Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Sabtu, 11 April 2015

Sobar-17 Kegalauan Hati Sobar





 "KEGALAUAN HATI SOBAR AKAN CUCU WANITANYA"


Waterboom Kesenangan Ganis (google.go.id)
Sobar sudah kelihatan tua, tapi masih menyisakan keperkasaannya. Pagi itu ia duduk di teras membaca Koran langganannya sejak di Bandung. Lagu Cinta Durjananya Reynold Panggabean, dengan Tarantulanya mengalun dengan merdu.
Merana Merana aku merana
Merana karena Cinta Durjana
Tersiksa batinku kerena cinta
Dab seterusbya berulang ulang terdengar sampai ke kamar Luna yang sedang asyik tidur. Ia ditinggalkan putri tunggalnya untuk bercengkerema dengan neneknya di taman. Ia bermain bulu tangkis dengan sepupunya, namun dia Ganis –tepatnya Ganisnita- satu satunya wanita cucu Sobar. Cucu Sobar dari mantu bulenya semuanya lelaki.

Luna memahami bahwa hati bapaknya lagi gundah, kalau menyetel kembali lagu nostalgianya itu. Diapun tak mau segera mengusik keasyikan meraka yang membaca Koran, yang bermain bulu tangkis. Dia berkemas perlahan walau sudah agak lama terbangun dari tidurnya. Dia sudah bisa menyesuaikan tidurnya dengan waktu setempat. Seperti diketahui dalam satu setengah tahun terakhir Luna mendampingi suaminya berada di Kyoto, mendampingi Reno menyelesaikan program Doktor Dalam Struktur Bangunan Tahan Gempabumi.

Luna pulang kampong, karena ada presentasi untuk melaporkan hasil penelitian yang dia gawangi, tentang kesetaraan gender dalam budaya psikologis Nusatntara. Luna mendapatkan Dana Riset dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sekaranf Kementerian Riset Teknologi dan Pendikan Tinggi. Dia merencanakan agak lama liburan, kebetulan Reno harus pergi ke San Fransico untuk mendiskusikan hasil penelitannya dengan seorang Profesor Seismologi disana.

Luna sangat mengerti perasaan Bapaknya, dikala menyetel lagu Cinta Durjana itu, demikian juga tidak tahu kok Luna juga merasakan salah kala mendengar lagu itu. Kayanya ada ikatan emosional antara Luna-Sobar dan lagu itu. Dengan dua cangkir kopi di tangan Luna ikut duduk dekat Bapaknya di teras, setelah cipika cipiki dengan Bapaknya.

“Akh kamu sama seperti saat kamu sebelum menikah saja, masih cipika cipiki Luna”. Goda Sobar.
“Gak apa apa kan Pa. Kan hubungan Bapak Anak tak akan pernah putus pak” sahut Luna.
Ha ha ha ha ha….. mereka tergelak tertawa bersama, sampai sampai dari kejauhan Bu Sobar ikut tersenyum.

“Pa, apa yang membuat hati Bapak gundah atau galau kalau anak muda sekarang menyebutkannya, kok lagu itu diputar”
“Akh nggak aoa-apa Bapak Cuma ingin mendengarkan saja”.
“Jangan begitu, Luna faham benar dengan hati Bapak, masak baru ditinggal satu setengah tahunan saja sudah berubah”.

Ya benar hati Sobar gundah karena khawatir Luna akan membawa buah hatinya ikut ke Jepang, memisahkan dengan kakek neneknya, yang sudah begitu menyayangi mereka. Ganis merupakan hiburan mereka berempat. Oh berempat> Ya memang karena dari pihak Reno Ganis merupakan cucu dalam nya pertama. Ganis menjadi pengikat betapa bahagia dan kompaknya dua keluarhga itu, sehingga tidak jarang kedua pasangan besan itu sangat sering saling mengundang atau pergi menginap di rumah satu sama lainnya. Suatu kebahagiaan yang susah didapat, sekalipun dengan banyak uang.

Luna tahu kegalauan bapaknya, karena secara sepintas Bu Sobar telah pernah menyampaikannya hal itu ke Luna. Dan Luna memang kepulangannya ini tidak bermaksud untuk menjemput Ganis, tetapi lebih kepada urusan pekerjaan, sekalian digunakan untuk pengoabt rindu dengan keluarga yang ditinggalkan, baik kedua orang tuanya maupun dengan keluarga mertua mereka. Luna menjelaskan dengan sangat hati-hati ke Sobar agar Sobar tidak tersinggung.

“Pa, jangan khawatir Ganis akan kubawa ke Jepang pa, dia kami bisarkan menjadi bagian kebahagiaan keluarga kami di sini, terlebih lagi sejak beberapa bulan yang lalu, Luna mendapatkan project penelitian psikologi pasca bencana, sebagai projek Posdoctral dari salah satu Lembaga di Universitas Kyoto. Kami sedikit sibuk pa.

Sobar berdiri dan berlalu sambil mematikan Lagu Cinta Durjana itu. “Apa , Apa Bapak tak salah dengar Luna”. Tidak Bapak tak salah dengar. Biarlah Ganis menjadi kebahagiaan keluarga kita disini, kami biarkan opa dan oma nya mendidik bersama, dia tidak kekurangan kasih sayang, karena itu juga merupakan kebahagian kami pa. Demikian Luna menjelaskannya.

Sobar merapikan korannya, serta melanjutkan menikmati kopi pagi bersama jajanan pasar yang tersuguh di meja teras. Sungguh bahagia hati Sobar. Tiba-tiba Bu Sobar ikut bergabung obrolanpun menjadi lebih ramai. Tapi seperti biasa Bu Sobar jarang angkat bicara. 

“Pa ada lagi kebahagiaan yang Bapak dan Ibu belum ketahui” sambung Luna.
“Ayo apa lagi, kamu tak bawa Ganis ke jepang saja itu merupakan kebahagian kami Luna”
Lunapun menceritakan bahwa ia sudah mengandung kembali cucu Sobar yang ke dua, kandungannya kata dokter cukup aman, sehingga dia berani pulang menumpang pesawat senirian tidak didampingi Reno.
“Wah-wah ini berita baik, yang segera harus kita sampaikan ke Mertua kamu Luna”  kata Sobar
“Apa mertua kamu sudah mengetahuinya, dari Reno barang kali?” Tanya Sobar.
“Belum pa, kami masih merahasiakannya”

Sobar menyuruh istrinya untuk segera berkemas siang itu untuk pergi ke rumah besannya, akan menyampaikan berita itu agar kedua keluarga bertambah bahagia. Bu Sobar segera engingatkan Sobar agar bersabar, karena hari ini mereka telah janjian, bahwa mertua Luna akan datang ke rumah Sobar sore hari, merayakan bersama kepulangan Luna.

Bu Sobar sebenarnya telah menyiapkan acara pertemuan tiu, akan tetapi bukan acara untuk menyampaikan berita kehamilan Luna, akan tetapi hanya makan bersama merayakan kedatangan Luna. Dengan adanya berita bahagia dari Luna maka acara akan dilanjutkan dengan acara berdoa syukur bersama dengan mengundang pendeta untuk datang ke rumah Sobar.

Sobar kelihatannya sibuk mengontak pendeta, mengingatkan kedua besannya akan pertemuan sorenya. Rupanya meraka sudah mempersiapkannya, bahkan ingin menginap bersama di kediaman Sobar. Besok mereka mau mengajak Ganis pergi bersama cucu-cucu yang lain ke Waterboom.

Kebahagiaan keluarga ini bukan main… Puji Tuhanb, Astungkara. Sangat melimpah semoga kehidupan selalu mendatangkan kebahagiaan dari segala penjuru, kata Sobar, dan dia Astungkara in oleh anak dan sitrinya.
Puri Gading, Minggu Pagi, 12 April 2015




Kamis, 09 April 2015

De-Karma 5 :Souchi Ngidam Durian



“Ngidam Durian Souchi dan Gerhana Bulan Darah”


Buah Durian Yang Menggoda
Rumah Meida menjadi semarak sejak de Karma sudah mempersunti Souchi.  Nana Jepun yang mereka jemput menjelang pernikahannya. Maklum keluarga Souchi masih menyisakan trauma tsunami yang mengambil korban sebagian besar orang kampungnya Fukushima. Kedua orang tuanya menjadi korban.  Souchi dan adiknya Souchita lepas dari bencana tersebut. Suchita sedang magang di Kyoto, dan Souchi belum sampai ke kampungnya pulang dari Indonesia. Namun pukulan tersebut membuat Souchi mengalami depresi sehingga harus mengalami perawatan cukup lama di Rumah Sakit setempat.

Souchi sekarang sudah menjadi bagian keluarga Meida, sudah hampir tiga bulan dia dinikahkan secara adat Bali dengan De Karma, di kampung Meida. Pestanya cukup meriah, karena batu kali ini keluarga Meida melaksanakan upacar pernikahan. Anak perempuannya Mang Adi saat menikah kan dibuatkan upacara dan resepsi di tempat suaminya Kamajaya. Keramaian cucu, anak dan memantu Meida yang sudah kembali ketempat usahanya di Dili Timor Leste. Hanya tinggal Meida, De Karma, Souchi dan Neni di keluarga tersebut,

Neni semakin intensip menyelesaikan Skripsinya dengan harapan tahun ini bisa selesai, dan dia bisa secara penuh bekerja membantu De Karma mengelaola keuangan usahanya, karena Souchi akan membantu pemasaran serta kegiatan expo yang dilakukan De Karma, dia tidak mau ikit mengelola keuangan, karena Souchi mengharapkan dapat aktif bermasyarakat sebagai wakil keluarga De Karma di masyarakat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, suka dan duka di perkampungan.

Memang Meida sangat beruntung punya mantu Souchi, walau sebelumnya dia sempaat ragu, apakah menantunya kelak dapat berbaur mengikuti masyarakat setempat. Dasar Souchi yang memang aktip di NGO –Non Govermental Organisation- yang sering dikirim ke daerah bencana rupanya sangat senang bermasyarakat, mudah membaur dan gampang menyesuaikan dengan masyarakat setempat. Sifat Souchi dapat melengkapi kekurangan dari sifat De Karma yang cenderung pendiam, pemalu sehingga sangat jarang terjun langsung kemasyarakat. Keluarga mereka sekarang lebih banyak diwakili oleh Souchi.

Souchi malah tidak ubah dengan wanika kampung setempat, dia lebih banyak memakai kemben kebanding daster atau rok, karena padatnya kegiatan masyarakat. Dia sangat aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, bahkan sebagian besar masyarakat mengingatkannya agar hati-hati karena sedang hamil muda. Diapun tidak segan bertanya dan belajar sehingga cepat menjadi cekatan, dan cepat dikenal oleh penduduk setempat. Tak rugi Meida mendapatkan mantu dari manca negara, intelek, cantik dan sangat cepat berbaur dengan masyarakat. Meida sangat bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa, telah dianugrahi menantu yang sangat rajin, dapat mewakili keluarga tepatnya nama baik keluarga di masyarakat.

Sore itu, sepulang dari gotong royong membuat bahan upacara karena ada seorang warga yang akan melangsungkan pernikahan, Souchi menghampiri Meida dan Neni yang sedang rehat nge teh sore di Bale bengong. Mereka langsung asyik melanjutkan obrolan bertiga. Souchi diingatkan Meida, agar jangan terlalu aktip di masyarakat saat lagi hamil muda. Souchi mengangguk angguk mengiyakan nasehat Meida. 

Neni meninggalkan mereka sayik ngobrol bersama, rupanya Neni mengambil kotak putih di dalam kulkas di berikan nya kepada Souchi. Ini mbak aku belikan tadi saat pergi ke kampus, aku mampir ke supermarket buah durian Thailand. Neni tahu Souchi mengidamkan durian. Walau durian lokal banyak dijajakan dipinggir jalan tapi dia memilih membelinya di supermarket, karena dia takut mengecewakan Souchi. Durian pinggir jalan sering harum baunya, tapi setelah dibuka mengecewakan isinya. 

Meraka tertawa berderai...... , Akh Neni kamu bisa saja membelikan mbak durian, kata Souchi. Souchi membuka dan menawarkan kepada Meida, dan Neni untuk menyantapnya bersama sama. Karena dia tahu Meida, sering mewanti wanti jangan banyak makan durian kalau lagi hamil. Nah mereka bersama ..... mencicipi hanya untuk mengormati jabang bayi yang ngidam durian, kata Meida.

Sedang asyiknya mereka menyantap durian sore itu, tiba-tiba De Karma, sudah ikut nimbrung duuduk di Bale Bengong.... Hehehehe kebetulan masih ada beberpa biji durian di  box, dilahat De Karma. Dia juga mengatakan untuk menghormati yang ada di dalam perut Souchi. De Karma malah kelihatan seperti orang ngidam, dia jilati durian yang lengket lengket dijarinya sampai bersih. Neni puas melihat Meida, De Karma dan terutama Souchi sangat menikmati buah dirian yang dia belikan. Tapi Meida...... membisikinya, “Neni kau tak boleh sering sering membelikannya durian, jangan terlalu diikuti nanti kebanyakan durian dia bisa mabok”.

Di Bale bengong, Meida dan Neni meninggalkan Souchi dan De Karma bercengkerema berdua. Neni melanjutkan menyiram kembang yang ada dekat studio De Karma, dan Meida sudah menyiapkan diri dan perlengkapan sembahyang. Kebetulan hari itu bulan Purnama. Kata orang-orang melalui media Purnama malam akan mengalami gerhana, gerhana darah lagi. Kata temanku di BMKG gerhana itu adalah gerhana merah darah, atau Blood Moon Eclipse, yang datangnya hanya 500 tahun sekali. Hal ituseperti biasanya bulan purnama Meida pasti mempersiapkan upakara untuk persembahyangan.

De Karma mengelus elus perut mungil Souchi, dia tidak malu melonggarkan kemben yang dipakainya karena belum sempat menganti dengan daster. De Karma sangat sayang dengan Souchi, demikian pula kelihatannya Souchi sangat menikmati kehamilan mudanya. Dia akan melahirkan generasi generasi baru untuk Keluarga De Karma maupun keluarga Fukushima yang dia akan teruskan bersama adiknya.

Mereka sangat menikmati sore itu, kelelawarpun sudah mulai berseliweran menyambangi pohon sawo bersama burung walet yang kembali ke sarangnya setelah seharian mengembara mencari makan. Rumah De Karma kelihatan begitu ramai dengan suara-suara burung. Mereka terbangun rupanya De Karma dan Souchi sempat sejanak ketiduran di Bele Bengong. 

Meida datang menghampir, “ hei hei anak-anakku ayo cepat bangun, mandi ayo kita sembahyang “ hari sudah akan masuk sandikala ayo” Mereka cepat-cepat bangun merapikan Bale Bengong, terus mempersiapkan diri untuk melakukan persembahyangan Bulan Purnama. De Karma, Souchi dan Neni pun kelihatan khusus melakukan persembahyangan bersama dipimpin Meida. 

Setelah selesai sembahyang De Karma mengingatkan Souchi dan Neni untuk segera berkemas, untuk pergi ke dokter, karena hari itu juga merupakan hari kontrol kandungannya Souchi. Mereka sengaja memilih pergi agak malam, menghindari kemacetan jalan. Meraka sudah mempunyai janji dengan dokter langganan di Klinik Mitra Ibu. Dan seperti biasa sehabis kontrol, De Karma ingin mengajak mereka bertiga mampir menikmati makan malam bersama. Pilihan tempat biasanya diserahkan kepada Meida, Souchi dan Neni secara bergantian. Biasanya Meida juga ikut, namun karena malam itu pas BulN Purnama Meida tidak ikut, mau meneruskan semedi di Pura Keluarga malam itu, untuk beberapa lama.

Merekapun pergi bertiga, malam itu kelihatan Neni yang memegang stir, meluncur meninggalkan rumah sekitar jam tujuh malam. Happi Blood Moon Eclipse....... dan mobil merekapun secara perlahan masuk kota menuju klinik.

Pondok Betung, 10 April 2015

Selasa, 24 Februari 2015

De-Karma 4. Kenangan Kota Lama



“KENANGAN DI KOTA LAMA MEMBAWAKU KEMBALI”


Kota Lama Menjelang Sore (google.co.id)
Meida sudah sangat faham dengan suasana hati anak sulungnya De Karma. Sejak pagi lagu Koes Plus Kota Lama mengalun berulang ulang, sayup sayup terdengar oleh Meida. Iapun mengingatkan Neni untuk mengingatkan De Karma untuk sarapan. “Antarkan saja sarapannya ke ruang kerjanya Nen” Kata Meida kepada Neni karena jam sudah menunjukkan Pk 09 30. Kala lagu itu didengarkan berulang ulang pastilah suasana hati De Karma lagi senang.
Neni menaruh makanan yang dia bawakan di meja kosong sebelah De Karma, leyeh-leyeh. Rupanya ia tidak sedang bekerja, akan tetapi sedang mendengarkan lagu sambil leyeh-leyeh di sofa panjang yang warna merah hati, yang terbungkus rapa dari kulit. Neni duduk disebelhnya sambil ikut mendengarkan lagu yang sedang distel De Karma.
“Nen kamu cantik pagi ini, aura kecantikanmu keluar optimal” rayu De Karma, sehingga pipi Neni yang lesung menjadi merona merah. Bak merah make up dikala neni menari, hanya saja merah ini alami. “Akh Bli Karma bisa saja memuji wanita yang hatinya sedang berbunga bunga” sahut Neni, sambil melanjutkan. Neni akan lebih cantik kalau Bli Karma segera sarapan Bli. “Ayo kamu temeni Bli sarapan” timpal De Karma.
Sambil menyajikan kembali sarapan yang Neni Bawa, De Karma memulai sarapannya. Nah begitu saja terus, Meida pasti akan lebih bahagia Karma. Tiba-tiba suara Meida dari belakang mereka, yang rupanya memperhatikannya sejak beberpa menit lalu. Ayo Me ikut sarapan, Neni menawarkan sambil menyerahkan satu piring kepa Meida. Neni mengisikan makanan sedikit, karena dia tahu Meida sudah sarapan tadi pagi.
Meida sangat hafal dengan suasana hatimu Karma. Apa yang sedang kamu fikirkan. Apa sudah memutuskan akan menikahi Neni. Ibu pasti akan senang sekali. Kita akan rayakan dengan penuh kegembiraan anakku. Adikmu akan Ibu suruh cuti sebulan mempersiapkannya.
Hahahaha, Ibu tak usah kawatir Neni sudah kuanggap adikku yang paling bungsu. Dia akan tetap menjadi bagian keluarga kita. Aku punya firasat akan segera menemukan tambatan hatiku. Aku belum yakin kalau Shouci ikut menjadi korban tsunami. Semalam aku memimpikannya, dia datang kesini, kulihat dia sedang ngobrol sama Ibu dan Neni.
Pantesan, lagu Kota Lama kau putar berulang kali dari pagi. Ibu ingat kalau kau bertemu pertama kali sama Shouci, di stasiun Beos, Jakarta. Sama-sama baru turun dari Bandung. Kalau tidak salah saat kalian sama-sama terjun ke Priangan Selatan membantu korban gempabumi beberapa tahun silam. 
Ya benar sekali ingatan ibu, aku pertama kali bertemu dengan nya di sana, dan yang paling kuingat saat kutawarkan untuk ngopi bersama di kota tua – Kota Lama- lagu Kota Lamanya Koes Plus yang diputarkan disana. Jadi siang itu kami ngobrol bersama. Menikmati kopi luwak, katanya sih produksi Liwa Lampung Barat. “Wah pasti nikmat Bli, minum kopi ditemani, gadis yang memikat hati Bli, dikota lama lagi, so sweet lah Bli, Hehehehe” sahut Neni.
Oh iya, apa ibu lupa de Karma, apa mungkin sudah pernah ibu sampaikan, saat kau sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan pameran di Surabaya minggu lalu, ada dua orang mencarimu kesini. Dia datang katanya karena membaca profil kamu di Koran Lokal. Dia ingin berbincang dengan kamu tentang beberapa hal. “Lho kok Neni nggak tahu Meida” kata Neni. Ya memang benar kamu tidak di rumah saat itu. Kamu ke kampus, katanya mau ketemu pembimbing.
Siang itu pemuda tersebut datang bersama seorang guide, dia orang Jepang, kayanya sih sebaya dengan pacarnya Neni, anaknya sangat sopan. Ibu katakan bahwa kamu masih di luar kota. Diapun tidak lama, katanya mau kembali ke Denpasar, dia mau urus cansel pemberangkatannya ke Jepang, khusus untuk menemui kamu dulu. “Wah Karma jadi orang penting, dong Me” Sahut de Karma.
Neni asyik merapikan piring dan perlengkapan sarapan yang sudah mulai selesai, dan menyiapkan kopi untuk De Karma, Kopi Arabica Capucino, dan Teh Poci untuk Meida. Mereka melanjutkan berbincang bertiga sampai waktu sembahyang siang hari itu tiba. Mereka seakan kompak bubar, dan menuju tempat sembahyang setelah membersihkan diri.
***
Menjelang sore, dua orang tamu yang Meida masih sangat ingat datang kembali bergegas turun dari mobil travel, sebagai ciri khas tamu dari Jepang, diikuti seorang guide. Mereka datang untuk kembali ingin ngobrol bersana De Karma yang dia baca di Koran Lokal itu. Meida menghantarkan tamu tersebut ke Bale Bengong, sambil mempersilahkan tamunya untuk menikmati minumnan yang tersedia di boks minuman yang tersedia. Silahkan Bapak-Bapak untuk minum, bapak-bapak silahkan mengambil sendiri sambil menunggu anak saya. Dia baru sejaman yang lalu masuk ke studionya, Neni telah kusuruh untuk memberitahu.
Tak lama Neni kembali, menyampaikan kepada tamunya untuk dapat menunggu barang 15 menit lagi, karena De Karma lagi tanggung menyelesaikan proyeknya, lagi dapat inspirasi katanya yang lagi dituangkan kedalam sebuah desain grafis untuk sebuah produk makanan anak-anak produk Malaysia. Atas nama Bli Karama, Neni mohon maaf dan mohon dapat sabar menunggu.
Mereka Meida, Neni dan dua orang tamunya, seru ngobrolkan tentang rumah mereka yang sepi itu. Meida menceritakan bahwa anak lelakinya itu memang anak yang  maniak dalam kerja, sampai sampai lupa akan umurnya yang sudah kepala tiga, belum juga menikah. Dia lelaki yang sangat profesional dalam pekerjaannya, Meida tak tahu katanya sih anak buahnya banyak, tapi Meida tak pernah ketemu banyak. Bekerjanya suka-suka, bisa malam, bisa siang, bisa siang sampai malam. Terus liburan beberapa hari. Meida hanya mengikuti kemauan dia saja, dia anak laki-laki satu satunya yang Meida punya.
Lebih lima menit dari waktu yang dijanjikan, De Karma datang ke Bale Bengong. Merekapun saling berjabat tangan memperkenalkan diri, lalu kembali duduk bertiga. Meida dan Neni pamit meninggalkan Bale bengong. Neni mempersiapkan kopi panas dengan uli bakar yang menjadi kesukaan de Karma. Neni menghidangkan kepada tetamunya, lalu dia pergi dengan kesibukannya.
*****
Mereka bertiga asyik menikmati kopi dengan uli bakar, Sangkan sang pemandu wisata yang mengantar tamu Jepun ke rumah De Karma, memperkenalkan tamunya setelah De Karam basa-basi sedikit, dan memperkenalkan studio dan kiprahnya sampai saat ini di dunia desain grafis.  Sangkan menjelaskan bahwa tamunya Sucitha Fukusima, sangat tertarik dan ingin bertemu dengan De Karma, setalah dia membaca profil De Karma di Koran Lokal. Foto De Karma mengingatkannya kepada seseorang yang selalu diharapkan dapat memaafkan ‘kakak’nya yang baru sembuh dari depresi.
Kakak Suchita san, tak kuasa menahan kesedihan ketika tahu bahwa kedua orang tua mereka ikut terbawa tsunami hebat yang menimpa perkampungan mereka di Jepang timur beberapa tahun silam. Masih beruntung mereka berdua kakak beradik, belum sampai di rumah saat gempa terjadi Suchita masih di Kiyoto, karena dia lagi studi banding kesana, yang di Indonesia lebih tepat kalau dibilang sebagai magang,
“Siapa nama kakak kalian?” tanya De Karma . Dengan sigap Suchita yang kelihatan masih muda dan energik mengambil smartphone nya dan menunjukkan sebuah foto seseorang. De Karma Kaget, dia kenal benar foto tersebut, dialah Souchi Fukusima, gadis yang pernah merencanakan akan menikah dengannya, setelah memohon restu kedua orang tuanya. Dia pulang ke Jepang dua hari menjelang Gempa dahsyar yang memporak porandakan Jepang Timur Laut dengan tsunaminya yang begitu hebat, sampai membocorkan reaktor nuklir pembangkit listrik Fukusima.
Dia terdiam hanya tertunduk sambil garuk-garuk kepala. Jangan kau lanjiutkan ceritanya. Tolong stop yang penting aku tahu bahwa dia masih hidup, aku tahu dia pasti sangat merindukan aku, dan menunggu aku untuk menjemputnya. Nah ceritakan sedikit tentang kesehatannya. 
Dia sudah sehat beberapa bulan terakhir ini menata kembali runah peninggalan orang tua kami, mengurus segala sesuatu yang terkait dengan asuransi, dan pensiun orang tua kami. Kebetulan ornag tua kami meninggalkan sedikit saham di sebuah perusahaan kimia di kota kami, sehingga kami berdua berbagi pekerjaan. Terkait dengan masalah asuransi, dan pensiun kakakku yang mengurusnya. Sedangkan masalah alih saham perusahaan sudah aku urus sendiri. Jelas Suchita, Secara spontan meraka –De Karma dan Suchita- berdiri dan saling berangkulan. Keduanya tidak dapat mengendaalikan emosi mereka, walau keduanya lelaki, terlihat jelas bulir-bulir halus air mata menetes di pipi mereka. Puji syukur kalau Souchi masih hidup dan sehat. Terima kasih, terima kasih. Tolong jangan terlalu memberikan kabar yang mengagetkannya. Kalau kau kembali sampaikan saja aku akan segera menjemputnya untuk kami persunting menjadi istri seperti rencana semula. Bisik De Karma. Suchita hanya manggut manggut saja.
De Karma, baru mengerti kenapa hatinya berbunga-bunga sejak pagi tadi. Lagu Kota Lama sangat enak terdengar di telinganya. Ternyata gadis di Kola Lama yang dia kenal sedang menunggu, sama dengan yang ia lakukan selama ini. Tak sadar iapun berteriak memanggil Meida. “Meida.... Meida...... Meida........ Ibu.... ada kabar baik, ibu akan segera mempunyai mantu bu.........
Meida mendekat dan mendekap putranya De Karma yang lagi bergembira sore itu, Terima kasih ya Tuhan kau telah menambah semangat anakku, semoga apa yang dia inginkan kau kabulkan. Itu doa Meida. Kedua tamu De Karma, pamitan karena Suchita harus bergegas ke badara untuk berangkat dengan SQ untuk kembali kenegerinya, memabawa berita bahagia ini untuk kakaknya. Ia ingat pesan De Karma untuk menyampaikannya langsung... tidak melalui telepon ke kakaknya.  Sayonara........... antian beli ditu  (tunggu abang disana) Souchi...... kata De Karma. 
Pondok Betung, 25 Pebruari 2015.

Selasa, 17 Februari 2015

Rani-25 Tancap Kayon



“KANJENG MAMI TANCAP KAYON”

Tancap Kayon (google.co.id)
Malam itu semilir angin dingin berhembus, menyeruak ke dalam ruangan melalui sela sela jendela yang masih terbuka. Rembulan malu-malu dibalik awan seakan awan Januari tetap menyelimuti tipis malam itu. Di beranda Bale Utara, semua anggota Keluarga Besar Puri Anyer telah berkumpul, menunggu Kanjeng Mami yang akan menyampaikan sesuatu yang sangat penting kepada mereka, Kanjeng Mami sebagai Pengemong Puri, tetua Puri Anyar telah berhasil mengangkat kembali Puri Anyer sebagai Puri wisata dan secara rutin dikunjungi  rombongan touris untuk menyaksikan pertunjukan Calonarang yang diiringi Okokan, yaitu keroncongan sapi atau kerbau yang dibuat sedemikian rupa sehingga suaranya menjadi sebuah harmoni. 


Rabu, 04 Februari 2015

de-Karma 3 : Mimpi De Karma




“MIMPI DE KARMA”

Suasana Vila sekitar studio de-Karma (google.co.id)
Neni bergegas pergi ke studio De Karma, dia melihat De Karma masih tertidur di sofa, dengan nyenyaknya pagi itu. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 09 00 . Dia segera merapikan barang-barang yang tertinggal di meja. Susu coklat panas dan ulibakar yang ia sajikan tengah malam tadi kelihatannya hampir utuh, hanya sedikit berkurang. Mungkin susu coklat hanya diseruput satu tegukan dan sepotong uli bakarpun masih sisa separuh. 

Neni membukakan jendela, membiarkan angin pagi dan sinar mentari masuk ke studio sehingga badan De Karma sedikit dijilat matahari. Neni tahu itu kesenanngan De Karma, karena dia terbiasa melihat majikan yang juga saudara sepupunya itu memang orang yang gila kerja, tanpa memperhatikan waktu. Tapi malam tadi lain, karena malam tahun baru. Dia baru pulang ke rumah dengan moge nya hampir lewat tengah malam.