Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Kamis, 01 Desember 2016

Winda- 14 : Keputusan Winda

“ WINDA LEBIH FOKUS DI LUAR BISNIS”

Image result for pantai pandawa bali
Pantai Pandawa Bali (Google.com)


Benarkah keputusan Winda Menurut Saudara?

Sore itu, dari bandara aku tidak langsung pulang kerumah. Aku ingin menyepi di Pantai Pandawa. Kulihat jam tanganku, waktu sudah menunjukkan pk 17 30 aku masih asyik memandangi deburan ombak yang begitu semangat membentur kokohnya dinding selatan Pulau Balu. Ketiga anakku yang menemani sejak bandara seakan tidak tahu gemuruh amukan di hati mamanya yang sedang ‘sandikala’ yang ingin ber’hijrah’ dari glamournya dunia bisnis entertainmen, ke dunia spiritual. Gadis masih menggelayut di punggungku, si Winsal mendeplok dipangkuanku sedangkan si sulung Raka asyik menangkap anak kepiting dan setiap dapat nangkap diberikannya kepadaku untuk dimasukkan ke botol aqua.

Itu suasana kebahagiaan dengan putra putriku yang kurasa hilang sampai saat ini. Walau kulihat mereka sangat bahagia. Raka dengan kakakku, dia disayang seakan melebihi kasih saying kepada anak kandungnya, gadis sangat bahagia dengan Niang – Kakiang ( Nenek dan Kakek ) nya, yaitu ibu dan bapak kandungku, sedangkan si bungsu sangat dekat dengan ayahnya Mas Lomo. Tak kurasa air mataku menetes, di lihat sama gadis. “Ma, mama menangis ya, kenapa, gadis nakal ya ma” dia bertanya sampai berulang ulang, aku terbuai kebahagiaan yang kudamba bercengkerema dengan putra-putriku.

“Tidak saying, mama tidak menangis karena kalian nakal, tapi mama menangis karena mama sangat bahagia memiliki kalian” Tiba-tiba Raka nemprok menciumi aku, kubiarkan saja dia melepaskan kekangenannya kepadaku, kupeluk ketiganya, kuciumi dengan gemes satu persatu. Kamu beriringan pulang. Rumahku tidak terlalu jauh dari pantai, kami berjalan beriringan. Aku melihat ketiga anakku berbeda satu sama lain, mungkin pengaruh pengasuhnya. Raka sangat mandiri seperti aku dan Om nya, Kakakku yang mengajaknya tinggal selama ini, Bahkan dia memanggil Kakaku dengan Papa dan Inu, sedangkan memanggilku mama, dan kepada bapaknya ayah. Gadisku dengan rambut panjang, selalu rapi ornagnynya walau masih kecil tetapi sudah perfeksionis, sama dengan Niangnya, dan juga seperti aku, serta Winsal, dia sedikit slebor, tidak suka cukur rambut, sedikir cuek seperti ayahnya.

Aku tiba dirumah, anak-anak melanjutkan mandi di kolam renang aku temani mereka untuk melepas kepenatan, aku tak sempat membuka pakaian aku ditarik rame-rame oleh mereka sehingga t-shirt dan celana legging tetap kupakai untuk berenang. Mas Lomo kelihatan tidak sanggup sendirian di pinggir kolam, dan akhirnya ikut nyemplung. Dengan lima orang di dalam kolam, kolam menjadi sangat ramai. Tak terasa kami bermain air, waktu sudah meninukkan pk 19 00 dan Raka segera merapikan dirinya untuk segera menonton pertandingan tim kesayangannya bermain di Kejuaraan Asean, Indonesia melawan Singapura. Dia suka bola ngikuti kesenangan kakakku yang gila bola, terkadang praktekpun disuruh temannya untuk mengantikan bila ada pertandingan bola dikotaku.

Malam semakin larut, aku tetap di ruang keluarga dengan Mas Lomo, sedangkan anal-anak sudah masuk ke kamarnya maisng-masing. Kembali kuungkapkan kepada Mas Lomo aku telah membuat kepurtusan untuk lepas dari dunia bisnis, akan  aku serahkan pengurusannya kepada professional, anak buahku yang ku kader selama ini. Aku akan focus menemani anak-anak, dan mengabdikan diri untuk kerihanian dan masalah social.

Mas Lomo sangat senang dengan keputusanku, karena dia merasa akan menjadi Kepala Keluarha utuh, dia akan buktikan bahwa dengan berkrya dibidang seni dia tetap dapat menghidupi keluarga dengan layak dan mengabdikan diri untuk umat di Lereng Lawu kampungnya. Mas Lomo mengingatkan masalah anak-anak kembali. Tidak mudah buatku untuk menarik mereka dari Kakek-neneknya, maupun menariknya dari pakde nya. Mereka sudah menganggapnya seperti orang tua kandungnya ma. Demikian Mas Lomo mengingtakan.

Oke, masalah itu memang tak pernah aku pikirkan mas, namun tetap aku akan dapat mengawasi mereka dari dekat. Toh rumah kakak, rumah Bapak dan Ibu masih mudah kujangkau, aku dapat mengobati kekangenanku kapan saja. Begitu juga aku bias memanggil mereka kapan saja untuk dating kerumah walau hanya untuk semalam.

Aku sadar masalah itulah yang membuatku merasa rindu, merasa cemburu, merasa bersalah menyatu menjadi satu yang mendorong keputusanku untuk di rumah hanya mengurus Mas Lomo, anak-anak dan kemasalahan umat. Aku ingin total, kenapa mama bias, masak aku tidak bias. Masalah kerinduan ini yang aku tak dapatkan kalau aku tidak di rumah. Berbagai Negara, berbagai kota bisnis dunia telah aku datangi, tapi kerinduanku yang memuncak hanya pada anak-anakku. Mungkin ini naluri seorang ibu. Itu kuungkapkan kepada Mas Lomo.

Mas Lomo malah tertawa,. “kenapa tertawa mas” tanyaku. Dengan enteng seperti bisanya dia menjawab sambil berbisik ketelingaku. Sama aku apa kamu tidak rindu ma. Hahahahahahahahaha akupu  ikut tertawa, tawaku sampai membelah malam itu. Iya iyalah mas. Iyu sudah pasti. Aku tak tahu keinginan bercinta ku belakangan ini malah menggebu gebu mas. Seperti aku jatuh cinta lagi. Nah begiru dong jangan mengalahkan aku dengan anak anak, ku peluk erat suamiku, dalam malam yang semakin latut itu. Kamipun pindah ke tempat tidur mau meneruskan kemesraan ini.

Lha, begitu masuk kamar tidur kami, ternyata anak-anakku kompak semua tidur di kamar tidur papa=mamanya. Wah suasana menjadi lain, kamipun tidur sebagai pengganjal ketiga nereka, aku disisi kiri dan Mas Lomo disisi kanan. Memang tempat tidurku dibuat demikian besar sehingga kami berlima masih cukup untuk tidur besama.

Mungkin saking capek, saking kebahagiaan yang kunikmati ditengah putra=putriku yang sudah lama kudamba, tidur kami sangat optimal, sangat nyenyak. Loncenga di Tangsi Tentara sangat jelas terdengar berbunyi empat kali, dan ayam pun sudah berkokok. Aku keluar sendiri keluar keteras memandang kea rah laut. Orang kampong sudah pada beriringan pergi kepasar, ada yang masih membawa obor karena melewati tepian hutan bakau. Bau udara laut masih wangi dengan bau garam dan rumput laut membuat kenanganku kembali kemasa muda dulu.

Mama beberapa kali pernah mengajak aku pergi kepantai di kala subuh. Kata beliau agar paru paru mku kuat, udara laut kata mami bersifat menyehatkan dan menguatkan kekebalan paru, Di ufuk timur kulihat mentari sudah merona, mbak asisten rumah tanggaku rupanya sudah pulang dari pasar, di sebelahku sudah disuguhkan kue tradisional pasar : karud, la-Klak, dan jaja ketan kesukaanku.

Aku kembali ke kamat kubangunkan Mas Lomo untuk menemani menikmati sajian pagi yang disiapkan si mbak di teras. Teh poci kegemarnnya langsung dengan daunt eh pilihan yang dipetik di kebun teh keluarga di Kemuning, Karanganyar, dengan la-Klak atau serabi memang jajan kesukaan Mas Lomo, dia sudah terbiasa dengan pengidangan cara Bali, seperti dihidngkan asisten rumah tanggaku, serabi di taburi kelapa dan di gulai juruh diatasnya.

Kami menikmati pagi itu dengan penuh kebahagiaan alami, sambil menikmati jajanan karud jajanan sangat halus yang diberikan aroma daun suji, sangat wangi menjadi kesukaanku. Sedang asyik menikmati jajanan pasar dan sruputan teh poci dengan gula batu, anak-anakku pun sudah pada rapi, rupanya mereka sudah selesai sarapan dan siap dengan seragamnya maisng-masing untuk berangkat keekolah. Yang sulung Raka sekolah di sebuah yang dikelola yayasan Katolik yang sangat termasyur di kota kami dia naru Kelas 3, demikian juga Gadis saudara kembarnya juga Kelas tiga, bersekolah di Gandhi School, sedangkan si bungsu Winsal sekolah keloan sebuah yayasan, dengan cirri khasnya seni.

Ya aku ingat semua pilihan sekolah mereka dipilih dengan pertimbangan mutu sekolah, factor kemudahan akses ke tempat tinggal masing-masing, sehingga mereka disekolahkan sesuai dengan pilihan Kakakku, Ibuku, dan yang bungsu sekolah pilihan ayahnya. Mas Lomo sudah siap mengeluarkan mobil untuk mengantar mereka, aku tak mau diam dirumah aku mau ikut menghantarkan mereka, secarat kilayt ku cabut sebuah switer, walau aku tetap memakai daster, aku duduk di belakang bersama si kembar, dan Winsal seperti biasa duduk siisebelah ayahnya.

Lengkap kebahahagiaan kami sampai pagi itu, sampai mengantarkan mereka kesekolahnya maisng masing. Siang nanti mereka akan dijemput seperti biasa oleh penjemputnya masing masing dan pulang terpencar. Selamat Belajar anak-anakku, semoga kau terus menjadi kebahagianku, tak terasa air mataku menetes kembali dipipiku. Ter mehek-mehek.... ledek Mas Lomo kepadaku. Mobilpun meluncur kembali ke rumah, aku ingin menikmati hari ini bersama Mas Lomo, berdua saja.... ya berdua saja.
Pondok Betung, 2 Desember 2016,



Tidak ada komentar:

Posting Komentar