“MAS LOMO METI IDE”
“dia duduk memperhatikan, sang suami sangat gelisah. Dia tahu karena
dia lagi mati ide, dia tahu karena sang suami sudah sangat kangen padanya,
sehingga dia harus segera pulang stelah menerima pesan melalui sosmed “ma
pulang aku lagi meti (kehilangan ide, diadopsi dari kebiasaan di Papua) sedang
dead line sudah dekat”
Aku sedikit lelah sore itu, silir angin timuran kemarau masih kuat menggoyang bunga kamboja yang lagi mekar dan bergerombol di ujung dahan, burung-burung masih beterbangan memburu nyamuk yang sudah mulai keluar sarang, aku masih duduk selonjor di belakang kamar tidur suamiku, di teras belakang yang menghadap kolam renang kecil pribadi. Dimana kamu suka nyemplung saja kalau lagikegerahan, atau suamiku suka nyemplung kesana kalau dia lagi kegembiran telah menyelesaikan sebuah projek, ataupun kembali mendapatkan ide.
Tol Laut di Bali |
Aku sedikit lelah sore itu, silir angin timuran kemarau masih kuat menggoyang bunga kamboja yang lagi mekar dan bergerombol di ujung dahan, burung-burung masih beterbangan memburu nyamuk yang sudah mulai keluar sarang, aku masih duduk selonjor di belakang kamar tidur suamiku, di teras belakang yang menghadap kolam renang kecil pribadi. Dimana kamu suka nyemplung saja kalau lagikegerahan, atau suamiku suka nyemplung kesana kalau dia lagi kegembiran telah menyelesaikan sebuah projek, ataupun kembali mendapatkan ide.
Kuperhatikan Mas Lomo, sore itu
telah kembali kehabitatnya menemukan ide segar. Aku sangat mengerti kalau dia
lagi galau seperti ini. Projeknya setelah hari kemerdekaan harus diserahkan dan
dinstalasi di tempat pemesannya seorang konglomerat dari Manado, yang memesan
sebuah patung eksotik istrinya, sebuah patung pribadi, yang akan di pasang di
rumahnya di pegunungan Tondano.
Dia hanya meminta aku untuk
mengantikan modelnya yang sudah bolak balik datang, namun sang suami tidak
setuju dengan hasilku, selalu saja ada kritik katanya. Mas Lomo kehilangan ide,
malu untuk memintanya kembali hanya untuk menyesuaikan bagian pangkal pahanya.
Sehingga iapun menjadi kehilangan ide alias meti.
Kulihat pancaran sinar mata dan
raut matanya sudah menunjukkan kegairahan untuk melanjutkan projeknya. Namun
aku minta dia menunda mengendapkan dulu, rehat tidak baik kalau lagi capek
meneruskan kerjaan. Ibarat pengemudi rehat sejenak di rest area ketika sudah
capek dan mengantuk kataku kepadanya. Ia pati menututi aku, daia suami yang
sangat menghormati istri, dia sangat mengormati aku setelah mengormati ibu dan
kakak perempuannya.
Kusarankan dia mengambil model
pahaku saja untuk projeknya. Mas Lomo ku tahu malu bila memintaku untuk
mengantikan bagian lain modelnya yang selalu ditolak pemesannya, dia bilang
lebih inspiratif dan bisa berlama-lama dan meninggalkan kenangan pribadi pada
hasil karyanya. Kenangan itu katanya ya ada padaku. Dia memang seniman ‘nakal’
memasukkan bagian model lain (baca aku) pada karyanya sehingga ada tanda pribadi,
seperti tanda tangan dalam lukisan.
“Sudah pakai bagian aku saja mas,
untuk melengkapi projekmu. Aku yakin pelanggan mas [asti akan setuju, dan
maspun ku tahu menghendaki itu, cuman malu bilang” kataku. Diapun seperti biasa
akan memelukku erat, seperti biasanya saat dia melepas kerinduannya kepadaku.
Padahal belum sebulan aku tidak bersamanya, karena kesibukan aku mengikuti expo
di Jepang lalu ke Singapura. Inipun di Singapura kutinggalkan asisten dan anak
buahkku untuk meneruskannya sampai selesai, dan aku segera pulang setelah
menerima pesannya. Ini pesan yang sama kuterima dalam tiga hari ini, sehingga
aku gi show ke Changi, dan syukur dapat penerbangan langsung ke Denpasar.
Kuteguk wedang secang asli
Nganjuk, terasa menyegarkan badanku yang sedikit, yang sedikit capek, namun
puas dapat membantu suamiku menemukan idenya. Begitu aku tiba di studionya,
biasa dia sedikit cuek, pura-pura tak melihat dan memperhatikan aku. Tapi aku
hafal karena sudah beberapa tahun bersamanya.
Ku lempar tas tangan ku di kursi
malasnya, kupelauk dia dari belakang, nafasnyapun menggebu membalikan badannya
memeluk dan mencium sayang aku. Mas Lomo lupa bahwa tangannya masih sedikit
kotor, tak apa pakaianku kotor karenanya, karena nilai sebuah projek akan
sangat mahal bila dihitung dengan keberhasilan mengungkap ide pemesannya, dan
tentu menambah fulus pundi kami.
“Akh aku lali katanya, bajumu bu
kotor tanganku belum ku cuci”. Aku hanya menjawan itu bukan bajuku, tapi bajumu
pula, nanti juga kamu Mas yang melepaskannya. Hahahaha................ kami
tertawa berderai. Dan kutarik tangannya agar masuk kekamar istrirahatnya di
studio, takut ada anak buah Mas Lomo yang datang.
Seperti biasa kami saling melepas
kerinduan, mandi bersama sambil dia selalu memperhatikan bagian pangkal pahaku,
katanya mencari idea menyempurnakan patungnya. Tak terasa aku beberapa kali
telah menikmatinya berdua di kamar mandi studio, lalu pindah ke sofa, aku
menjadi modelnya dia seperti sutradara yang memerintah modelnya untuk berganti
ganti phose, sehingga akhirnya ter ‘potret’ sebuah pose yang dia anggap paling
eksotik. Jepret katanya............... Oke angin datang lagi, katanya mas Lomo.
Aku Cuma bilang biduk akan berlayar lagi.
Kuakhiri sesi sore itu dengan
bercinta panjang berdua, mencurahkan kerinduan kami yang sudah lama tak
bertemu, merayakan kembalinya ide Mas Lomo untuk menyelesaikan projeknya, Kami
berdua tertidur pulas rupanya cukup lama, aku bangun belakangan ku lihat
lipatan baju tidurku sudah ada di sebelahkan, dan Mas Lomo sudah kudengar berenang
di luar.
Pisang goreng keju dan wedang
secang kegemaran kami sudah tersedia di teras, di sediakan oleh si Mbak de, di
meja teras pinggir kolam renang. Mas Lomo mendekati aku, duduk menikmati wedang
secang bersama. Dia berujar terima kasih ma, kamu memang inspirasiku, kamu
menghidupkan mesin yang sudah mati dan melayarkan biduk yang sudah berhenti
terombang ambing ombak.
Ya sama-sama, kataku, Aku senang
dapat berkontribusi pada projek mas. Aku menikmati apa yang ita alami tadi mas,
itu titik kulminasi capekku, dia meledak setelah capek expo di Jepang dan di
Singapura. Bagaimana respons masyarakat disana ma, tanyanya. Ya cukup baik, ada
minimal enam klien yang berminat, mungkin beberapa hari kedepan dia akan
menghubungi manajemen untuk menuntaskan pembicaraan, atau si jepang itu mungkin
dalam beberapa hari kedepan akan datang ke sanggar berdiskusi sama mas tentang
projeknya.
Wah tenanan, aku nggak bisa rehat
dong, kata Mas Lomo. Itu tak usah dipikirkan sekarang kalau nsudah deal baru
dibuat rencananya. Oke oke katanya. Ku lihat Mas Lomo sangat gembira sore ini,
tidak seperti siang tadi kala aku baru tiba. Walau sudah ada tiga anak,
masing-masing punya kesibukan dan sangat sering berkomunikasi lewat telepon
atau internet, tatap muka dan tatap badan rupanya merupakan vitamin untuk
semangat ku, dan semangat suamiku.
Aku harus sudah mulai memikirkan
melepas lebih banyak lagi prosentase tanggung jawab dan kerjaku di galeri, aku
lebih banyak menyediakan waktu untuk bersama Mas Lomo dan anak-anakku. Benar
kata ibuku, harta benda memang perlu, karena dia akan memuaskan kita, hanya
saja hanya sesaat. Namun kebahagiaan keluarga perlu dibina, dipupuk, di
gelorakan setiap saat sehingga membahagiakan sepanjang masa.
Tiba-tba dalam lamunanku, anak
wanita kami telah berteriak dan nemplok di pangkuanku. Padahal aku belum pakai
...... (maaf CD) tapi dia sudah faham maminya kalau tidur jarang pakai pakaian,
sehingga biasa saja menurutku, apalagi aku memakai pakaian tidur yang agak
tebal sehingga tidak bisa tembus pandang. Dia menarikku kembali ke tempat
tidur.
Dia meminta aku menceritakan
kemana saja aku selama kutinggal terakhir ini. Itu kebiasaan anak-anakku bila
bertemu selalu menanyakan kemana dan apa kegiatan akyu. Biasanya kuceritakan
tentang kota yang ku datangi, atau kegiatanku yang terkait dengan pendidikan
anak seusianya. Tentang museum, tentang sejarah, maupun tentang sain atau
teknologi modern dengan bahasa selevel dia. Kemudaian baru ku tanyakan kegiatan
mereka selama aku tinggalkan.
Hehehehe anak gadisku yang tidur
masih suka memegang puting nenen maminya, baru kuceritain sekitar lima meneit
malah tertidur pulas disebelahku, aku pun ikut tertidur rupanya. Bangun-bangun
sudah lepas sandikala, sekitar setengah delapan malam aku terbangun duluan, dan
Mas Lomo rupanya ikut tidur lagi disebelah anak gadisku, dengan sketsa pangkal
paha patung yang akan diberikan asistennya siap di sebelah tidurnya.
Setelah mandi kami bertiga mendatangi
restoran langganan kami untuk santap malam, restoran ‘Sultan Kepiting’ di
daerah Sunset Road, menyusuri Tol Laut menikmati semilir angin laut dengan
aroma yang khas serta kerlap kerlip lampu kapal di laut serta lampu villa di
perbukitan disisi lainnya.
===
Pondok Betung, 15 Agustus 2016
Pondok Betung, 15 Agustus 2016