Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Sabtu, 01 April 2017

Episode- Akhir Cerita Winda



“WINDA MENJALANI KEHIDUPAN INI SECARA ALAMIAH SAJA”



Related image
CANDI CETO


“Ini merupakan episode terakhir cerita Winda yang telah mapan menjalanu kehidupan, dan memilih pengabdiannya pelalui kependetaan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Kepada Umat yang telah memilihnya untuk itu”.

“Semakin jauh aku melangkah, semakin jauh rasanya yujuan yang aku cari. Semakin kuat aku melangkahkan kakiku, terasa semakin berat kakiku untuk melangkah”. Inikah namanya karma masa lalu yang mengikat kehidupanku masa kini. Aku ingin mengatakannya ke suamiki Mas Lomo tetapi aku tidak kuat untuk mengatakannya, aku takut melukai hatinya yang trlah dengan tulus mencintaiku, dia telah memberikanku tiga orang anak yang sudah mulai besar.

Hapir lima tahun aku telah menjalani kehidupan spiritual, mengabdi kepada leluhur dan kapada Yang Maha Agung, menjalani kependetaanku. Melayani umatlu dengan keikhlasan dan ketulusanku. Aku ingin menutup kenangan masa laluku dengan menyibukkan diriku dengan pengabdian ini. Anak-anakku merupakan hiduran laiku, aku masih sering tidur, mandi, berenang bersama dengan mereka. Terasa kebahagianku semakin sempurna rasanya. 

Hari ini sudah sekitar pukul sepuluhan, kudengar alunan lagu Darwawi Purba mengalun lembut. “Dapatkah aku gantikan oh sayang…… setulus hatiku semurni cintaku kuingin mengantikan dia yang kau sayang ….. Ooooooooo mimpi…. Hanyalah kau kau sayang Hemmmmmmmmmmm” Aku peluk suamiku yang sedang memperhatikan patung yang sedang dia selesaikan. Diapun segera memelukku, mengangkatku ke ruang studio sebelah tempatnya merenung tadi.

Pagi itu aku lewatkan dengan sangat indah berdua, walau lebih dari sepuluh tahun pernikahanku. Aku merasa bara dilibidoku semakin membara. Mungkin karena sudah tidak beban memikirkan akan hamil lagi. Karena memang semenjak aku menjalani kependetaanku, takdir sudah menyebabkan aku tidak mendapatkan anak lagi. Seperti pendahulu pendahulu kami. Itu sudah dari sananya tidak dapat dijelaskan dengan ilmiah atau akal sehat.

Mas Lomo tetap seperti mesin disel, semakin lama semakin kuat tarikannya. Aku sangat menikmatinya dan aku sangat bahagia, dibelai Mas Lomi dan semilir angina studio yang masu kamarku lewat celah jendela pagi itu. Studio itu sangat pribadi tidak mungkin ada orang masuk. Pagi itu membawa pikiranku ke beberapa tahun silam saat aku masih menjadi petualang cinta. Ya Tuhan maafkanlah hambamu ini. Terimakasih Tuhan kami telah kau berikan suami yang penuh pengertian, yang menjadi terminal terakhir cintaku.

Setelah menyelesaikan sesi akhir bercinta, kami bersama berendam di kolam ranang pribadi sambil menyampaikan gejolak hatiku kepada Mas Lomo. Kuceritakan bahwa aku sangat menikmati masa-masa spiritual ini. Tapi aku sampaikan juga bahwa ada rasa yang semakin terikat dengan masa lalu, yang mengikat kaki ini untuk berjalan labih cepat lagi.

Mas Lomo hanya menjawab, bahwa itu soal biasa, Itu sama dengan deburan ombak dilaut, semakin cepat menjalarnya maka dia akan semakin besar gelombangnya. Biarkanlah dia akan reda dan luluh bersama angina kalau sudah sampai disebuah panyai yang indah. Hidup masa kini memang tidak bisa dipisahkan dengan hidup masa lalu. Kata Gde Prama, nahwa masa lalu itu adalah ibunya masa kini, sehingga kita tidak boleh melupakan jasa seorangibu, walau ibu kita tidak pernah memintanya. 

Aku jadi mengerti mengapa Mas Lomo sangat menyayamhi Ibunya dan Ibuku. Dia tidak membedakan antara ibu kandung dan ibu mertuanya. Seakan inuku adalah ibu kandungnya. Terus terang kukatakan aku belum bisa seperti Mas Lomo, memperlakukan inu mertuaku sesayang itu. Masih ada kejanggalan yang kurasakan.

Aku berusaha tetap melakukan pengabdian semaksimal mungkin untuk keluaragaku, untuk ayah ibuku, maupun ibu mertualu (bapak mertua sudah tidak ada), demikian juga untuk umat kami di Margoyoso Kemuning. Aku persembahkan hidupku untuk mereka. Itu sebagai rasya syukur dan pengabdianku atas nikmat yang kuterima dari Nya selama ini. Aku punya Perusahaan yang mapan yang menambah pundi-pundiku setiap saat, mempunyai suami yang sangat pengertian dan menyayangiku. Rasanya selama menikanh aku belum pernah dimarahi Mas Lomo. Malah aku sering memarahinya. Demikian juga dengan bengkel seninya Mas Lomo, maju dengan pesat sangat banyak customer yang datang kembali membawa cuctomer baru untuk dibuatkan patung diri. 

Anak-anakku juga demikian dapat tumbuh dengan nyaman dan baik, walau terpencar tiga, seoramg bersama neneknya yang kelihatan sangat tertarik dengan masalah kesehatan dan rajin memupuk kerohaniannya, sejalan dengan kegiatan mama. Anakku yang ikut sama kakak ku mereka tidak mau pisah lagi aku biarkan saja, Karen tantenya menyayanginya seperti bahkan melebihi sayang dari anak sendiri. Dia kelihatannya tertarik masalah psikologi sejalan dengan bidang tantenya yang menjadi konsultan psikologi. Dan si laku kecil gondrongku, terlihat berbakat seperti mama dan ayahnya. Dia tertarik seni seperti papanya, juga punya insting bisnis yang kuat seperti mamanya.

Aku biarkan saja mereka hidup berkembang sesuai dengan habitat dan kemauan mereka. Nantinya mereka menjadi apa biarkan sang waktu yang akan menjawabnya. Aku mau menikmati hidup ini, menikmati nikmat cinta bersama suamiku, serta menikmati nikmat pengabdianku untuk umat yang telah meilih Mas Lomo tentunya aku juga sebagai Pendetanya.

Beberapa guru, pendeta yang sudah sangat mapan dan masyur pernah kuajak diskusi dan kutanya. Apakah setelah menjadi pendeta aku harus menghentikan kegiatan seksualku, dan membendung libidoku yang memang membara sejak aku ramaja?.

Hampir semuanya mengatakan nikmati saja, asal bisa mengatur waktu untuk pengabdian memimpin umay. Nikmati saja karena itu merupakan karunia dari Sang Maha Pencipta, karena tidak semua orang beruntung memperoleh libido yang demikian. Tetapi dengan berjalannya waktu, berjalannya pengabdian libido itupun akan semakin mereda, sama seperti kalau sudah kehendak Sang Maha Pancipta, akan mereda seperti kalian tidak dapat hamil lagi seperti sejak kau menjalani kependetaan ini. Astungkara.

Pendapat para pendeta itu, sama dengan apa yang diucapkan Mas Lomo. Yang mengibaratkan libido iu seperti gejolak gelombang samudera yang akan reda pada sebuah pantai tertentu. Dia akan tenang dan reda bila sudah sampai saat tertentu. Waltu itu tak bisa diminta ataukah ditolak. Kita nikmati saja… begitu Mas Lomo mengatakannya. Semuanya itu semakin meringankan langkahku untuk melangkah mantap pada pilihan hidupku menjalani kependetaan ini, mengabdi kepada Sang Maha Esa dan Kepada Umat yang telah meminta Mas Lomo dan Aku untuk memangkunya. Semuanya kujalani secara alami ini sebagai ungkapan terimakasihku kepada Tuhan Yang Maka Kuasa yang telah memberikan kami sangat banyak kebahagian, kenikmatan hidup, dan kehidupan yang mapan terutama kesehatan selama ini. 
On avighnamastu namosidham. Om Sodhirastu tatastu swaha. Om Santi Santi Santi Om.

Puri Gading : Awal April 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar