Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Minggu, 22 Juni 2014

Sobar 10 : Ngabenkan Lasteri dan Nenek Antar Bangsa


“UPACARA MENDIANG LASTERI DAN NENEK ANTAR BANGSA”

Bade Saat Ngaben
Acara pengabenan Lasteri dilakukan dengan sangat meriah, yang merupakan Ngaben dengan sekah, yaitu ngaben tidak dengan jenasah, akan tetapi jenasahnya digantikan dengan sekah, suatu simbul jenasahnya Lasteri, dimana semasa hidupnya merupakan tempat bersemayamnya jiwa, atma atau roh nya Lasteri. Acara ini berlangsung di pemakaman kampung nya Sobar,Samara dengan melibatkan semua elemen masyarakat.
Sobar memang sangat terpandang di kampungnya, karena keluarga Sobar sejak beberapa keturunan merupakan keluarga yang cukup kaya dan terpandang di kampung Samara. Kesempatan ini digunakan secara kreatif oleh keluarga Sobar untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Tidak saja hanya memprelina, mengupacarai kematian Lasteri, tetapi juga digunakan Sobar untuk mengumpulkan konstituennya pasca pemilu, mengumpulkan tim suksesnya untuk melakukan pesta bersama. Singkatnya sebagai kesempatan Sobar menyampaikan terimakasihnya kepada tim sukses, dan konstituennya yang setia memilih Sobat untuk menjadi legislatip lagi di daerah walau hanya tingkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi.
Kedua menantu Sobar yang berkewarganegaraan asing, menggunakan acara ini untuk sebuah event mendatangkan tamu dari negaranya masing-masing. Ia menggaet beberapa agen perjalanan besar di negaranya untuk mendatangkan tamu pada event tersebut. Ratusan rombongan touruis jepang dating ke acara ini, demikian juga ratusan tamu datang dari Australia, dimana asal seorang menantu Sobar.
Acara dibuat sedemikian rupa sehingga merupakan sebuah event kreatif, dengan menyiapkan para guide yang mampu menjelaskan acara ngaben dengan cara Nyekah, tanpa jenasah karena jenasah telah lama bahkan tahunan sudah dmakamkan  dan jauh dari kampung Sobar. Acara dirangkai dari Saat Ngulapin, menjemput arwah Lasteri dan menstanakan di Sekah, acara pembakaran di Kuburan desa Samara, upacara membuang abu ke laut, sampai acara Nyegara Gunung Maajar-ajar.
Rangkaian Acara ini berlangsung hampir seminggu, dengan setiap malam diisi dengan acara kesenian tradisional. Seperti : Baris, yang merupakan tarian upacara sacral yang dimainkan oleh penari-poenari ternama beserta pengiring dari kelompok musik gamelan yang sangat kompak; Joged Bumbung yang seksi, mengundang para tetamu asing untuk ikut melantai malam itu, memberikan saweran dan ditemani minuman tradisional tuak; Tetketak sebuah tarian kolosal yang ekspresif tentang Calonarang yang diiringi oleh alat musik semuanya dari kentongan. Semuanya dikemas dengan interaktif antara panari dan penontonnya untuk menghidupkan suasana. Termasuk group genjek yang setiap malam menghibur masyarakat dengan nyanyian kontemporernya, yang terkadang menjurus ‘porno’ kalimatnya membuat penonton berteriak ataupun tertawa geli.
Saat acara pembakaran Sekah, para turis kagum dengan bade (bale-bale) untuk menggotong sekah ke kuburan- dikerjakan dengan sangat apik, dan ornament yang sangat tegas dan klasik, sebagai persembahan Reno terhadap mendiang tantenya. Reno memadukan kemampuan rancang bangun dan kemampuan seninya yang selama ini menonjol dalam dirinya. Reno mendapat pujian telah berani memasukkan unsur seni modern dalam karyanya ini, seakan menerobos seni klasik yang selama ini digunakan dalam seni pembuatan Bade. Seperti kita ketahui hampir semua ritual adat dan keagamaan di kampung Sobar tidak lepas dari ekspresi seni masyarakatnya. Memang kampong Sobar walau lumbung beras di Bali, tapi juga merupakan kampong seni.
Foto almarhumah yang dipajang di Bade tersebut, membuat kaget masyarakat setempat karena menyangka Luna yang meninggal. Foto tersebut sangat mirip dengan Luna, dan sepintas mirip dengan Bu Sobar. Memang Sobar sangat beruntung memiliki isteri yang dan anak mirip dengan mantan pacarnya yang selama ini dianggap menebar Cinta Durjana, padahal cinta sucinya dibawa sampai mati. Hehehe kaya lagunya Koesplus saja. Luna seakan merupakan reinkarnasi Lasteri.

 
Hampir selama seminggu wisatawan hilir mudik ke kampung Sobar menyaksikan rangkaian acara yang dikemas dengan insdustri pariwisata kreatif ini. Dengan halaman yang sangat luas samgat memungkinkan acar berlangsung nyaman, dengan banyak rumah yang terpisah-pisah di rumah Sobar, anak lelaki Sobar memanfaatkan untuk memajang koleksi  lukisan-lukisan nya yang di tarif umumnya di atas 500 dollar bahkan ada yang banderol 50000 dollar, Padahal menurut kami biasa biasa saja. Tetapi acara yang mirip pameran lukisan ini kok laku bak kacang goreng. Sebuah perpaduan acara ritual dipaketkan dengan industry pariwisata.
Beberapa lukisan Reno juga turut dipamerkan, dan anehnya juga ludes terjual, ada beberapa tamu yang gandrung dengan gaya lukisannya yang seperti gayanya membuat Bade, memasukkan unsur modernitas dalam seni klasik, seakan merobek jauh ke jantung seni klasik tersebut. Modernitas dalam klasika kata mereka.
Kemana Luna selama acara ini, kok jarang kelihatan Tanya beberapa tamu, terutama tetamu yang datang dari fakultas beserta beberapa klien Luna di Biro Psikologinya. Ternyata ia sangat khusuk mendampingi Sekah Mama Lasteri, sesekali menangis tanpa sebab, dan beberapa kali mengalami trend berbicara dengan Sobar dengan bahasa Sunda.Ia seakan Lasteri yang curhat dengan Sobar.  Kumahak kang Sobar, Hatur Nuhun Nyak. Itu yang sering terdengar dalam dialognya. Padahal  keseharian Luna tidak tahu bahasa Sunda dan tidak bisa berbahasa Sunda. Raini, Ibunya Reno yang selalu setia mendampingi seakan dia mendamping Cece nya sendiri, dan meladeninya dengan bahasa Sunda. Dia sudah terbiasa dengan hal serupa karena sepanjang pernikahannya ia diboyong ke Bali suaminya.
Menyaksikan putrinya yang sering terlihat menangis, Bu Sobar hanya bisa ikut menitikkan air mata. Pada akhirnya kejadian itu mereda setelah upacara melampaui puncaknya yaitu acara  menghanyut abu pembakaran Sekah ke laut. Iring-iringan orang menyemut, kebetulan jarak kampung Samara ke laut hanya sekitar tiga kilometeran. Membuktikan Sobar sangat dihormati dikampungnya.
Sore itu semua rangkaian kegiatan sudah selesai, kerabat Pak Sobar, Keluarga Sobar lengkap dengan anak, menantu, beserta keluarga Reno berkumpul di Bale, sehabis kerja bakti membersihkan segala sesuatu yang terkait dengan pelaksanaan upacara. Meraka kelihatannya saling rebutan meminta menjadi penyandang dana upacara ini karena semuanya mendapatkan kesempatan untuk memperkenalkan seni kreatifnya dan laku keras dalam upacara ini. Namun Sobar dengan penuh wibawa, mengatakan itu menjadi tanggung jawabnya, anak-anak tidak perlu ikut campur.Karena acara ini bagi Sobar sebagai momentum untuk menyampaikan terimakasihnya kepada masyarakat yang masih setia memilihnya menjadi legislate, walau sebenarnya anak-anaknya menghendaki dia ngurusin diri dan ibu Sobar, serta menikmati masa tuanya saja bersama cucu-cucunya.
Dalam kesmepatan itu, Raini, mewakili Mama Tua, ibu mendiang Lasteri mengucapkan terima kasih telah mau melaksanakan wasiat Mbak Lasteri, yang rupanya sangat mencintai Sobar dengan segala perbedaannya. Permohonan maaf juga disampaikan atas pilihan orang tua yaitu Abah mereka yang telah menikahkan Lasteri dengan orang lain, bukan karena tidak merestuinya menikah dengan Sobar. Itu semata-mata karena ketidak tahuan Abah bahwa Mbak Lasteri sudah punya pacar yang dia sayangi. Karena rasa hormat Mbak Lasteri terhadap Abah, ia menerima keputusan Abah walau itu pahit, dan menyebabkan kematiannya. Jadi cintanya bukan Cinta Durjana katanya, namun cinta sejati.
Semua saling memuji saat itu Anak Sobar yang seniman memuji kreatifitas Reno, dan aliran yang dia jalani dalam seni lukis, demikian juga Reno memuji Sang calon abang iparnya yang mempunyai lukisan yang sangat laku di acara ini. Luna sangat lengket sama papanya Sobar, dan cucu-cucu Sobar, cucu antar bangsa juga sangat ngikut sama Bu Sobar. Mereka menggunakan kesempatan di kampung untuk menikmati suasana kampung, pergi ke pasar tradisional, pergi ke sawah menyaksikan orang lagi panen bahkan ikut berlari lari di pematang sawah keluarga Sobar.
Tiap pagi mereka pergi ke laut untuk menikmati main bola dengan teman-teman sebagaynya di kampung, kebetulan saat itu sedang liburan sekolah. Meraka main bola di tepian ombak mengambil lahan pasir yang masih basah bekas kesapu ombak. Sungguh suasana kampung yang menyenangkan bagi mereka yang selama ini jarang menjumpainya di kota.
Bu Sobar sangat sayang kepada mereka, karena memang mereka selama ini lebih banyak berkumpul dan dididik di rumah Bu Sobar, semua orang tuanya mengharapkan anak-anak mereka kuat dasar budaya anaknya, setelah tamat SMP baru mereka berkeinginan mengirim ke Negara ibu mereka masing-masing. Tapi kelihatanya Bu Sobar untuk hal terakhir masih belum sepakat.
Bu Sobar nenek antar bangsa, sangat menikmati hari tuanya. Mempunyai suami yang sangat penertian dan bertanggung jawab, terpandang di desa, sangat maju usahanya dan terpilih kembali menjadi anggota Dewan. Bu Sobar sangat dihormati menantu menantunya, sehingga hampir tiap tahun dia mendapat tawaran mengikuti liburan keluarga, mantu-mantunya. Hanya saja Bu Sobar sangat selekstif memilihnya, selalu mengajak Sobar atau Luna dalam kepergiannya.
Sinar bulan sudah mulai temaram, menghantar sore sirna dan menyambut malam tiba, suguhan makan malam telah siap di Bale bengong, merekapun dipersilahkan untuk menikmati makan malam bersama, sebagai malam perpisahan dan akan meninggalkan kampung esok paginya.
Reno dan Luna sudah tak kelihatan. Hehehe rupanya mereka sudah pergi, mereka menyusuri jalan persawahan dan tepian pantai menyongsong sinar purnama datang. Dipantaipun mereka saksikan puluhan pasang muda mudi memadu kasih. Menikmati bulan purnama, sebagai kebiasaan muda mudi di kampung itu setiap malam purnama pergi ke pantai bersama kekasihnya, mandi-mandi atau sekedar melepas perginya sang kala. Selamat Sore dan Selamat menikmati Sinar Bulan purnama, sepeti lagunya The Mercy’s yang diputar keras di sebuah warung tepian pantai. Kira-kira syair yang terdengar adalah:
Di suatu malam yang indah…….. Dibawah bulan purnama…….Duduk bersama…. Dua Remaja…… Memadu kasih asmara……Si pria merayu rayu…. Si gadispun malu-malu……Dia bertanya pada sang pria….Agar hatinya percaya…….
Aduh mesranya, sinar bulan menjadi saksi semoga mereka kelak akan menjadi sejoli yang berbahagia, sampai kakek-kakek dan nenek nenek. Malampun terus berjalan mengangkat sang rembulan purnama meninggi meniringi para remaja itu kembali kerumah mereka masing-masing.

Menyambut Pagi di Pondok Betung, 21 Juni 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar