Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Jumat, 04 Maret 2016

Winda 7 : Nostalgia Cinta di Hotel Marau Biak

Hotel Marau Biak (google.com)


“CINTA MAMA DAN PAPA SEPERTI OMBAK DAN TEPIAN PANTAI, TAK HENTI BERTEMU”

Pertemuanku dengan papa terpaksa tertunda, walau mama sangat besar kerinduannya akan pulang. Rekan seprofesinya mengajak mama untuk menemani pergi ke Papua, melihat jejak Perang Dunia ke II, di Benua Mutiara Hitam ini. Aku diajak mama, hitung-hitung napak tilas masa kecilku yang pernah disana. Tugu Mc Arthur masih memesona hati pengunjung saat datang ke Ifar Gunung, di tengah-tengah kawasan Rindam Cenderawasih. Aku masih teringat Pak Komang teman papa yang dulu pernah dinas disana, kudengar beliau masih tinggal bersama istrinya seorang guru disana.

Panorama Danau Sentani nan asri, dengan dayung kano masyarakat setemoat memburu ikan, dilator belakangi sebuah Pulau dimana salah satu Gubernur Papua lahir, dengan megah berdiri dengan gereja mungil disebelahnya. Pesawat hilir mudik take of fan landing di kejauhan di Bandara Sentani masih jelas terlihat dari Tuga Mc Arthur. Derap sepatu calon prajurit masih terngiang di telingaku, Aku masih membayangkannya sampai aku di perjalanan pulang transit dua hari di Biak.


Pagi itu aku menyusuri pantai Biak nan indah, dengan pasir putih yang menghampar panjang menyelimuti Pulau itu. Aku lihat betapa megahnya Hotel Marau, bersender di lereng bukit, sangat indah kulihat dari pantai. Aku tak terasa rupanya hampir empat kilometer aku berjalan menyusuri pantai, sejak Goa Jepang peninggalan tentara Jepang. Goa untuk perlindungan mereka dari sergapan mush. Pernah kubaca berhasilnya tentara Sekutu dalam menaklukkan tentara Jepang di Pasifik, berkat diterapkannya Research Operasional, sebuah manajemen operasional yang sudah memperhitungkan segala potensi, yang mendukung manajemen strategicnya.

Aku sedikit lelah, petugas hotel yang kuajak jalan-jalan sudah meninggalkan aku karena mempersiapkan diri akan dinas siang, dia pamit pulang. Lamunanku kembali ke masalah mama, mama sering mengumpamakan cintanya kepada papa tidak pernah padam. Beliau ibaratkan seperti ombak di lakut yang tak pernah berhenti memukul tepian pantai. Persis seperti bait lagunya the mercy’s. “Sebegitu ombak berderai di ujung tepian pantai…….  Sebegitu pula cintaku kau anggap angin nan lalu ……”  Memang mamaku seorang wanita baja, tapi melankolis. Nggakpapa dia tetap mamaku, mama number one. 

Untuk ku aku tidak mau punya cinta seperti mama, aku mau punya inta seperti cinta papa, yang kuduga pernah berlabuh dimana mana, tapi memiliki pelabuhan terakhir, sebagai pusara cinta mereka sampai akhir hayat.
Ucapan mama kepada papa juga susah aku mengerti. Kata beliau. Cinta mama akan selalu ada di hati mama dan mama percata cintanya juga akan selalu ada di lubuk hati papa. Mama tidak tahu bagaimana anak gadis sekarang sangat menggandrungi orang tua seperti papaku, seoerti cintaku dengan dia yang terakhir singgah lama dihatiku.

Gambaran mama tentang papa kelihatannya mirip dengan cintanya, apakah aku punya selera yang sama dengan mama terhadap sifat pria. Mama sangat rindu berkumpul kembali dengan keluarganya, dengan papa dan dengan kakakku. Dia bilang cintanya tidak akan pernah pupus terhadap papa, tapi kenapa berjauhan.  Mama paling benci kalau ada yang menganggap beliau bercerai. Beliau hanya bilang … apa ya stilahnya aku lupa.

Mama tidak pernah memburu cinta papa seperti teman-teman beliau, saat taruhan. Mama mendapatkan cintanya papa, secara utuh dan murni. Walau beliau tahu papa banyak digandrungi wanita selama kuliahnya, selama kerjanya, tapi beliau menjatuhkan cinta terakhirnya sama papa. Papa telah berjanji akan sehidup semati dengan mama.

Papa tetap datang walau mama berpisah, mama tetap melayani papa seperti layaknya istrinya. Mama sangat pintar menyembunyikan sesuatu, sehingga hampir selama duapuluh tahun, aku tidak dengan pasti tahu papaku. Katanya sih beliau selalu menyuruh orang-orangnya mengawasi dan memantau aku. Jangan-jangan orang papa pernah menjadi pelabuhan cintaku.

Tak terasa sama dengan tetes air hujan bulan Maret yang jatuh di pelimbahan, air mataku ikut terjatuh tanpa kusadari. Aku bahagia mempunyai mama dan papa yang begitu suci cintanya, tidak tergerus oleh zaman. Tidak salahlah kalau mama memutuskan pulang kerumah kembali. Mama, kutahu pernah menolaj cinta seorang mahasiswa bimbingannya, yang masih perjaka. Perhatian mama disalah artikan oleh mahasiswanya. Memang mama kalau membimbing mahasiswa itu total, karena beliau ibatarkan sama dengan petani yang harus menyayangi padinya, karena kalau padinya gagal panen petani itu juga gagal. Bukan main.

Akupun merindukan masa-masa itu akan cepat berlangsung, masa berkumpul secara utuh aku, kakak, mama dan papa ku. Kudengar mama dan papa akan menjalani tahapan ‘mandita’ mau mengabdikan diri beliau untuk social kemanusiaan dan agama. Sungguh mulia cita cita mereka…… tak terasa aku sampai sesenggukan menangis bahagia………………. Atau sebagai penyesalan ku selama ini… Akh tak tahu. Tak tahu teriakku. 

Ternyata mama sudah berdiri di hadapanku, aku tak menyadari beliau sudah sampai habis pergi ke Tempat Pelelangan Ikan, Biak bersama teman Jepangnya. “Ayo lihat apa yang mama bawa?”  . Bawa apaan ma?. “Ne baca”, Kulihat beliau membawa Roti Aru, kubaca dari kantong plastiknya.

Aku teringat sebuah nama roti, sama dengan nama took satu-satunya yang menjual roti di kawasan Papua, sehingga sering dijadikan oleh-oleh bila transit di Biak, toko itu membuat cabang di bandara Biak. Bandara Frans Kaisiepo. Ya aku ingat sekarang, ingat sekali ma. Ayo cobain rotinya, sebagai obat pelepas rindu sekitar lima belas tahun yang lalu waktu mama sering membelinya sebagai oleh-oleh.
“Kenapa anak manisku menangis seperti tadi. Mama juga tak tahan ikut meneteskan air mata, karena mama lihat kamu Winda mengangis dengan penuh penghayatan, kayaknya sangat dalam kenangan yang membuat kamu menangis”. 

Jawabku, tidak ma, aku hanya membayangkan betapa mama sangat beruntung mendapatkan cinta papa. Hehehe nggak ding salah. Menemukan cintanya papa. Bukan begitu ma, kata mama tidak pernah mencari cinta papa, tapi dia datang begitu saja, sehingga mama menemukannya. Dan sesuatu yang ditemukan biasanya akan dirawat dengan baik ya ma. Candaku sama mama.

Memang mamaku dalam bercinta kelihatannya sangat konvensional. Tidak pernah beralih kelain hati. Tanyaku kepada beliau: “Apa papa juga begitu cintanya kepada mama?. Iya jawabnya, papamu sangat memegang nasehat dan pesan kakekmu. Saat kakek menikahkan kami beliah berpesan tidak banyak. Kira kira pesan beliau:
“Kamu boleh saja bergonta ganti pacar selama kamu belum menikah, tapi kalau kamu sudah menikah kamu harus tetap terikat hubungan pernikahan suci ini sebagai suami istri sampai maut memisahkan kalian, jangan mempermainkan apa yang sudak kalian niatkan dalam upacara pernikahan ini”. Saat tiu kami mengangguk bersama sebagai tanda setuju.

Papa memang digandrungi banyak wanita. Dia muda saat itu, dia tampan dengan keuangan yang mumpuni. Sejak sebagai Insinyur muda papa sudah menjadi asisten perencana dalam berbagai projek besar. Salah satu projek awal beliau adalah hotel ini Winda, hotel tempat kita menginap ini. 

Berarti mama sudah mulai bernostalgia ma, kataku. Tidak bernostalgia Winda, mama Cuma ingin membiasakan diri kembali menempati apa yang menjadi ciptaan papamu, mama sudah katakana mama tidak perlu bernostalgia, karena sejatinya papamu tidak pernah meninggalkan mama kesepian. Kapanpun mama memerlukan papamu beliau akan datang ke mama, atau kapanpun mama mau datang ke beliau beliau terima, mama tetap sebagai istri beliau.

Keegoisan mama yang membuat kalian menderita, maafkan mama Winda. Ayo… segera nikmati roti dan minum sedikit, ayo kita berenang di kolam renang hotel yang akan kamu temukan keistimewaannya. Kami bergegas ke kamar berganti pakaian renang, setelah menyeruput kopi capucino, serta sepotong roti Aru kesukaanku.

Kami berdua , ke kolam renang. Aku terkejut, melihat dua sejoli yang sedang mandi, yang keduanya kayanya aku kenal. Si prianya Anton menghampiriku, dan menjulurkan tangannya. Selamat datang di Biak Winda, kenalin istriku Nena. Kalian sudah menikah, tanyaku. Iya kami baru menikah tiga bulan yang lalu. “Terimakasih Winda, makanya aku mau menikah dengan Anton, karena aku tahu dia mantanmu. Dia pasti setia, aku tahu kau sangat selektif dalam pacaran” ucap Nena. Selamat Berbahagia kataku.

Akupun melongo sejenak. Setelah dapat mengausai diri -karena Anton cukup lama menjadi pacarku- aku memegang kedua tangan pasangan itu aku ajak nyebur ke kolam. Mama hanya senyum senyum melihatnya. Mama tahu karena Anton sebelumnya ketemu mama di took Aru milik keluarga Nena, seorang keluarga keturunan yang induk keluarganya ada di Belayu, Tabanan Bali.
Winda, Winda ….. guman mama kulihat beliau berbahagia di tepian kolam, sebelum ikut nyemplung bersama kami.
Puri Gading,  Menjelang Nyepi 2016


Tidak ada komentar:

Posting Komentar