Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Minggu, 28 September 2014

Rani 23 : Kebahagiaan Ladawa.



“BERBAGI KEBAHAGIAAN DENGAN SALMAH-LADAWA”

Festival Layang-layang (detik.com)
Pagi itu mentari telah menerobos masuk ke dalam kamar masing-masing yang berjejer di Puri Gading, di Bale Bengong samping kolam sudah terlihat duduk berdua dengan Salmah, maklum mereka tamu disana. Mereka menghormati besan dan menantunya untuk bermalam pada malam yang membahagiakan itu. Maklum acara tadi malam membuat merka harus pulang bersama. Mereka mengumumkan kepada keluarga besar Cokde dan Keluarga Besar Ladawa yang sengaja diundang untuk datang di salah satu Hotel di kawasam Pecatu, kaki Pulau Bali di dekat Pantai Dream Land.

Malam itu acara syukuran HUT kedua putra kembar Rani, sebagai nazar Ladawa setalah Rani melahirkan anak kembar laki-laki, sehingga Rani telah mempunyai tiga anak laki. Anak kembar ini mereka , anak yang lahir pertama mereka berikan nama Cok Raka Anyer dan yang lahir kedua mereka kasih nama Cok Rai Gading. Kanjeng Mami sangat setuju untuk memberikan Rai Gading untuk diasuh oleh Salmah dan Ladawa.  Ladawa memanmerupakan anak tunggal yang hanya satu puti yaitu Rani.  Ladawa akan menunjuk Rai Gading kelak sebagai penerus dan pewaris usahanya.

Malam itu Ladawa mengumumkan bahwa sebagian besar warisannya dilimpahkan kepada cucunya Rai Gading, yang telah disyahkan Notaris, untuk didaftarkan di pengadilan sehingga mempunyai kekuatan hukum. Ladawa tidak mau cucunya kehilangan sosok orang tuanya sehingga meminta ijin secara berkala akan mempertemukannya dengan orang tua mereka, karena dia merasakan betapa seunyinya sebagai anak tunggal yang terpisah dengan orang tuanya.

Ladawa memang anak tunggal keturunan seorang bangsawan Lombok, yang migran ke Lombok sudah beberapa ratus tahun lalu. Dia merupakan generasi ke empat disana. Hanya saja secara historic keluarga Ladawa merupakan keluarga yang tidak mempunyai banyak keturunan. Demikian pula di kampong aslinya di Karangasem, sampai saat ini tidak banyak keluarganya. Ladawa sering berkelakar, bahwa keluarga besarnya walau tidak dihimbau telah melaksanakan program Keluarga Berencana.

Sebagian lagi warisan Ladawa akan di gunakan untuk meneruskan kegiatan Suster Saalmah selama ini, untuk mengembangkan Panti Asuhan yang sudah mulai dirintisnya di Lombok, dan kampong asal Ladawa. Rai Gading akan meneruskan mengelola Ladawa Group sebuah perusahan yang bergerak dalam bidang Properties, kontraktor pembangunan jalan, Hotel-Villas, tempat destinasi wisata serta mengelola cabang Klinik Water Born di kota Mataram yang akan diresmikan dalam waktu yang tidak lama lagi.
Keluarga Cokde, terutama Kanjeng Mami sangat memahami maksud Ladwa dan Salmah, walau sebenarnya Cokde dan Rani agak berat menyerahkan pengasuhan putra mereka kepada Mama Salmah. Kanjeng Mami meyakinkan Rani bahwa Rai akan di urus dengan baik oleh Suster Salmah, karena Raid an kedua saudaranya juga merupakan cucu mereka juga. Walau adat di kampong kira masih menganut garis keturunan ayah.
Kanjerng Mami meyakinkan Cokde dan Rani, bahwa Rai tidak akan kehilangan apapun terkait dengan Puri Anyer, hanya saja mereka akan ditambahi tugas untuk lebih berbakti pada Ladawa Salmah, dibandingkan dengan kedua saudara lainnya. Toh Salmah sudah merawat Raka dan rai, demikian juga kakaknya Cokde Junior, Kanjeng Mami melihat betapa tulusnya Salmah menyayangi mereka bertiga, sehingga tidak ada alas an untuk menghalangi mereka untuk mengadopsi menjadikan cucu keturunan dalam.

Sambil menikmati suara degung Bali kelihatan Ladwa dan Salma bercengkerema menikmati pagi ttu. Salmah membantu Meyan menyiapkan sarapan untuk seluruh keluarga. Ia membawakan Ladawa sepoci teh dengan gula baru, serta beberapa potong lempog telo, yaitu semacam getuk lindri bali, hanya menggunakan gula merah dan parutan kelapa.

Teh poci gula batu merupakan minuman kesenangan Ladawa sejak muda, yang tidak pernah dilupakan Salmah pada setiap menikmati waktu luangnya Ladawa. Meraka masih ingat saat-saat mereka pacaran di Surabaya saat Ladawa masih menempun pendidikan di Fakultas Teknik sebuah perguruan tinggi negeri terkjenal di kota buaya itu.

Sejak muda memang Ladawa sudah sangat suka berbisnis. Sambil kuliah, sisa uang kiriman orang tuanya yang seorang jurahan beras di Mataram, digunakan untuk membeli becak, sehingga sampai tamat Ladawa sempat memiliki 380 buah becak. Dari langganan becak inilah sebenarnya Salmah dan Ladawa dipertemukan. Dan menikah setelah Ladawa lulus dan menunggu saat diwisuda.

Salmah meninggalkan Ladawa menikmati pagi itu dengan melihat – lihat alunan air kolam, beberapa burung liar menumpang mandi di sana, sungguh suasana yang mendamaikan hati. Dia memperhatikan Salmah. Betapa sayangnya Salmah kepada ketiga cucunya sehingga setiap ia ke Puri Gading, ketiga cucunya minta Oma Salmah memandikannya, dan Meyan dapat istirahat sementara.

Kata Kanjeng Mami, memang cucunya sangat beruntung dipertemukan dengan neneknya kembali, sehingga dapat menikmati kebahagiaan lebih. Kelebihan kebahagiaan itu di bawa oleh Salmah, sebagai penyegar atmosfer puri. Dia sangat pintar membawakan diri, walau merupakan cucu kandung ketiga anak Rani, dia sangat hormat dan tidak mau menynggung perasaan Kanjeng mami. Mingkin karena keduanya masih merupakan keturunan dekat dari keratin.

Keduanya menikah keluar tidak direstui orang tua mereka, walau belakangan hubungan mereka sudah baik, bahkan kakek Rani sudah beberapa kali berkunjung ke puri bersama Salmah Ladawa, menengok cicitnya. Kebahagiaan Ladawa rupanya tak mau diusik oleh keluarga Cokde.  Meraka membiarkan Ladawa menikmati paginya sampai siang di Bale Bengong.

Kanjeng Mami, Oma Salmah, Cokde dan Rani telah menyelesaikan sarapan mereka. Ladawa pun ketiduran dalam alunan Degung Bali, dihibur beberapa burung ‘becica’ yang asyik mandi di kolam yang mengalun diembus angina pagi itu. Sampai Salmah membangunkan bersam ketiga cucunya datang ke tepian kolam.

Ladawa terbangun dan buru-buru mengusap usap matanya, sambil mengulurkan tangan agar cucunya mau dipanmgku, ketiganya berebitan. Cokde Junior yang sudah pasti menang. Raka dan Rai di pangkuan Salmah. Ladawa menceritakan baru saja bermimpi terbawa memori saat dia masih di Surabaya. Dia sering ngobrold dengan para tukang necak bawahannya. Seseorang yang mereka sangat ingat yaitu Cak Gandar.
Cak Gandar seorang tukang becak yang sangat ceria, dan sangat menyayangi keluarganya, sehingga setiap pagi dia minta ijin untuk mengantarkan keliling akak-anaknya berkeliling alun-alun. Sambil mengayuh becak dia akan bercerita atau mendongeng pada anak-anaknya yang dipangku dan disuapi oleh ibunya. Sekitar sejam dia membawa keliling anaknya sampai tertidur dam diajak pulang istrinya. Dia pulang sambil menikmati sarapan yang disiapkan minum tej tubruk gula batu penambah stamina narik bea seharian.

Nah teh poci yang Oma Salmah siapkan tadi rupanya membangkitkan memori Kakek sehingga kakek ingat dengan teman kakek yang tukan becak, Cokde Junior pun bertanya apda ladawa “Becak itu apa kek”. Itu alat angkutan yang berroda tiga di kayuh tukang becak seperti sepeda, dan penumpangnya duduk di depan.

“Salmah, he Oma Salmah aku lupa, aku ingin mendongeng nanti kepada cucu-cucuku, aku harus siapkan dengan baik dulu bahasanya, dan merefresh kembali memoriku tentang dongeng Cak Gandar yang dulu banyak deceritakannya kepadaku. Mudah-mudahan ada keluarganya yang masih kenal aku. Ingin rasaya aku menemui mereka, berbagi kebahagiaan” ucap Ladawa.

Rani sudah terdengar memanggil ketiga putranya, untuk bersiap pergi ke perlombaan laying-layang yang diadakan di pantai Sanur. Mengingatkan Oma dan Opa Ladawa untuk bersiap berangkat, kendaraan telah siap. Meraka berangkat menuju tempat Festival Layang-layang Internasional yang mengundang par ape laying-layang manca negara disamping dari dalam negeri, rupanya ada yang databng dari Hongkong, Guangzu, Kyoto, Osaka, Taiwan, Singapura, New Delhi maupun dari Kuala Lumpur.

Meraka berangkat dua mobil, sampai di tujuan laying-layang sudah mulai mengudara. Betapa riuhnya para pengiring dan sporter laying laying itu. Ada yang diiringi tetabuhab, ada yang diiringi pakai sorakan dan berbagai suprot lainnya. Ketiga cucu Ladawa ikut berlarian kesana kemari melihat laying laying yang yang sedang diadu. 

Cokde dan Rani sibuk mendokumentasikan festival dan keceriaan anak-anaknya serta kemanjaan anak-anaknya bercengkrema dengan Kanjeng Mami, Oma Salmah dan Ladawa. Sungguh suasana masa anak-anak yang sangat menyenangkan.

Puri Gading, September 2014.

Rabu, 03 September 2014

Sobar : 14 Daster Pink Motif Kembang, Luna

“DASTER PINK MOTIF KEMBANG LUNA”


Add caption
Kurasakan pagi ini tidak begitu cerah,  hampir sudah jam sembilan, matahari kelihatannya enggan menampakkan dirinya, anginpun sepoi membuat kulit ini dingin merinding. Padahal sebentar-sebantar aku harus uwek-uwek mencari wastafel. Sarapan pagi yang selalu ada bubur Manadonya membuat aku agak enek. Tapi kata mama –mertuaku- bubur Manado baik untuk wanita yang sedang mengalami sindrome mual dan muntah-muntah pada kehamilannya, Jadi untuk menghormati beliau akupun tetap harus melahapnya.

Mama terlihat super protektif terhadapku, maklum karena aku mantu pertama dan janin yang ada dikandunganku adalah calon cucunya yang pertama. Tapi pernah kudengar mama cerita dia akan memperhatikanku, karena ia yakin bahwa aku adalah reinkarnasi mama Lasteri, kakak tiri mamaku. Mama Lasteri dikala hidupnya sangat sayang kepada mama, sehingga ia tidak mau kualat bila tidak memperhatikanku.

Aku kasihan suamiku Reno, mungkin sudah seminggu tidak pergi ke kampus. Dia disuruh mama menemani aku dirumah, katanya takut kalau terjadi apa-apa. Sementara kanegnku untuk menengok rumah Ibu –ibu kandungku Bu Sobar- sudah tak bisa kubendung. Reno nampaknya masih tidur dikamar, aku tak mau membangunkannya. Aku tahu dia masih dihormati oleh mahasiswa nya dan dimintai pendapat kalau ada kegiatan di kampus, walau dia tergolong dosen muda. Sebentar lagi Dies Natalis Universitas tempat kami bekerja. Tentu Reno ikut memberikan masukan. Biasanya untuk design pameran, atau design panggung saaat pentas terkait Dies Natalis tersebut. Apalagi untuk tahun ini bersamaan dengan limapuluh tahun Universitas akan diadakan secara lebih meriah, dan melibatkan seluruh stake holder.

Tiba tiba mama mendekati aku. Bagaimana Luna, “Kau kelihatannya lebih segar pagi ini, apa sudah mereda mualnya” . “Biasa ma, terkadang masih datang sekali-sekali” jawabku. Aku lihat diwajahmu ada kerinduan. Mungkin kau ingin menginap untuk beberapa lama di rumah Ibu. Dia mungkin juga sudah kangen dengan kamu. Pulanglah nanti siang rencananya Mama juga akan ke rumah Ibu, rembugkan sama Reno. Kamu boleh kok tinggal disana, mama tak keberatan, nanti secara berkala mama akan datang kesana.

Rupanya Reno sudah membicarakan masalah ini dengan mama, padahal aku hanya kangen dengan masakan ibuku saja, kangen dengan celotehan ayahku. Aku ingin mendengarkan alunan Cinta Durjananya Reinold Panggabean, dengan Orkes Melayu Tarantulanya. Kenapa kangenku begitu berat.

Seperti kebiasaannya selama ini suamiku tidak pernah menceriterakan pekerjaan bersamaku, dia sangat profesional, termasuk saat hari pernikahanku. Sampai dua hari menjelang Hari H Reno masih sibuk dengan advis mahasiswa yang meminta masukannya sebagai senior dalam Masa Orientasi, dimana Fakutas Teknik seperti biasa mempunyai tradisi yang unik. Biasanya dengan seragam hitam-hitam, jamnyapun sangat beda dengan Fakultas Lain. Nah Reno menjadi salah satus esepuh mereka, dan kebetulan sekarang mengabdi menjadi dosen di almamaternya.

Dia bisa bekerja dengan jarak jauh memberikan instruksi secara online, teman-temannya yang merealisasikan ide masalah dekorasi resepsi pernikahan kami, kalau yang terkait dengan upacara keagamaan menjadi tanggung jawab orang tua kami. Walau begitu toh perkawinan kami berlangsung sangat meriah dan sangat unik. Hampir seluruh gedung ditandai oleh panitia berpakaian hitam-hitam, tak lain adalah mahasiswa teknik, maupun alumninya yang mempunyai tradisi, akan hadir walau tdiak diundang.

Aku masih ingat akan hal itu. Jadi masalah Dies Natalis menurut aku masalah yang tidak terlalu merepotkannya walau sudah seminggu tak ke kampus. Kan ada media sosial, ada skype. Akh memang aku masih jadul dalam masalah ini. Reno menyarankan untuk mengakali kendala jarak dalam diskusi atau konsultasi klienku bisa digunakan skype dan dia akan menginstalasinya di kantorku. Sampai saat ini aku belum mengiyakannya, aku masih ingin melihat roman muka, mikik dan sikap klienkua pada saat konsultasi. Karena menurutku itu akan sangat membantu aku membuat kepputusan yang tepat dalam mendiagnose masalah klienku, sertamemberikan tindak lanjut solusinya.

Reno rupanya sudah rapi, ternyata mama kelihatannya telah mambangunkan Reno melalui sms ke HP nya. Sehingga kulihat ia bergegas sarapan dan menghampiriku, dengan sebuah tas yang cukup besar. “Untuk apa tas besar itu Ren?” tanyaku. “Lho katanya mau nginap di rumah Ibu”. Hahaha cepat amat tindak lanjutnya.

Sebelum berangkat aku pamitan ke mama, dan seperti biasa aku mencium tangannya, sama seperti yang dilakukan Reno ke mama. Ku ingat pesan mama jaga diri baik-baik, rumah ibumu juga rumah mama, rumah mama juga rumahmu. Aduh bahagianya hatiku mendengar apa yang diucapkan mama. Dan akupun pergi kerumah ibu.

Ibuku terkejut melihat kedatangan kami, beliau masih bercengkerema dengan keponakanku, ponakan buleku semuanya berhamburan menyalami aku dan Reno. Mereka memang sangat dekat dengan Reno karena mereka sering diajak ngobrol. Bermain maupun dibantu dalam pekerjaan rumah sekolahnya. Akh Reno memang sangat cepat akrab dengan ponakanku.

Ku minta Reno meninggalkan aku di rumah, sementara ia ku minta datang ke kampus untuk menemui mahasiswanya yang sedang mempersiapkan acara Dies Natalis, siapa tahu advis Reno ditungu tunggu mereka.

Kuceritakan ke Ibuku, bahwa dalam kehamilanku yang sudah memasuku bulan ke enam ini aku masih mengalami muntah-muntah. Padahal ibu saat mengandung semua anaknya tidak mengalami gejala serupa. Mungkin aku mengalami hal yang sama dialami oleh mama – ibu mertuaku-, pada setiap kehamilannya mengalami muntah-muntah yang sangat lama, bahkan sebulan sebelum kelahiran beliau masih mengalami gejala itu. Mungkin juga karena reaksi rahimku yang baru pertama hamil,

Tiba-tiba, sayup sayup aku dengar lagu Cinta Durjana, berarti ayah sudah siap akan berangkat kerja. Memang kata ibu belakangan beliau berangkat kerja siang-siang. Beliau jarang mengikuti sidang kalau dilakukan pagi hari. Cukup staf akhlinya saja yang mewakili. Ayah memelukku dari belakng, sambil memujiku. “Luna kau cantik sekali dalam kehamilan ini, coba tanya ibumu benar nggak begitu?” “ Benar yah, Luna tampak lebih cantik selama kehamilannya ini” sahut ibuku. Pasangan yang masih selalu kompak, gumanku,

Ayah langsung membuka kembali kemejanya, diganti dengan kaos T-Shirt saja. Dengan kepulanganku beliau membatalkan pergi ke kantor. Beliau ingin mendengarkan  cerita kehamilanku, dan perlakuan mama kepadaku. Kuceritakan apa adanya. Aku selama kehamilan sedikit tersiksa yah, hampir sepanjang hari aku mengalami muntah, untuk aku disamping memiliki Ibu dan ayah yang sangat menyayangi aku, mama –mertuaku- sangat prosetktif padaku, dia juga sangat menyayangi aku.
Lebih banyak dia tinggal bersamaku, beliau takut aku akan mengalami hal-hal yang menyulitkan, karena pengalaman beliau setiap hamil mengalami hal yang sama. Beliau juga merasa harus melayani aku, karena Mama Lasteri dalam hidupnya sangat menyayanginya walau hanya saudara tiri.

“Bu, kita rayakan kepulangan Luna dengan makan-makan masakan ibu”. Oh ya tadi ibu membuat pisang rai hijau, mungkin kau kepingin mencicipinya Luna. “Oh iya Bu aku memang sudah lama kepingin pisang rai hijau. Pasang rai adalah pisang dibalut adonan tepung encer di rebus dalam air mendidih, ditiridkan sesudah mateang. Lalu disajikan untuk dimakan bersama parutan kelapa dan gula juruh.

Ini namanya pucuk dicinta ulam tiba. Gayung bersambut. Aku menikmati bertiga dengan Ibu dan ayah. Keponakanku kelihatannya masuk ke kamar masing-masing untuk bermain game. Meraka main bersama hanya saja masing-masing ada dikamarnya. Mainya secara on-line. Mendengar cerita Luna yang sangat disayang mama nya, Sobarpun sangat senag, dan dia tidak sadar telah berulang kali memutar Cinta Durjana nya Reinold Panggabena.

Merana, merana aku merana, merana karena cinta durjana. Tersiksa batinku karena cinta karena kau cinta durjana. Iru sepenggal syairnya yang kuingat. Aku menjadi kasihan sama ayah. Sejak perabuan jenasah Lasteri, ayah kelihatannya semakin religius. Dia lebih rajin beribadah, dan selalu mengingatkan teman-temannya di DPRD tetap berpedoman pada ajaran agama dalam bertindak, walau atas nama rakyat yang mereka wakili.

Ayah rupanya masih ingat saja kesenangan putri tunggalnya ini. Dia balik ke kamarnya mengajakku masuk, untuk menunjukkan satu tas daster untuk orang hamil. Tapi aku heran ayah kok tahu ya kesenangan aku warna pink, dari beberapa yang ayah belikan rupanya didominasi warna pink. Daster yang dibelikaannyapun daster masa kini, daster yang bermotif kembang-kembang seperti mukena Bali yang lagi ngetrend masa kini.

Aku mencobanya, dan ku pakai keluar kutunjukkan ke ibu........ Aduh Luna kau bertambah anggun menggunakan daster itu. Ibu yakin kalau daster itu tak lama lagi akan ngetrend kalau kau pakai ke kampus, atau ke kantor biromu, Akh ibu bisa saja....... “terima kasih ibu” kataku. “lho kenapa tidak berterima kasih sama ayahmu” jawab ibu. Sama ayah sudah tadi, tapi aku melihat model dan seleraku pas dengan potongan, model dan motif dasterku, aku tahu pasti ibu yang mendesignya.

Hahahahahahaha.......... ketahuan juga daster made in sobar mam... teriak ayahku. Memang selera anak dan ibunua kompak. Tak terasa kami berpelukan bertiga, ibu, ayah dan aku. Ibu dan aku meneteskan air mata, dan ayah hanya terpana melihatnya..... Memang kompak.

Pondok Betung, 4 September 2014.