchi masih hidup dan sehat. Terima kasih, terima kasih. Tolong jangan terlalu memberikan kabar yang mengagetkannya. Kalau kau kembali sampaikan saja aku akan segera menjemputnya untuk kami persunting menjadi istri seperti rencana semula. Bisik De Karma. Suchita hanya manggut manggut saja.
De Karma, baru mengerti kenapa hatinya berbunga-bunga sejak pagi tadi. Lagu Kota Lama sangat enak terdengar di telinganya. Ternyata gadis di Kola Lama yang dia kenal sedang menunggu, sama dengan yang ia lakukan selama ini. Tak sadar iapun berteriak memanggil Meida. “Meida.... Meida...... Meida........ Ibu.... ada kabar baik, ibu akan segera mempunyai mantu bu.........
Meida mendekat dan mendekap putranya De Karma yang lagi bergembira sore itu, Terima kasih ya Tuhan kau telah menambah semangat anakku, semoga apa yang dia inginkan kau kabulkan. Itu doa Meida. Kedua tamu De Karma, pamitan karena Suchita harus bergegas ke badara untuk berangkat dengan SQ untuk kembali kenegerinya, memabawa berita bahagia ini untuk kakaknya. Ia ingat pesan De Karma untuk menyampaikannya langsung... tidak melalui telepon ke kakaknya.  Sayonara........... antian beli ditu  (tunggu abang disana) Souchi...... kata De Karma. 
Pondok Betung, 25 Pebruari 2015.

Selasa, 17 Februari 2015

Rani-25 Tancap Kayon



“KANJENG MAMI TANCAP KAYON”

Tancap Kayon (google.co.id)
Malam itu semilir angin dingin berhembus, menyeruak ke dalam ruangan melalui sela sela jendela yang masih terbuka. Rembulan malu-malu dibalik awan seakan awan Januari tetap menyelimuti tipis malam itu. Di beranda Bale Utara, semua anggota Keluarga Besar Puri Anyer telah berkumpul, menunggu Kanjeng Mami yang akan menyampaikan sesuatu yang sangat penting kepada mereka, Kanjeng Mami sebagai Pengemong Puri, tetua Puri Anyar telah berhasil mengangkat kembali Puri Anyer sebagai Puri wisata dan secara rutin dikunjungi  rombongan touris untuk menyaksikan pertunjukan Calonarang yang diiringi Okokan, yaitu keroncongan sapi atau kerbau yang dibuat sedemikian rupa sehingga suaranya menjadi sebuah harmoni. 


Rabu, 04 Februari 2015

de-Karma 3 : Mimpi De Karma




“MIMPI DE KARMA”

Suasana Vila sekitar studio de-Karma (google.co.id)
Neni bergegas pergi ke studio De Karma, dia melihat De Karma masih tertidur di sofa, dengan nyenyaknya pagi itu. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 09 00 . Dia segera merapikan barang-barang yang tertinggal di meja. Susu coklat panas dan ulibakar yang ia sajikan tengah malam tadi kelihatannya hampir utuh, hanya sedikit berkurang. Mungkin susu coklat hanya diseruput satu tegukan dan sepotong uli bakarpun masih sisa separuh. 

Neni membukakan jendela, membiarkan angin pagi dan sinar mentari masuk ke studio sehingga badan De Karma sedikit dijilat matahari. Neni tahu itu kesenanngan De Karma, karena dia terbiasa melihat majikan yang juga saudara sepupunya itu memang orang yang gila kerja, tanpa memperhatikan waktu. Tapi malam tadi lain, karena malam tahun baru. Dia baru pulang ke rumah dengan moge nya hampir lewat tengah malam.

Sabtu, 20 Desember 2014

de Karma -2 : Oleh-oleh dari Timor L'este



“CINTA LAMA DEKARMA DENGAN MAWARDI PANTANG BERSEMI LAGI

Kado dari Timor Leste (google.co.id)
Seperti biasa aku Dekarma pulang menyetir mobilnya sendiri, dia pulang dari Tmor Leste menengok adaik kesayangannya, dia sangat rindu bermain dengan keponakannya. Seminggu dia disana, mobilnya dia titip di samping bandara pada sebuah kantor kargo langganannya. Dekarma diangga[ bagian dari perusahaan kargo itu karena banyak mensupport ide kreatif untuk iklan perusahaan ini. Burung cerukcuk, becica dab punglor yang ada saling bersautan seakan tahu kalau tuannya datang, semuanya bersemangat menyambut.

Jumat, 12 Desember 2014

Sobar-16 : Phase Kerinduan Sobar.



“KERINDUAN SOBAR UNTUK BEBAS”

Taman Bunga (google,com)
Pagi itu rintik hujan masih saja satu dua menitik membasahi bumi, burung ‘becica’ yang di Jawa disebut dengan kacer sangat rebut di lingkungan rumah Sobar. Suaranya saling bersahutan dengan ocehannya burung punglor atau anis. Lincahnya becica, dibarengi dengan genitnya ulah punglor membuat hati yang menyaksikan terbawa kea lam yang lain, siapaun akan terbawa ocehannya. Hati merekapun dibawa menjadi terhibur.

Demikian pula hati Sobar pagi itu, sambil lamat-lamat dia menyetel lagu Cinta Durjananya dari Reynold Panggabean diiringi Orkes Dangdut Tarantula, mengalun lembut membawa lamunan Sobar jauh ke era tujuh puluhan saat dia sedang memadu kasih dengan Lasteri. Dia sampai hamper tertidur di kala anak bungsunya Luna datang mengendong cucu Sobar yang masih belum genap setahun  bersama Reno. Bu Sobar langsung mengambil cucunya dibawa mendekat ke kekeknya. Tiga insan cucu , kakek dan nenek langsung bercengkerema, mereka mendekat kandang burung, karena memang ‘Lasteri” panggilan saying Sobar kepada cucu wanita pertamanya ini, sangat senang bermain menggoda burung burung tersebut.

Burung-burungpun kedenagarannya semakin ramai, pasangan muda itu Reno dan Luna ikut bergabung setalah meletakkan bawaan mereka di kamar, kamar Luna saat masih sendiri yang masih terawatt dan kosong hanya dipakai kalau Luna dan Reno pulang ke rumah Sobar. Reno berguman bahwa Mertuanya Sobar memang sangat menyayangi bund Lasteri, sama dengan cintanya kepada Bu Sobar.

Meraka terus bergabung di Bale Bengong yang menghadap taman yang bunganya mulai berkembang terutama Bunga Desembernya, warna merah, jingga dan putih membuat taman menjadi ramai didatangi kupu-kupu. Pohon manga Lalijiwo kelihatan masih menyisakan buahnya satu dua, tapi harum manis mini masih banyak buahnya, yang menurut rencana nanti siang kami petik untuyk rujakan.

Di Bale Bengong rupanya sudah tersedia minibar yang sudah siap menyediakan mesin minuman panas, kopi, the, coklat panas, atau soft drink dingin. Pagi itu hidangan yang disiapkan olhe Bu Sobar semuanya berbahan alami dan masih segar, kulihat ada : talas rebus, singkong rebus, lempog singkong, pisang tanduk rebus. Lunapun berguman pada Pak Sobar. “Pak ini rupanya sudah melaksanakan himbauan Pak Menteri PAN RB ya pak pertemuannya memakai produk petani dalam negeri?” . “IYa-iya, itu ibumu kemaren dapat kiriman dari anak yang Bapak sekolahkan menjadi Insenyur Pertanian itu dulu. Kemaren mereka datang membawa isteri dan anak-anaknya.
Setelah semuanya duduk dengan baik Sobarpun mulai mengungkapkan keinginannya akan mundur dari anggota dewan. Menyusul ramainya penolakan masyarakat terhadap rencana reklamasi Teluk Banua. “Lho kenapa Bapak mesti mundur karena alasan itu pa, kan fraksi Bapak tidak setuju dengan rencana tersebut, apa tidak mengurangi ketajaman perjuangan fraksi, Pa?” sela luna. Luna kelihatannya tidak setuju kalau itu menjadi alasan Sobar mengundurkan diri. Kalau Bapak mengundurkan diri karena ingin focus terhadap masalah kerokhanian, focus ingin menikmati masa tua Bapak ya Luna setuju.

Sebenarnya itu alasan Bapak yang sebenarnya, namun hati kecil Bapak sebagai seorang yang berlatar pendidikan Teknik Sipil, Bapak dalam hati kecil sangat mendukung reklamasi, namun karena hal-hal yang terkait dengan proses perijinan dan gejolak yang berkembang dimasyarakat memicu keinginan Bapak untuk lebih cepat mengajukan pengunduran diri.

Bila melihat latar belakang dan tjuan reklamasi sebenarnya, Pulau Kecil ini sangat membutuhkan reklamasi, terlebih pantainya lebih banyak berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, dinama banyak bersarang gempabumi besar sebagai pembangkit tenaga tsunami. Para seismologis juga mnyebutkan daerah ini sebagai daerah tsunamigenic.

Areal laut yang sudah mulai tercemar sampah plastic dan limbah pembuangan domestic dari sungai yang melewati kota menjadikannya semakin memperihatinkan, sehingga reklamasi salah satu cara untuk mengembalikan kelestariannya. Demikian juga dengan sulitnya lahan para klaum urban, mereka sangat tidak malu-malu membangun dengan liar di bantaran hutan bakau yang semakin lama semakin dangkal akibat pencemaran. Itu juga kalau dibiarkan malah merupakan ‘reklamasi’ liar. Kan lebih baik kalau reklamasi dilakukan dengan terencana.

Reklamasi akan menjadi benteng pantai dari terjangan ombak pantai selatan, maupun dari terjangan tsunami bila terjadi tsunami. Hanya saja dampak negative reklamasi itu perlu kita rencanakan dengan baik-, dengan hati jernih, dan bukan dengan bargaining politik yang terkadang merupakan bargaining yang menguntungkan para negosiator dalam sesaat, tidak memikirkan dalam jangka panjang. Ini yang mengusik keteguhan hati Bapak.

Reklamasi akan semakin menggerogoti persediaan air bersih di kota kita, namun dia membuka lapangan kerja yang sangat luas, dari yukang saat membangun sampai insinyur seperti kamu Reno, menyediakan lapangan kerja bagi perhoelan danlain lainnya. Tapi apa yang kita lihat sekarang ini, berapa persen sih tenaga kerja local kita yang ada dikota ini, mereka kalah bersaing. Yang informal banyak datang dari timur, dan yang berpendidikan banyak datang dari Barat, dan manca negara. Belum kalau kita lihat pemilik modal itu.

Mereka lebih banyak datang dari luar, bahkan banyak yang berkedok kawin ekonomi, mereka kawan dengan perempuan local agara dapat membuka usaha, membeli property, dan memutar modalnya di sini, keuntungan semuanya masuk kenegerinya. Tamu akan memesan hotel dinegaranya sehingga pajak susah kita telusuri. Mereka banting harga membunuh para pengusaha local secara pelan  pelan.

“Pak kalau kegelisahan Bapak karena masalah itu membuat bapak mengundurkan diri sebagai wakil rakyat, apa itu tindakan yang benar?, menurut aku justru bapak kalau mau memenangkan pertandingan lebih baik tetap menjadi pemain, daripada bapak menjadi penonton” Luna mengingatkan Bapaknya. Renopun meminta Bapak mertuanya untuk mempertimbangkan kembali renca pengunduran dirinya. Tapi Reno tidak memaksakan keinginan itu, karena Reno tahu Pak Sobar sudah lama ingin mundur mau memasuki tahapan keyiga dalam hidup, yaitu wnaprasta, dengan mengundurkan diri dari hiruk pikuk duniawi, dunia politik, dunia bisnis, dengan lebih memusatkan perhatian ke masalah yang lebih soft, yaitu masalah spiritual.

“Ya memang pendapat kalian itu semuanya benat” kata sobar sambil menyantap lempog dengan gula merah kesenangannya. Tapi Bapak sudah bulat dengan rencana Bapak, bahkan untuk mengurusi bisnis Bapak ingin kuserahkan kepada kalian berdua. Bisnis KOnstruksi kurasa Reno masih mampu menjalankannya, garmen dan perhotelan kuserahkan kepada anak-anak lelaki Bapak, nanti kita bicarakan dengan mereka walau harapannya tipis karena mereka sedah pada mapan dengan usaha mereka.
Dari rumah utama terdengar semakin jelas lagu Cinta Durjana, rupanya Ibu sambil mengambilkan Bapak tissue basah memutar kembali lagu itu. Itu pertanda ibu mengingatkan Sobar untuk berhenti dulu berdebat, jam makan siang sudah lewat. Bu Sobar keligatan sedang asyik bercanda dengan cucu wanitanya, ditemanai cucu mereka yang lain.

Ponakan Buleku datang menghampiti kami, mengingatkan bahwa Time for lunch katanya. Kamipun mengikuti Bapak untuk bersantao siang bersama. Kutahu saat bersantap bersama merupakan kebahagiaan tersendiri bagi beliau. Kamipun bersantap siang, dengan makanan siang kesukaan Bapak, dengan suasana Jawa Baratan.

Kulihat ada Sambal oncom, ada ikan emas dan mujair bakar, ditemani denga lalapan mentimun potong, lencai, rebusan gondo, dan sambel terasi. Sebagai penutup ibu membuat pudding nangka, dan pisang raja.

Kulihat Bapak sangat bersemangat makan bersama putri kami, kami menikmati sekali makan siang kali ini. Pnakan bule kami, Reno . sangat menikmatinya. Kebetuylan beberapa minggu ini kami tidak sempat menikmati menu serupa, Mamanya Reno lebih banyak memasak masakag khas Jawa Tengahan, bacem, lodeh yang umumnya masih terkesan manis. Kuliaht putriku sangat senang disuapi oleh Ibuku bersama Bapak, sampai-sampai Bapak makannya tidak jelas.

Kulihat jelas kebahagiaan di raut muka Bapak sambil memangku putiku, ditemani ibu menyuapi mereka berdua. Ibu sangat telaten menyuapi Bapak dan anakku. Mereka masih terlihat mesra. Ibu tidak pernah merasa cemburu kepada bapak, walau beliau masih mencintai almarhumah Lasteri, walau sempat membencinya sebelum tahu keadaan sebenarnya. Ibu membuat masalak itupun kutahu pasti untuk membangkitkan nostalgia dan kenangan masalalunya, sehingga bapak tetap bersemangat. Ibu seakan tak pernah mencemburui Bapak.

Saat kutanya ibu menjawabnya selalu dengan jawaban yang sama. “Bapakmua memberikan seluruh cintanya kepada Ibu, semenjak beliau memutuskan menikah dengan Ibu yang kala itu belum kenal beliau. Dan itu tidak pernah berubah sampai saat ini. Hal-hal lain itu merupakan masa lalu Bapak, Ibu bahkan bapakmu pun tidak akan kuasa merubahnya” selalu begitu jawaban ibu. Memang sungguh mulia cinta mereka berdua, semoga Tuhan Memnerikan Orang Tua kami umur yang panjang. Itulah doa Luna selalau untuk kedua orang tua mereka.

Sobarpun kelihatan masih asyik bercengkerema di ruang makan dengan cucunya. Ibu meminta Luna membuatkan bapak kopi, karena kopi merupakan hidangan pamungkas kalau beliau sedang makan. Walau aku tahu Ibu yang selalu membuatkan kopi untuk bapak. Kali ini aku membautkannya. Kuhantarkan ke Bapak, dan kupersilahkan meminumnya. “Silahkan Pak, ini istimewa Luna yang buatkan”.
Sruppppppp Sobar menyeruput kopi itu, Akh kamu sudah pintar membuatkan bapak kopi Luna, persis seperti buatan inumu. Akupun senang dipuji Bapak, Mungkin salah satu sifat wanita yang selalu senang dipuji,w alau itu terkadang pura-pura. Hahahahahaha…….. Terima kasih Pa, yapi kan tidak seenak kopi ibu. 

Sobarpun memending keinginannya untuk sementara waktu untuk mengundurkan diri dari anggota dewan. Tapi Sobar meminta ada waktu yang lebih banyak untuknya dapat berkumpul dengan cucu-cucunya, yang mengharuskan Luna dan Reno lebih sering pulang. Mulai mengundurkan diri dari urusan bisnis, perusahaan akan diserahkan kepada Reno dan Luna untuk Biro konstruksi, sehingga Reno dan Luna harus membagi waktunya lebih rapi lagi.

Pasangan Kakek Nenek itupun kemudian masuk ke kamar tidur mereka bersama sang cucu, karena putri kami kelihatan sudah mengantuk. Setengah jam kemudian kutidak mendengarkan candaan mereka, Aku lihat Bapak, Ibu Sobar dan putriku sudah tidur pulas saling berpelukan bertiga. Aduh …. Mungkin kebahagiaan itu yang diimpikan Bapak sehingga mau mundur dari anggota Dewan. Kami biarkan saja keputusan itu menjadi keputusan Bapak, kami tidak ingin lagi untuk menundanya.

Kamipun seperti pacaran kembali dengan Reno, duduk berdua di Bale Bengong melanjutkan menikmati bunga dan ramainya kupu-kupu serta suara burung yang masih ramai siang itu.
Puri Gading, 13-12-2014