MALAM PERTAMA DENGAN MOB PAPUA DOKTER RANI
Aku telat sampai di rumah,
dibandingkan dengan mereka karena aku terkena macet jalanan di Simpang Siur,
serta mampir sejenak mengambil roti raisin, dan roti srikaya di Bakery
Langganan, yang merupakan langganan keluarga ku sejak dulu. Di aula rumahku terlihat
ada pesta kecil, pesta selamat datang kepada tamuku Rani, yang datang jauh dari Jayapura, Papua.
Hidangan terlihat telah tertata
rapi, dengan hiasan ikatan bunga segar di sudut ruangan dan di atas meja makan,
ikatan bunga potong lili dan vas bunga anggrek hidup, yang kelihatannya telah
dipersiapkan mami dengan teman beliau yang punya toko bunga. Aku bergegas
bergabung dengan mereka, sambil meminta maaf karena terlambat sampai di rumah.
Mami memulai dengan sedikit
basa-basi memberikan sedikit sambutan mewakili keluarga, serta mengajak kami
sekalian berdoa sebelum makan malam dimulai. Sambil menikmati makan malam, musik
instrumental bali modern yang biasa di puter di spa menemani para pelanggan spa
rilex, menemani makan malam kami.
Mamiki memperkenalkan keluarga
kami, seakan mami sanga hapal menceriterakan silsilah keluarga kami, walau
hanya dimulai dari kakek-nenek kami. Keluarga kami merupakan keluarga Bali
modern-tradisional. Modern karena sudah demokratis memiliki menantu yang bukan
orang Bali asli. Seperti mami ku datang dari keluarga tradisional Jawa, yang
disunting ayah saat beliau menempuh pendidikan di Jogyakarta. Ayah telah
almarhum beberapa tahun lampau, sehingga aku merupakan lelaki satu satunya ada
di keluarga kami. Adikku Mirah dan Intan kedua nya wanita telah menikah di
boyong suaminya ke negara masing-masing melanjutkan profesinya disana. Mirah
membuka butik dan Toko seni di Kyoto. Dan Intan membuka cabang perusahan garment
kami untuk Eropa.
Sambil menyantap hidangan yang
ada kemudian Rani diminta menceritakan kisah pertemuannya dengan aku di
Jayapura, pada akhir tahun 2012 lalu. Ranipun bercerita, dengan sedikit nada
becanda karena dia terbiasa dinas, mengisinya dengan mob papua disela-sela
rehatnya. Dia sejenak mengentikan
santapannya, dan bercerita.
Perkenalanku dengan Pak Ngurah,
he maaf Pak Cokde, sebenarnya secara tidak sengaja. Maaf Mbak Rani, jangan
bilang Pak, sebut saja namanya Cokde, walau nama resmi di KTP nya Ngurah Gde
Sentanu, ujar ibu menyela dan mencairkan suasana, dan kami yang hadir tertawa
bersama. Kala itu Minggu pagi aku menggantikan Dr Regina yang memang dokter
residen di RSUD yang tidak bisa hadir, karena ada acara di Gereja Kristus Raja
dimana beliau biasa beribadah. Saat itu datang pasien gondrong, berewokan terus
menggigil dan mengigau, panas badannya sangat tinggi.
Kuperiksa, sesuai dengan prosedur
disana, sampel darah diambil, singkat cerita pasien tersebut kena malaria tropika
positif 2. Pasien ditangan dengan standar penanganan malaria, diinfus,
diberikan obat anti muntah, obat penurun panas dan obat malaria. Sesuai
pengalaman paling lama dirawat dua malam, biasanya akan sembuh. Pasien ini ternyata
kolega Dr Regina. Karena aku lagi di Jayapura, mengurus segala sesuatu untuk
persiapan menempuh spesilis di luar Papua. Aku menemani beliau saat visit
pasiennya. Aku dinas jauh dari Jayapura, di RSUD Merauke. Kesempatan ini juga
kugunakan untuk sedikit menghilangkan kepenatan.
Malam pertama Cokde di rawat,
kulihat beliau sudah sangat tenang, Dr Regina meminta aku memperhatikan Cokde,
karena pasien memang sangat ramai malam itu, terutama masyarakat yang terkena
malaria, dan perlu rawat inap. Ternyata Cokde yang awalnya mengaku sebagai
pencinta seni tradisional, dan geologi, lebih banyak menanyakan sakitnya dari panangan
medis dan penyakit tropis. Pembeicaraan kami sangat nyambung, Cokde sangat enak
diajak diskusi dan serba tahu. Cokde sempat ku goda dengan beberapa Mob Papua,
tentu mob yang berbau dewasa.
Aku ditawari untuk ambil
spesialis saja di Universitas Udayana, dan soal pemondokan ditawari tinggak di
keluarga beliau. Ternyata saat ini aku bertemu dengan keluarga ini yang sangat
baik, dan memperlakukan aku nak seorang tamu istimewa. Cokde sembuh dan keluar
RSUD, pamitan langsung terbang ke Bali. Saat kuantar Cokde dengan Dr Regina ke Bandara Sentani, aku merasakan
sesuatu yang tak bisa kulupakan.
Beliau bukanlah seorang petualang
seni, dan geologi dalam benakku. Aku harus cari tahu dalam tekadku. Makanya
dalam perjalananku ke Semarang untuk mengambil spesialis anak, aku akan mampir
beberapa lama di Bali. Saat ini kesempatan itu terlaksana, Hahahaha tawanya
berderai mengakhiri ceritanya.
Mamiku bertepuk tangan diikuti
semua hadirin, Aku, Yande, Meyan, dan dua orang kerabat Dr Regina yang ada di
Bali ikut hadir, diundang mamiku. Mamiku mengucapkan terima kasih atas perhatian
Rani kepadaku, terutama saat di rawat di RSUD Dok II Jayapura karena terkena
malaria. Dan menggoda Rani dengan mengatakan bahwa aku orang yang paling
ganteng di keluarhaku, hanya saja belum menikah sampai saat ini walau telah
dilangkahi oleh ke dua adikku.
Mami memintaku untuk sedikit
membicarakan pengalamanku saat di rawat di RSUD dok II Jayapura. Aku masih
ingat saat itu beberapa hari menjelang Natal, saat aku transit di Hotel
Swissbell Jayapura, badanku merasa tak enak. Mungkin karena saat di pedalaman
Wamena aku sangat bersemangat dan memforsir tenaga untuk mengamati benda seni,
mengabadikan mummi serta melihat singkapan batuan pembentuk pegunungan
Jayawijaya yang sangat memikat jiwa seni dan petualanganku. Nanti boleh kita
lihat foto-foto dokumentasi yang aku buat disana.
Pagi-pagi sehabis sarapan,
kuingat hari itu Hari Minggu, badanku terasa panas sekali, panadol yang sudah
sejak semalam ku minum tak sanggup mengatasinya, kepalaku pusing, perut mual,
dan aku sempat muntah-muntah sehabis sarapan pagi yang dipersiapkan hotel.
Dengan ingatanku yang masih yersisa kutelepon Dr Regina, kolegaku yang kuingat
bahwa dia berdinas di RSUD Dok II, karena sesaat sebelum masuk pedalaman
Wamena, sempat kutelepon dan berjanji akan mampir.
Kuceritakan kondisiku, dengan
permohonan maaf Regina karena sudah bersiap ke Gereja, memintaku untuk langsung
minta diantar Kendaraan Hotel ke RSUD yang jaraknya tidak terlalu jauh. Sekitar
sepuluahn menit aku sudah sampai di Ruma Sakit, dan aku sudah ditunggu kolega
Regina, yang saat ini ada dihadapan kita, yaitu Dr Rani. Melihat wajahnya
langsung panas badanku turun dua derajat, keringat dinginku keluar. Hahaha. Akh
bisa saja Cokde sahut Rani. Walau bukan dokter residen disana Rani sangat
memperhatikanku, mungkin aku merupakan pasien terganteng di Rumah Sakit itu
kali, hehehe.
Dr Regina dan Dr Rani
memperhatikan aku sangat istimewa, sehingga tak ada salahnya aku ucapkan terima
kasih kepada keluarga Dr Regina yang berkenan hadir malam ini. Ku ingat salah
satu Mop Papua yang Rani ceritakan malam itu adalah cerita tentang Seorang
Bapak Papua yang mempunyai tiga puteri, yang menikah dengan anggota ABRI. Untuk
mengirit waktu Pak Tua itu meminta menikahkan ke tiga putrinya dalam hari yang
bersamaan. Pernikahan mereka sangat ramai dilaksanakan dengan pesta adat,
gabungan adat papua dengan adat calon menantunya. Anak pertama Mince menikah
dengan Seorang perwira muda Angkatan Darat, Nancy puti keduanya menikah dengan
seorang perwira menengah, seorang duda anggota angkatan laut, dan puteri bungsunya Nita menikah dengan seorang
Capa penerbang, angkatan udara. Pesta usai dan semua mempelai telah masuk kamar
masing masing, dan sesuai adat Sang Bapak melakukan control mengecek kesiapan putrid-putri
mereka.
Tok-tok-tok, Sang Bapak mengetok
pintu kamar anak putrinya yang pertama, dan putrinya menyahut, papa jangan
khawatir, keadaan aman terkendali, tembakan salvo ketiga sudah siap untuk
dilepaskan. Ketiga?..Sambil mengelus dada paitua senang berjalan ke depan kamar
penganten putrinya yang kedua,
Tok-tok-tok, hei bapa kah?. Yo Bapak ini, bapak mau tanya bagaimana kondisi?. Tenang
bapa keadaan aman, pak kapten sementara angkat sauh dan sudah siap lempar sauh
lagi , hehe. Ahaiiiii bapak senang mendengarnya. Dan sambil mengendap endap
senang, paitua menuju depan kamar putinya ketiga. Tok-tok-tok, selamat
malam. Hehehe Bapak to, Bapak ganggu
saja. Ada apa hee saut putrinya. Bagaimana keadaan tanya paitua. Akh papa
tenang saja, ini landasan baru dibersihkan, soalnya aka nada pendaratan malam
dan pendaratan subuh kata petugas menara. Ya sudah kau teruskan saja> Bapak
lega mendengarnya.
Itukan salah satu mop yang kau
ceritakan Rani, yang membuatku ketawa terbahak-bahak sampai infus macet jadinya
malam itu. Saat itu juga aku ingat kutawarkan tidak saja untuk transit mampir
di Denpasar, tapi karena aku ada kawan di Universitas Udayana, untuk mengambil
spesialisnya disini saja, agar mami ada teman. Mami apa kamu Cokde, sahut
mamiku. Yah keduanya lah jawabku. Dan tawaran itu sekarang sedikit telah
terpenuhi dengan datangnya Rani kesini.
Kanjeng mami, kanjeng mami apa
boleh Meyan sedikit berkomentar sedikit saja. Silahkan Meyan sahut mami.
Begini, pertemuan ini mengingatkan Meyan pertemuan empat puluh tahunan lebih
yang lalu, saat Meyan bertemu pertama kali dengan Kanjeng Mami, yang masih
sangat muda saat itu. Menurut Meyan pantes Denmuda mengagumi Mbak Rani, karena
Mbak Rani sangat mirip dengan Kanjeng Mami saat muda. Terutama itu lho tahi
lalat di dagu kiri nya sama, demikian juga senyum keduanya mirip. Maaf lho
Kanjeng Mami. Semua hadirin pun tertawa, dan kurasa memang apa yang dikatakan
Meyan memang benar.
Aku tak menyadari bahwa senyum
itu, dan tanda itu mungkin yang telah mengodaku, selain pribadinya yang hangat
dan bersahabat terhadapku menjadikan aku tertarik kepadanya. Kuperhatikan wajah
mami dan Rani yang dudk berdampinga kelihatannya memang apa ucapan Meyan memang
benar.
Makan malam selamat datang untuk
Rani di keluargaku< juga digunakan untuk saling lebih mengenal lagi antara
Rani dengan keluarga Dr Regina, yang tinggal di Jl Suli yang dulu merupakan
Blok elite nya Denpasar, tempat mukimnya keluarga-keluarga sukses dan terpandang
di daerah ini. Keluarga Regina memang dekat dengan keluargaku, terutama Mami
yang punya bisni spa, kerja sama dengan keluarha Regina, Spa tersebut berlokasi
di Uluwatu, dekat dengan lokasi Hotel Tirta, dimana pasangan Glend Fredly-Dewi
Sandra, maupun Gading Martin – Giselle. Merekapun pamitan, untuk pulang dan
menawari Rani untuk mampir sesekali nginap di rumahnya. Selamat Malam, dan
terima kasih Bu Cok pesta makan malamnya, Selamat Malam Rani semoga betah
berlibur di Bali, ucapnya sambil meninggalkan kediamanku.
Malam semakin larut, tetamupun
sudah pada pulang, Meyan dan Yande membantu catering merapikan ruang aula,
dimana pesta selamat datang diadakan. Dan kami bertiga, mami, Rani dan aku melanjutkan ngobrol di Bale bengong, sambil
menikmati cahaya bulan purnama di Bale Bengong, diiringi dengan music bamboo tradisional
Bali, Rindik .
Dari pembicaraan mami, aku curiga
jangan-jangan mami sudah kenal banyak tentang Rani, sehingga mereka menjadi
akrab begitu. Tak jarang kok mereka secara tak sadar tahu lokasi lokasi di
Jayapura, padahal setahuku mami belum pernah ke Papua. Tapi mana tahu sekali
kesana, tanpa sepengetahuanku, padahal dalam jadwalnya pergi ke daerah lain. Untuk
urusan bisnis memang Mami sering pergi ke luar kota, biasanya ngajak Yande
untuk menemani beliau. Kenapa Yande tak pernah cerita ya. Akh biarin saja, tokh
dipaksapun Yande tak akan mau bercerita. Keluarga Meyan termasuk putra
tunggalnya Yande merupakan keluarga yang sangat raoat menyimpan rahasia.
Keadaan itu membuat keuargaku mempercayai mereka seratus persen, dan sudah
menganggap meraka sebagai bagian keluarha Puri Gading.
Dalam obrolan bertiga aku menjadi
kalah angin dihadapan mereka berdua, meraka kelihatan kompak selalu menjadikan
aku objek pembicaraan, sehingga tak jarang mukaku menjadi merah karena malu.
Untung saja saat itu malam, sehingga rasa Maluku tak kelihatan. Kubiarkan mami dan Rani ngobrol berdua, dan
aku pamit ke mami, mau mengajak Yande keluar ke kota untuk membeli Nasi Jinggo,
untuk disantap bersama untuk melewati malam .
Kamipun pergi berdua dengan Yande
meninggalkan mereka ngobrol berdua……………………………..
...lanjutkan...
BalasHapusTerima kasih pak Erlan, supportnya
HapusCerita pendeknya menarik..lugas..ringkas..tapi bernas....kapan Pak dibukukan cerpen-cerpen ini?
BalasHapusKalau menantunya dari kepolisian bagaimana ya..atau pengacara?
BalasHapus