Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Selasa, 14 April 2015

Sebuah Perjalanan Senja

SEBUAH OLEH-OLEH PERJALANAN SENJA

Dari kokpit terdengar sang kapten bicara
"Para penumpang yang terhormat, ini kapten anda berbicara dari kopit. Mohon maaf karena menunggu oenumpang transit dari Bima, maka kita akan terlambat kira-kira sepuluh menit dari sekarang"

Ya kapten tepatnya pilot berbicara, karena sore itu pesawat yang kami tumpangi kaptennya ada banyak, minimal ada tiga kapten dan sekitar dua belasan pramugari, wow...... Kebetulan mereka habis tugas detasir, dan kempali ke base camp di Jakarta, Hahahahaha

Kulihat seorang pilot, dari logatnya kami tahu bahwa dia pilot dari negerinya Sahrukh Khan, tepat ketika kulirik saat turun tebakanku tak salah. Walau begitu kulihat pilot tersebut tetap menjadi rebutan pramugari untuk mendampingi duduk disebelhnya.... Enak o  jadi pilot ya....

Dari waktu yang dijanjikan ternyata karena ada beberapa penumpang transit yang tak terima barangnya terpisah menjadikan kami delay sampai setengah jam lebih. Wah kesempatan yang baik untuk tidur driver kami yang jemput ke bandara bisa tidur lebih lama, karena cukup ngantuk katanya.

Sang pilot, yang lagi free itu rupanya tak mau kalah dengan driver kami, begitu dibilang delay dia tak mengacuhkan pramugari genit disampingnya, dia cuek saja tidur dengan menutup jendela sehingga sinar tak masuk ke dalam, Iapun rupanya mudah tidur, dan ngrok hehehehe memang katanya pilot harus tidak boleh terpengaruh oleh situasi lingkungannya.

Cepat cerita pesawatpun, sudah mulai didorong mundur, seorang pramugari mendekatiku..... Pak maaf tolong tutup jendelanya bisa di buka, Kebetulan aku duduk di baris belakang sang pilot dengan pramugarinya, dan disebelahku kosong. Dan akupun tak mau membukanya, karena aku tidak merasa menutupnya..... Ku bilang ke pramugari, ayo bilang sang pilot suruh buka jendelanya karena dia yang tutup. Akh nggak berani katanya.

Hehehe ternyata pramugari tak berani sama pilot, walau pramugari sedang on duty dan sang pilot sebagai penumpang biasa...... Hahahaha

Demikian juga saat kami mau mendarat, saat pesawat sudah taxy way ke tempat parkir atau apron, hehehe lagi-lagi para pilot dan pramugari telponan dengan orang darat.... kudengar dia bicara dengan bahasa Tamil.... heheheh sang pramugari ke ledek kok dibiarkan pada nelpon kan dipengumuman tadi dilarang....

Hahahaha diapun hanya nyengir dan bilang tak berani,,,,,,,
Terus yang turut peraturan siapa ya.....
Apa orang yang biasa saja.....
Kalau petugas walaupun statusnya sama sama penumpang boleh melanggar...
Apa kata dunia...]
Kapan kita bisa tertib
Walahuallam....

Sabtu, 11 April 2015

Sobar-17 Kegalauan Hati Sobar





 "KEGALAUAN HATI SOBAR AKAN CUCU WANITANYA"


Waterboom Kesenangan Ganis (google.go.id)
Sobar sudah kelihatan tua, tapi masih menyisakan keperkasaannya. Pagi itu ia duduk di teras membaca Koran langganannya sejak di Bandung. Lagu Cinta Durjananya Reynold Panggabean, dengan Tarantulanya mengalun dengan merdu.
Merana Merana aku merana
Merana karena Cinta Durjana
Tersiksa batinku kerena cinta
Dab seterusbya berulang ulang terdengar sampai ke kamar Luna yang sedang asyik tidur. Ia ditinggalkan putri tunggalnya untuk bercengkerema dengan neneknya di taman. Ia bermain bulu tangkis dengan sepupunya, namun dia Ganis –tepatnya Ganisnita- satu satunya wanita cucu Sobar. Cucu Sobar dari mantu bulenya semuanya lelaki.

Luna memahami bahwa hati bapaknya lagi gundah, kalau menyetel kembali lagu nostalgianya itu. Diapun tak mau segera mengusik keasyikan meraka yang membaca Koran, yang bermain bulu tangkis. Dia berkemas perlahan walau sudah agak lama terbangun dari tidurnya. Dia sudah bisa menyesuaikan tidurnya dengan waktu setempat. Seperti diketahui dalam satu setengah tahun terakhir Luna mendampingi suaminya berada di Kyoto, mendampingi Reno menyelesaikan program Doktor Dalam Struktur Bangunan Tahan Gempabumi.

Luna pulang kampong, karena ada presentasi untuk melaporkan hasil penelitian yang dia gawangi, tentang kesetaraan gender dalam budaya psikologis Nusatntara. Luna mendapatkan Dana Riset dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sekaranf Kementerian Riset Teknologi dan Pendikan Tinggi. Dia merencanakan agak lama liburan, kebetulan Reno harus pergi ke San Fransico untuk mendiskusikan hasil penelitannya dengan seorang Profesor Seismologi disana.

Luna sangat mengerti perasaan Bapaknya, dikala menyetel lagu Cinta Durjana itu, demikian juga tidak tahu kok Luna juga merasakan salah kala mendengar lagu itu. Kayanya ada ikatan emosional antara Luna-Sobar dan lagu itu. Dengan dua cangkir kopi di tangan Luna ikut duduk dekat Bapaknya di teras, setelah cipika cipiki dengan Bapaknya.

“Akh kamu sama seperti saat kamu sebelum menikah saja, masih cipika cipiki Luna”. Goda Sobar.
“Gak apa apa kan Pa. Kan hubungan Bapak Anak tak akan pernah putus pak” sahut Luna.
Ha ha ha ha ha….. mereka tergelak tertawa bersama, sampai sampai dari kejauhan Bu Sobar ikut tersenyum.

“Pa, apa yang membuat hati Bapak gundah atau galau kalau anak muda sekarang menyebutkannya, kok lagu itu diputar”
“Akh nggak aoa-apa Bapak Cuma ingin mendengarkan saja”.
“Jangan begitu, Luna faham benar dengan hati Bapak, masak baru ditinggal satu setengah tahunan saja sudah berubah”.

Ya benar hati Sobar gundah karena khawatir Luna akan membawa buah hatinya ikut ke Jepang, memisahkan dengan kakek neneknya, yang sudah begitu menyayangi mereka. Ganis merupakan hiburan mereka berempat. Oh berempat> Ya memang karena dari pihak Reno Ganis merupakan cucu dalam nya pertama. Ganis menjadi pengikat betapa bahagia dan kompaknya dua keluarhga itu, sehingga tidak jarang kedua pasangan besan itu sangat sering saling mengundang atau pergi menginap di rumah satu sama lainnya. Suatu kebahagiaan yang susah didapat, sekalipun dengan banyak uang.

Luna tahu kegalauan bapaknya, karena secara sepintas Bu Sobar telah pernah menyampaikannya hal itu ke Luna. Dan Luna memang kepulangannya ini tidak bermaksud untuk menjemput Ganis, tetapi lebih kepada urusan pekerjaan, sekalian digunakan untuk pengoabt rindu dengan keluarga yang ditinggalkan, baik kedua orang tuanya maupun dengan keluarga mertua mereka. Luna menjelaskan dengan sangat hati-hati ke Sobar agar Sobar tidak tersinggung.

“Pa, jangan khawatir Ganis akan kubawa ke Jepang pa, dia kami bisarkan menjadi bagian kebahagiaan keluarga kami di sini, terlebih lagi sejak beberapa bulan yang lalu, Luna mendapatkan project penelitian psikologi pasca bencana, sebagai projek Posdoctral dari salah satu Lembaga di Universitas Kyoto. Kami sedikit sibuk pa.

Sobar berdiri dan berlalu sambil mematikan Lagu Cinta Durjana itu. “Apa , Apa Bapak tak salah dengar Luna”. Tidak Bapak tak salah dengar. Biarlah Ganis menjadi kebahagiaan keluarga kita disini, kami biarkan opa dan oma nya mendidik bersama, dia tidak kekurangan kasih sayang, karena itu juga merupakan kebahagian kami pa. Demikian Luna menjelaskannya.

Sobar merapikan korannya, serta melanjutkan menikmati kopi pagi bersama jajanan pasar yang tersuguh di meja teras. Sungguh bahagia hati Sobar. Tiba-tiba Bu Sobar ikut bergabung obrolanpun menjadi lebih ramai. Tapi seperti biasa Bu Sobar jarang angkat bicara. 

“Pa ada lagi kebahagiaan yang Bapak dan Ibu belum ketahui” sambung Luna.
“Ayo apa lagi, kamu tak bawa Ganis ke jepang saja itu merupakan kebahagian kami Luna”
Lunapun menceritakan bahwa ia sudah mengandung kembali cucu Sobar yang ke dua, kandungannya kata dokter cukup aman, sehingga dia berani pulang menumpang pesawat senirian tidak didampingi Reno.
“Wah-wah ini berita baik, yang segera harus kita sampaikan ke Mertua kamu Luna”  kata Sobar
“Apa mertua kamu sudah mengetahuinya, dari Reno barang kali?” Tanya Sobar.
“Belum pa, kami masih merahasiakannya”

Sobar menyuruh istrinya untuk segera berkemas siang itu untuk pergi ke rumah besannya, akan menyampaikan berita itu agar kedua keluarga bertambah bahagia. Bu Sobar segera engingatkan Sobar agar bersabar, karena hari ini mereka telah janjian, bahwa mertua Luna akan datang ke rumah Sobar sore hari, merayakan bersama kepulangan Luna.

Bu Sobar sebenarnya telah menyiapkan acara pertemuan tiu, akan tetapi bukan acara untuk menyampaikan berita kehamilan Luna, akan tetapi hanya makan bersama merayakan kedatangan Luna. Dengan adanya berita bahagia dari Luna maka acara akan dilanjutkan dengan acara berdoa syukur bersama dengan mengundang pendeta untuk datang ke rumah Sobar.

Sobar kelihatannya sibuk mengontak pendeta, mengingatkan kedua besannya akan pertemuan sorenya. Rupanya meraka sudah mempersiapkannya, bahkan ingin menginap bersama di kediaman Sobar. Besok mereka mau mengajak Ganis pergi bersama cucu-cucu yang lain ke Waterboom.

Kebahagiaan keluarga ini bukan main… Puji Tuhanb, Astungkara. Sangat melimpah semoga kehidupan selalu mendatangkan kebahagiaan dari segala penjuru, kata Sobar, dan dia Astungkara in oleh anak dan sitrinya.
Puri Gading, Minggu Pagi, 12 April 2015




Kamis, 09 April 2015

De-Karma 5 :Souchi Ngidam Durian



“Ngidam Durian Souchi dan Gerhana Bulan Darah”


Buah Durian Yang Menggoda
Rumah Meida menjadi semarak sejak de Karma sudah mempersunti Souchi.  Nana Jepun yang mereka jemput menjelang pernikahannya. Maklum keluarga Souchi masih menyisakan trauma tsunami yang mengambil korban sebagian besar orang kampungnya Fukushima. Kedua orang tuanya menjadi korban.  Souchi dan adiknya Souchita lepas dari bencana tersebut. Suchita sedang magang di Kyoto, dan Souchi belum sampai ke kampungnya pulang dari Indonesia. Namun pukulan tersebut membuat Souchi mengalami depresi sehingga harus mengalami perawatan cukup lama di Rumah Sakit setempat.

Souchi sekarang sudah menjadi bagian keluarga Meida, sudah hampir tiga bulan dia dinikahkan secara adat Bali dengan De Karma, di kampung Meida. Pestanya cukup meriah, karena batu kali ini keluarga Meida melaksanakan upacar pernikahan. Anak perempuannya Mang Adi saat menikah kan dibuatkan upacara dan resepsi di tempat suaminya Kamajaya. Keramaian cucu, anak dan memantu Meida yang sudah kembali ketempat usahanya di Dili Timor Leste. Hanya tinggal Meida, De Karma, Souchi dan Neni di keluarga tersebut,

Neni semakin intensip menyelesaikan Skripsinya dengan harapan tahun ini bisa selesai, dan dia bisa secara penuh bekerja membantu De Karma mengelaola keuangan usahanya, karena Souchi akan membantu pemasaran serta kegiatan expo yang dilakukan De Karma, dia tidak mau ikit mengelola keuangan, karena Souchi mengharapkan dapat aktif bermasyarakat sebagai wakil keluarga De Karma di masyarakat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, suka dan duka di perkampungan.

Memang Meida sangat beruntung punya mantu Souchi, walau sebelumnya dia sempaat ragu, apakah menantunya kelak dapat berbaur mengikuti masyarakat setempat. Dasar Souchi yang memang aktip di NGO –Non Govermental Organisation- yang sering dikirim ke daerah bencana rupanya sangat senang bermasyarakat, mudah membaur dan gampang menyesuaikan dengan masyarakat setempat. Sifat Souchi dapat melengkapi kekurangan dari sifat De Karma yang cenderung pendiam, pemalu sehingga sangat jarang terjun langsung kemasyarakat. Keluarga mereka sekarang lebih banyak diwakili oleh Souchi.

Souchi malah tidak ubah dengan wanika kampung setempat, dia lebih banyak memakai kemben kebanding daster atau rok, karena padatnya kegiatan masyarakat. Dia sangat aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, bahkan sebagian besar masyarakat mengingatkannya agar hati-hati karena sedang hamil muda. Diapun tidak segan bertanya dan belajar sehingga cepat menjadi cekatan, dan cepat dikenal oleh penduduk setempat. Tak rugi Meida mendapatkan mantu dari manca negara, intelek, cantik dan sangat cepat berbaur dengan masyarakat. Meida sangat bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa, telah dianugrahi menantu yang sangat rajin, dapat mewakili keluarga tepatnya nama baik keluarga di masyarakat.

Sore itu, sepulang dari gotong royong membuat bahan upacara karena ada seorang warga yang akan melangsungkan pernikahan, Souchi menghampiri Meida dan Neni yang sedang rehat nge teh sore di Bale bengong. Mereka langsung asyik melanjutkan obrolan bertiga. Souchi diingatkan Meida, agar jangan terlalu aktip di masyarakat saat lagi hamil muda. Souchi mengangguk angguk mengiyakan nasehat Meida. 

Neni meninggalkan mereka sayik ngobrol bersama, rupanya Neni mengambil kotak putih di dalam kulkas di berikan nya kepada Souchi. Ini mbak aku belikan tadi saat pergi ke kampus, aku mampir ke supermarket buah durian Thailand. Neni tahu Souchi mengidamkan durian. Walau durian lokal banyak dijajakan dipinggir jalan tapi dia memilih membelinya di supermarket, karena dia takut mengecewakan Souchi. Durian pinggir jalan sering harum baunya, tapi setelah dibuka mengecewakan isinya. 

Meraka tertawa berderai...... , Akh Neni kamu bisa saja membelikan mbak durian, kata Souchi. Souchi membuka dan menawarkan kepada Meida, dan Neni untuk menyantapnya bersama sama. Karena dia tahu Meida, sering mewanti wanti jangan banyak makan durian kalau lagi hamil. Nah mereka bersama ..... mencicipi hanya untuk mengormati jabang bayi yang ngidam durian, kata Meida.

Sedang asyiknya mereka menyantap durian sore itu, tiba-tiba De Karma, sudah ikut nimbrung duuduk di Bale Bengong.... Hehehehe kebetulan masih ada beberpa biji durian di  box, dilahat De Karma. Dia juga mengatakan untuk menghormati yang ada di dalam perut Souchi. De Karma malah kelihatan seperti orang ngidam, dia jilati durian yang lengket lengket dijarinya sampai bersih. Neni puas melihat Meida, De Karma dan terutama Souchi sangat menikmati buah dirian yang dia belikan. Tapi Meida...... membisikinya, “Neni kau tak boleh sering sering membelikannya durian, jangan terlalu diikuti nanti kebanyakan durian dia bisa mabok”.

Di Bale bengong, Meida dan Neni meninggalkan Souchi dan De Karma bercengkerema berdua. Neni melanjutkan menyiram kembang yang ada dekat studio De Karma, dan Meida sudah menyiapkan diri dan perlengkapan sembahyang. Kebetulan hari itu bulan Purnama. Kata orang-orang melalui media Purnama malam akan mengalami gerhana, gerhana darah lagi. Kata temanku di BMKG gerhana itu adalah gerhana merah darah, atau Blood Moon Eclipse, yang datangnya hanya 500 tahun sekali. Hal ituseperti biasanya bulan purnama Meida pasti mempersiapkan upakara untuk persembahyangan.

De Karma mengelus elus perut mungil Souchi, dia tidak malu melonggarkan kemben yang dipakainya karena belum sempat menganti dengan daster. De Karma sangat sayang dengan Souchi, demikian pula kelihatannya Souchi sangat menikmati kehamilan mudanya. Dia akan melahirkan generasi generasi baru untuk Keluarga De Karma maupun keluarga Fukushima yang dia akan teruskan bersama adiknya.

Mereka sangat menikmati sore itu, kelelawarpun sudah mulai berseliweran menyambangi pohon sawo bersama burung walet yang kembali ke sarangnya setelah seharian mengembara mencari makan. Rumah De Karma kelihatan begitu ramai dengan suara-suara burung. Mereka terbangun rupanya De Karma dan Souchi sempat sejanak ketiduran di Bele Bengong. 

Meida datang menghampir, “ hei hei anak-anakku ayo cepat bangun, mandi ayo kita sembahyang “ hari sudah akan masuk sandikala ayo” Mereka cepat-cepat bangun merapikan Bale Bengong, terus mempersiapkan diri untuk melakukan persembahyangan Bulan Purnama. De Karma, Souchi dan Neni pun kelihatan khusus melakukan persembahyangan bersama dipimpin Meida. 

Setelah selesai sembahyang De Karma mengingatkan Souchi dan Neni untuk segera berkemas, untuk pergi ke dokter, karena hari itu juga merupakan hari kontrol kandungannya Souchi. Mereka sengaja memilih pergi agak malam, menghindari kemacetan jalan. Meraka sudah mempunyai janji dengan dokter langganan di Klinik Mitra Ibu. Dan seperti biasa sehabis kontrol, De Karma ingin mengajak mereka bertiga mampir menikmati makan malam bersama. Pilihan tempat biasanya diserahkan kepada Meida, Souchi dan Neni secara bergantian. Biasanya Meida juga ikut, namun karena malam itu pas BulN Purnama Meida tidak ikut, mau meneruskan semedi di Pura Keluarga malam itu, untuk beberapa lama.

Merekapun pergi bertiga, malam itu kelihatan Neni yang memegang stir, meluncur meninggalkan rumah sekitar jam tujuh malam. Happi Blood Moon Eclipse....... dan mobil merekapun secara perlahan masuk kota menuju klinik.

Pondok Betung, 10 April 2015