Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Rabu, 09 Oktober 2013

Rani-2



MALAM PERTAMA DENGAN MOB PAPUA DOKTER RANI


Aku telat sampai di rumah, dibandingkan dengan mereka karena aku terkena macet jalanan di Simpang Siur, serta mampir sejenak mengambil roti raisin, dan roti srikaya di Bakery Langganan, yang merupakan langganan keluarga ku sejak dulu. Di aula rumahku terlihat ada pesta kecil, pesta selamat datang kepada tamuku  Rani, yang datang jauh dari Jayapura, Papua.

Hidangan terlihat telah tertata rapi, dengan hiasan ikatan bunga segar di sudut ruangan dan di atas meja makan, ikatan bunga potong lili dan vas bunga anggrek hidup, yang kelihatannya telah dipersiapkan mami dengan teman beliau yang punya toko bunga. Aku bergegas bergabung dengan mereka, sambil meminta maaf karena terlambat sampai di rumah.

Mami memulai dengan sedikit basa-basi memberikan sedikit sambutan mewakili keluarga, serta mengajak kami sekalian berdoa sebelum makan malam dimulai. Sambil menikmati makan malam, musik instrumental bali modern yang biasa di puter di spa menemani para pelanggan spa rilex, menemani makan malam kami.

Mamiki memperkenalkan keluarga kami, seakan mami sanga hapal menceriterakan silsilah keluarga kami, walau hanya dimulai dari kakek-nenek kami. Keluarga kami merupakan keluarga Bali modern-tradisional. Modern karena sudah demokratis memiliki menantu yang bukan orang Bali asli. Seperti mami ku datang dari keluarga tradisional Jawa, yang disunting ayah saat beliau menempuh pendidikan di Jogyakarta. Ayah telah almarhum beberapa tahun lampau, sehingga aku merupakan lelaki satu satunya ada di keluarga kami. Adikku Mirah dan Intan kedua nya wanita telah menikah di boyong suaminya ke negara masing-masing melanjutkan profesinya disana. Mirah membuka butik dan Toko seni di Kyoto. Dan Intan membuka cabang perusahan garment kami untuk Eropa.

Sambil menyantap hidangan yang ada kemudian Rani diminta menceritakan kisah pertemuannya dengan aku di Jayapura, pada akhir tahun 2012 lalu. Ranipun bercerita, dengan sedikit nada becanda karena dia terbiasa dinas, mengisinya dengan mob papua disela-sela rehatnya.  Dia sejenak mengentikan santapannya, dan bercerita.

Perkenalanku dengan Pak Ngurah, he maaf Pak Cokde, sebenarnya secara tidak sengaja. Maaf Mbak Rani, jangan bilang Pak, sebut saja namanya Cokde, walau nama resmi di KTP nya Ngurah Gde Sentanu, ujar ibu menyela dan mencairkan suasana, dan kami yang hadir tertawa bersama. Kala itu Minggu pagi aku menggantikan Dr Regina yang memang dokter residen di RSUD yang tidak bisa hadir, karena ada acara di Gereja Kristus Raja dimana beliau biasa beribadah. Saat itu datang pasien gondrong, berewokan terus menggigil dan mengigau, panas badannya sangat tinggi.

Kuperiksa, sesuai dengan prosedur disana, sampel darah diambil, singkat cerita pasien tersebut kena malaria tropika positif 2. Pasien ditangan dengan standar penanganan malaria, diinfus, diberikan obat anti muntah, obat penurun panas dan obat malaria. Sesuai pengalaman paling lama dirawat dua malam, biasanya akan sembuh. Pasien ini ternyata kolega Dr Regina. Karena aku lagi di Jayapura, mengurus segala sesuatu untuk persiapan menempuh spesilis di luar Papua. Aku menemani beliau saat visit pasiennya. Aku dinas jauh dari Jayapura, di RSUD Merauke. Kesempatan ini juga kugunakan untuk sedikit menghilangkan kepenatan.

Malam pertama Cokde di rawat, kulihat beliau sudah sangat tenang, Dr Regina meminta aku memperhatikan Cokde, karena pasien memang sangat ramai malam itu, terutama masyarakat yang terkena malaria, dan perlu rawat inap. Ternyata Cokde yang awalnya mengaku sebagai pencinta seni tradisional, dan geologi, lebih banyak menanyakan sakitnya dari panangan medis dan penyakit tropis. Pembeicaraan kami sangat nyambung, Cokde sangat enak diajak diskusi dan serba tahu. Cokde sempat ku goda dengan beberapa Mob Papua, tentu mob yang berbau dewasa.

Aku ditawari untuk ambil spesialis saja di Universitas Udayana, dan soal pemondokan ditawari tinggak di keluarga beliau. Ternyata saat ini aku bertemu dengan keluarga ini yang sangat baik, dan memperlakukan aku nak seorang tamu istimewa. Cokde sembuh dan keluar RSUD, pamitan langsung terbang ke Bali. Saat kuantar Cokde dengan  Dr Regina ke Bandara Sentani, aku merasakan sesuatu yang tak bisa kulupakan.

Beliau bukanlah seorang petualang seni, dan geologi dalam benakku. Aku harus cari tahu dalam tekadku. Makanya dalam perjalananku ke Semarang untuk mengambil spesialis anak, aku akan mampir beberapa lama di Bali. Saat ini kesempatan itu terlaksana, Hahahaha tawanya berderai mengakhiri ceritanya.

Mamiku bertepuk tangan diikuti semua hadirin, Aku, Yande, Meyan, dan dua orang kerabat Dr Regina yang ada di Bali ikut hadir, diundang mamiku. Mamiku mengucapkan terima kasih atas perhatian Rani kepadaku, terutama saat di rawat di RSUD Dok II Jayapura karena terkena malaria. Dan menggoda Rani dengan mengatakan bahwa aku orang yang paling ganteng di keluarhaku, hanya saja belum menikah sampai saat ini walau telah dilangkahi oleh ke dua adikku.

Mami memintaku untuk sedikit membicarakan pengalamanku saat di rawat di RSUD dok II Jayapura. Aku masih ingat saat itu beberapa hari menjelang Natal, saat aku transit di Hotel Swissbell Jayapura, badanku merasa tak enak. Mungkin karena saat di pedalaman Wamena aku sangat bersemangat dan memforsir tenaga untuk mengamati benda seni, mengabadikan mummi serta melihat singkapan batuan pembentuk pegunungan Jayawijaya yang sangat memikat jiwa seni dan petualanganku. Nanti boleh kita lihat foto-foto dokumentasi yang aku buat disana.

Pagi-pagi sehabis sarapan, kuingat hari itu Hari Minggu, badanku terasa panas sekali, panadol yang sudah sejak semalam ku minum tak sanggup mengatasinya, kepalaku pusing, perut mual, dan aku sempat muntah-muntah sehabis sarapan pagi yang dipersiapkan hotel. Dengan ingatanku yang masih yersisa kutelepon Dr Regina, kolegaku yang kuingat bahwa dia berdinas di RSUD Dok II, karena sesaat sebelum masuk pedalaman Wamena, sempat kutelepon dan berjanji akan mampir.

Kuceritakan kondisiku, dengan permohonan maaf Regina karena sudah bersiap ke Gereja, memintaku untuk langsung minta diantar Kendaraan Hotel ke RSUD yang jaraknya tidak terlalu jauh. Sekitar sepuluahn menit aku sudah sampai di Ruma Sakit, dan aku sudah ditunggu kolega Regina, yang saat ini ada dihadapan kita, yaitu Dr Rani. Melihat wajahnya langsung panas badanku turun dua derajat, keringat dinginku keluar. Hahaha. Akh bisa saja Cokde sahut Rani. Walau bukan dokter residen disana Rani sangat memperhatikanku, mungkin aku merupakan pasien terganteng di Rumah Sakit itu kali, hehehe.

Dr Regina dan Dr Rani memperhatikan aku sangat istimewa, sehingga tak ada salahnya aku ucapkan terima kasih kepada keluarga Dr Regina yang berkenan hadir malam ini. Ku ingat salah satu Mop Papua yang Rani ceritakan malam itu adalah cerita tentang Seorang Bapak Papua yang mempunyai tiga puteri, yang menikah dengan anggota ABRI. Untuk mengirit waktu Pak Tua itu meminta menikahkan ke tiga putrinya dalam hari yang bersamaan. Pernikahan mereka sangat ramai dilaksanakan dengan pesta adat, gabungan adat papua dengan adat calon menantunya. Anak pertama Mince menikah dengan Seorang perwira muda Angkatan Darat, Nancy puti keduanya menikah dengan seorang perwira menengah, seorang duda anggota angkatan laut, dan  puteri bungsunya Nita menikah dengan seorang Capa penerbang, angkatan udara. Pesta usai dan semua mempelai telah masuk kamar masing masing, dan sesuai adat Sang Bapak melakukan control mengecek kesiapan putrid-putri mereka.

Tok-tok-tok, Sang Bapak mengetok pintu kamar anak putrinya yang pertama, dan putrinya menyahut, papa jangan khawatir, keadaan aman terkendali, tembakan salvo ketiga sudah siap untuk dilepaskan. Ketiga?..Sambil mengelus dada paitua senang berjalan ke depan kamar penganten  putrinya yang kedua, Tok-tok-tok, hei bapa kah?. Yo Bapak ini, bapak mau tanya bagaimana kondisi?. Tenang bapa keadaan aman, pak kapten sementara angkat sauh dan sudah siap lempar sauh lagi , hehe. Ahaiiiii bapak senang mendengarnya. Dan sambil mengendap endap senang, paitua menuju depan kamar putinya ketiga. Tok-tok-tok, selamat malam.  Hehehe Bapak to, Bapak ganggu saja. Ada apa hee saut putrinya. Bagaimana keadaan tanya paitua. Akh papa tenang saja, ini landasan baru dibersihkan, soalnya aka nada pendaratan malam dan pendaratan subuh kata petugas menara. Ya sudah kau teruskan saja> Bapak lega mendengarnya.

Itukan salah satu mop yang kau ceritakan Rani, yang membuatku ketawa terbahak-bahak sampai infus macet jadinya malam itu. Saat itu juga aku ingat kutawarkan tidak saja untuk transit mampir di Denpasar, tapi karena aku ada kawan di Universitas Udayana, untuk mengambil spesialisnya disini saja, agar mami ada teman. Mami apa kamu Cokde, sahut mamiku. Yah keduanya lah jawabku. Dan tawaran itu sekarang sedikit telah terpenuhi dengan datangnya Rani kesini.

Kanjeng mami, kanjeng mami apa boleh Meyan sedikit berkomentar sedikit saja. Silahkan Meyan sahut mami. Begini, pertemuan ini mengingatkan Meyan pertemuan empat puluh tahunan lebih yang lalu, saat Meyan bertemu pertama kali dengan Kanjeng Mami, yang masih sangat muda saat itu. Menurut Meyan pantes Denmuda mengagumi Mbak Rani, karena Mbak Rani sangat mirip dengan Kanjeng Mami saat muda. Terutama itu lho tahi lalat di dagu kiri nya sama, demikian juga senyum keduanya mirip. Maaf lho Kanjeng Mami. Semua hadirin pun tertawa, dan kurasa memang apa yang dikatakan Meyan memang benar.

Aku tak menyadari bahwa senyum itu, dan tanda itu mungkin yang telah mengodaku, selain pribadinya yang hangat dan bersahabat terhadapku menjadikan aku tertarik kepadanya. Kuperhatikan wajah mami dan Rani yang dudk berdampinga kelihatannya memang apa ucapan Meyan memang benar.

Makan malam selamat datang untuk Rani di keluargaku< juga digunakan untuk saling lebih mengenal lagi antara Rani dengan keluarga Dr Regina, yang tinggal di Jl Suli yang dulu merupakan Blok elite nya Denpasar, tempat mukimnya keluarga-keluarga sukses dan terpandang di daerah ini. Keluarga Regina memang dekat dengan keluargaku, terutama Mami yang punya bisni spa, kerja sama dengan keluarha Regina, Spa tersebut berlokasi di Uluwatu, dekat dengan lokasi Hotel Tirta, dimana pasangan Glend Fredly-Dewi Sandra, maupun Gading Martin – Giselle. Merekapun pamitan, untuk pulang dan menawari Rani untuk mampir sesekali nginap di rumahnya. Selamat Malam, dan terima kasih Bu Cok pesta makan malamnya, Selamat Malam Rani semoga betah berlibur di Bali, ucapnya sambil meninggalkan kediamanku.

Malam semakin larut, tetamupun sudah pada pulang, Meyan dan Yande membantu catering merapikan ruang aula, dimana pesta selamat datang diadakan. Dan kami bertiga, mami, Rani dan aku  melanjutkan ngobrol di Bale bengong, sambil menikmati cahaya bulan purnama di Bale Bengong, diiringi dengan music bamboo tradisional Bali, Rindik .

Dari pembicaraan mami, aku curiga jangan-jangan mami sudah kenal banyak tentang Rani, sehingga mereka menjadi akrab begitu. Tak jarang kok mereka secara tak sadar tahu lokasi lokasi di Jayapura, padahal setahuku mami belum pernah ke Papua. Tapi mana tahu sekali kesana, tanpa sepengetahuanku, padahal dalam jadwalnya pergi ke daerah lain. Untuk urusan bisnis memang Mami sering pergi ke luar kota, biasanya ngajak Yande untuk menemani beliau. Kenapa Yande tak pernah cerita ya. Akh biarin saja, tokh dipaksapun Yande tak akan mau bercerita. Keluarga Meyan termasuk putra tunggalnya Yande merupakan keluarga yang sangat raoat menyimpan rahasia. Keadaan itu membuat keuargaku mempercayai mereka seratus persen, dan sudah menganggap meraka sebagai bagian keluarha Puri Gading.

Dalam obrolan bertiga aku menjadi kalah angin dihadapan mereka berdua, meraka kelihatan kompak selalu menjadikan aku objek pembicaraan, sehingga tak jarang mukaku menjadi merah karena malu. Untung saja saat itu malam, sehingga rasa Maluku tak kelihatan.  Kubiarkan mami dan Rani ngobrol berdua, dan aku pamit ke mami, mau mengajak Yande keluar ke kota untuk membeli Nasi Jinggo, untuk disantap bersama untuk melewati malam .

Kamipun pergi berdua dengan Yande meninggalkan mereka ngobrol berdua……………………………..


4 komentar:

  1. Cerita pendeknya menarik..lugas..ringkas..tapi bernas....kapan Pak dibukukan cerpen-cerpen ini?

    BalasHapus
  2. Kalau menantunya dari kepolisian bagaimana ya..atau pengacara?

    BalasHapus