Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Minggu, 06 Juli 2014

Sobar-11 : Move on Dari Kegalauan Hati Marlina



“MOVE ON DARI KEGALAUAN HATI MARLINA”

Gerbang NUsa Dua ( google.com)
Seharian aku sibuk dengan memberikan kuliah konstruksi tahan gempa berupa kuliah umum. Terasa sangat menguras tenaga. Habis makan siang menjadi penguji Projek Akhir mahasiswa ku. Memang anak sekarang sudah sangat maju dan teknik debatnyapun sudah sangat baik. Aku terpesona dengan beberapa presentasi makasiswaku. Menurut beberapa rekan dosen dan aku jua, tugas akhir mereka seakan telah melampaui tugas yang sebenarnya. Mungkin karena projek bangunan zaman sekarang lebh banyak bersekala menengah ke atas.
Seorang mahasiswaku mengambil pojek perencanaan Jalan Tol di atas perairan Bali, contohnya menurut rekan-rekan dosen, itu sangat besar untuk projek akhir seorang Calon Sarjana Teknik. Konstruksi Kuta River Vier, juga menurut aku cukup berat bagi seorang Calon Sarjana Teknik, bila ditinjau dari lama pelaksanaannya sehingga dapat menggangu waktu tempuh kuliah di Teknik Sipil.
Aku kebagian dua sesi ujian, karena Bu Marlina memintaku untuk menggantikannya pda sesi kedua. Kebetulan aku taka da acara dengan Luna yang balik ke kampong untuk suatu keperluan dengan seluruh keluargamya. Aku ingin ikut tapi dilarangnya, karena Luna tahu jadwalku sangat padat pada akhir semester ini.
Hampit pk 17 00 aku keluar dari ruang ujian bersama rekan-rekan dosen lainnya setelah setelah pengumuman kelulusan mereka yang sedang menjalani ukian. Pada prinsipnya semua lulus, tapi ada dua anak yang harus mengadalak koreksi beberapa konstanta teknik dalam perhitungan bangunan tahan gempa, mengingat saat ini berlaku zonasi baru dalam peta indeks resiko gempa untuk Bali Selatan.
Kuperhatikan telepon genggamku, ternyata cukup banyak pesan masuk. Dari mamaku, biasa mengingatkan jangan terlalu memaksa diri untuk bekerja, dari Luna yang mengabarkan bahwa keluarga Sobar masih beberapa hari lagi ada dikampung, aku balas bahwa akhir pecan aku menyusulnya ke kampong. Kuceritakan aku baru saja menguji mahasiswaku, dam Luna membalasnya dengan Selamat Pak Dosen Muda. Hahahaha…….. . Selesai bbm an dengan Luna sebuah pesan masuk ke BB ku, ternyata itu pesan dari Bu Marlina yang meminta aku datang ke Hotel Westin mampir. Ku tahu pasti ada projek yang harus didiskusikannya, yang ku tahu Bu Mar suka menyendiri saat membuat prosposal sebuah projek.
Dari kampus aku meluncur ke kawasan Nusa Dua, dimana Hotel Westin berada. Sore itu aku menerobos sinar cemerlang menjelang sunset mentari jingga menerobos Tol dari Benoa menuju Nusa Dua. Lagu-lagunya Superman Is dead menemani aku sepanjang perjalanan. Kurang dari empat puluh menit aku sudah memasuki kawasan resot hotel Nusa Dua. Setelah melalui pemeriksaaan yang cukup kerat di gerbang hotel, aku parkir, di lapangan parkir sebelah hotel, kulihat mobil Bu Mar ada disana. Aku menuju kamar Bu Mar.
AKu bergegas menuju ruang yang biasa bu Mar tempati di saat menyelesaikan projek. Ruang itupun sudah beberapa kali kudatangi saat konsultasi thesis Master ku dulu. Ruangan sangat lengkap. Ada studio kecil, merangkap ruang pertemuan kecil, teras menghadap ke laut lepas di latar belakangi pohon kelapa, di alasi permadani rumput hijau. Beberapa wisatawan asing kuliaht masih mandi dan bermalas malasan di belakang hotel, ditepian pantai.
Bu Marlina sudah menunggu aku rupanya, namun kali ini kuliaht pakaiannya tidak formal, dengan daster yang kelihatannya dari rumh mode dengan kain yang cukup berkelas. Aku dipersilahkan masuk ke studio, sayup sayup tercium farfum BU Mar, sesekali aroma farfum ini juga tercium di ruang kerja Bu Mar di Fakultas.
Wajah BU Mar kulihat capek, namun masih berseri seri menyambut kedatanganku, apa ingin menyembunyikan kelelahannya atau memang gembira atas kedatanganku> Mungkin aku ke GR an. Bu Mar mengajak aku diskusi di ruang studio tentang projeknya, sepintas saja katanya, siapa tahu kamu tertarik bergabung Ren. Aku butuh seorang perencana konstruksi tahan gempa, aku melihat kemampuan itu ada padamu. Aku akan mengerjakan sisi lainnya, kata Bu Mar.
Kuperhatikan memang ia sedang rada capek, karena sambil diskusi sesekali tangannya memijit pundaknya. Kami melaporkan hasil ujian tadi, terutama mahasiswa yang seharusnya beliau uji, kuserahkan tugas akhir mahasiswa itu lengkap dengan catatatn-catatan Bu Mar yang dia goreskan disana. Aku telah melaksanakan tugasku, dan penilaianku hamper mirip dengan penilaian Bu Marlina.
Sudah dua gelas tanggung jus jeruk ku teguk, dan Bu Marlina menawarkan kopi kepadaku, sambil menikmati burung-burung kembali ke kandangnya, di pepohonan belakang hotel kulihat beberpa burung bangau telah tiba dari pengembaraannya mencari makan di musim kemarau ini. Sambil memberikan cangkir kopi yang dibuatnya dia duduk disebelahku,
Sambil menikmati kopi latte yang dibuatkan Bu Mar, aku menawarkan bagaimana bila kubantu mijitin pundaknya yang kelu. Padahal aku malu duduk didekatnya, deru jantung mudaku menderu sangat tergoda farfumnya. Sangan romantic kata temanku Pimonk dari France. Bu Mar menganggukkan tawaranku. Sambil terus melanjutkan obrolan. Aku memijit-mijit bau bu Mar, aroma itu semakin menggodaku.
Bu Mar menceritakan bahwa ponakannya basru saja lulus dari sebuah Sekolah Tingggi Komputer di Bandung. Ingin segera menikah dengan pemuda pujaannya yang sama-sama menuntut ilmu di Bandung. BU Marlina menentangnya dengan keras, namun sang ponakan tetap meminta dengan sangat kepada  tantenya. Padahal aku menyuruh ia untuk meneruskan dulu S2 bahkan sampai S3 kalau dia mau, akan aku biayai kata Bu Mar.  Padahal ku tangkap BU Mar sebenarnya cemburu kenapa ponakannya mau segera menikah, tidak memperhatikan perasaan tantenya.
Memang lebih baik dia menuntut imu dulu semasih ada yang membiayai, kalau masalah menikah kan gadis sekarang umumnya menikah telat, kataku. Akh kamu bilang senang menjadi perawan tua seerti aku gitu Ren, sambat Bu Mar. Saat dia mendongat menolehku kulihat jelas buah dada BU Mar masih sangat bagus, tak kalah dengan gadis duapuluh tahunan. Mungkin Bu Mar pandai merawat diri.
Saat itu pula bu Mar, tak sengaja mengangkat dirinya berpaling ke aku. Jantungku semakin berdegap kencang, ku peluk Bu Mar dan dia tak menolaknya. Hehehehe sorry lho Ren, katanya setelah cukup lama kami menikmati ciuman itu. Nggak apa-apa Bu, saya yang harusnya meminta maaf sama Ibu, karena saya kan murid Ibu. Dia bilang nggak apa-apa ren, sambil menatap aku dengan manjanya. Sebagai lelaki tak kubiarkan kesempatan itu, kumanfaatkan dengan sebaik-baiknya namun tetap terkontrol. Sama dengan anak remaja yang sedang pacaran rupanya Bu Mar sangat menikmatinya, dan sampai tak mampu mengontrol dirinya. Karena tangannyapun sempat kemana-mana,. Ketukan Room Service datang menghantarkan makan, menyelamatkan kami tidak sampai berbuat lebih jauh.
Makan malam sudah disiapkan di meja teras yang menempel dengan ruangan studio. Kami meneruskan ngobrol. Aku dapat memahami kenapa Bu Mar tidak menikah sampai umurnya menginjak kepala empat, mungkin karena dia sebagai tulnag punggung keluarga, setelah orang ayahnya mengalami kecelakaan kerja, sepuluh tahun silam. Ia harus membanting tulang mengantikan ayahnya mengelola perusahaan dan tetap menjadi dosen di almamaternya.
“Bu Mar, bagaimana dengan Karma”
“Karma apa maksudmu Ren”
“Itu Dr Karma dari fakultas Pertanian, kudengar beliau masih menantikan keputusan ibu”
“Nah itu juha yang sangat menyita pikiranku, aku tak mau berebutan waktu untuk menikah dengan ponakanku”
Pak karma, kutahu sangat menyayangi ibu. Dia itu anak tunggal. Apa mungkin ada masalah lain Bu tanyaku. Adok=adik ibu sudah jadi semua, bahkan beberapa keponakan ibu juga sudah tamat kuliahnya. Kalau Ibu menolak Pak Karma. Apa sama saya saja… Hahahaa apa kata dunia, bila murid menikah dengan pembimbingnya. “Huzzz ngaco kamu Ren, kalau ibu mau pasti ibu kejar untuk mendapatkannya” kata Bu Mar. Luna dengan cintanya sangat menyayangi kamu. Keluarga kamu sudah semuanya merestu. Untuk menghibur Bu Mar, kukatakan “Kan janur belum melengkung BU” Hehehehe
Itulah sebenarnya yang Bu Mar pikirkan, Karma kembali menagih janji Bu Mar untuk segera menikah, dan keluarga Karma ingin meminang Bu Mar. Saran aku bu, bila ibu tidak berkeberatan, ibu terima saja tidak usah pakai lamaran segala, langsung saja rapel menjadi satu: lamaran, pernikahan dan resepsi sekalian.
“Nah itu baru solusi Ren, tapi ada permintaan Ibu, ku minta kau menyiapkan dekor resepsinya ya: kata Bu Mar. Kujawab :”Siap Bu, kami akan buat thema yang tepat bersama Luna”. BU Mar mengatakan akan segera menemui Luna, di Bironya akan mengkonsultasikan beberapa masalah psikologi yang harus dipersiapkannya saat menghadapi pernikahan dengan Karma. Maklum pernikahan ini adalah pernikahan yang tidak lagi muda. Baik Pak Karma maupun Bu Marlina.
Aku senang Bu Mar menjadi bersemangat menyongsong pernikahannya dengan Karma, kegalauan hatinya akan dirinya sendiri sebenarnya, terlabih bila melihat usianya yang tidak lagi muda, tapi secara fisik Nampak seperti anak duapuluh limaan tahun saja. Kuyakin keluarganya pasti mendukung, jangan jangan keponakannya hanya ingin menggoda tantenya. Apa lagi kudengar pacar keponakan Bu Mar, sedaerah dengan Karma….. Selamat BU Mar.
Puri Gading, awal Juli 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar