Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Sabtu, 02 Agustus 2014

Sobar-13 : Bulan Madu Marlina



“BULAN MADU MARATON PASANGAN MARLINA-RA PAYOU”

Keagungan Taj Mahal
Siang itu sekitar pukul 13 15 Marlina sudah sampai di ruang kerja Prof Suraya, di Rumah Sakit Cinta Keluarga, agak terlambat sebenarnya dari waktu yang telah telah mereka sepakat. Marlina sempat ngirim pesan ‘ bbm’ ke beliau akan sampai agak terlambat, karena kondisi jalanan sebagai buntut liburan ini menjadikan jalanan sedikit macet. Dimana mana parkir meluber kejalanan, karena aku pergi pas waktu makan siang. Seorang suster mempersilahkan Marlina untuk menunggu di dalam ruangan, karena Prof Suraya ada pasien citto yang harus operasi Caesar dalam kelahiran bayinya.
Memang sudah cukup lama Marlina tidak ketemu Prof Suraya. Kalau tidak salah dia ketemu untuk konsultasi saat haid Marlina terganggu siklusnya, pada awal-wal menstruasi waktu remaja hingga menghadapi penyelesaian tugas akhirnya mengambil Insinyurnya. Seingat Marlina sekitar lebih dari lima belas tahun yang lalu. Apakah Prof Suraya masih ingat ya…. Fikir Marlina sambil memperhatikan sebuah artikel pada Majalah Ibu dan Anak yang membahas sebuah kehamilan pada ibu  usia lanjurt.
Secangkir the manis dengan tiga potong kue Secangkir teh manis dan tiga potong kue ‘sumping; diantarkan suster yang menjemput Marilna tadi ke meja tunggu Marlina. Silahkan Bu. Susterpun basa-basi ngobrol, dan bertanya sana-sini untuk memecah kesunyian. Dia katakana bahwa Prof Suraya telah menjadwalkan konsultasi Marlina pk 13 15, namun sekitar lima belas menit sebelumnya ada panggilan citto tersebut.
Langkah Prof Suraya, terdengar jelas mendekati ruangan. Tiba-tiba “Selamat Siang Marlina” sebuah salam sangat familier datang terucap bersamaan dengan grit pintu ruangan di buka tutup. Marlina berdiri menjulurkan tangannya untuk salaman dengan Prof Surya “Selamat Siang Prof”. “Aku kira akau telah terlambat dari janjiku, aduh macet jalanan dari rumah kesini” Kata Marina.
“Akh rasanya sudah lama ya tidak bertemu sama Prof Suraya”
“Benar, kulihat file Marlina tadi sekitar tiga beles tahun lma bulanan”
“Wah-wah benar sekali, sebuah pengarsipan pasien report yang sangat baik Prof”
“Itu Berkat kerja Suster Marini yang mengenteri ulang semua file pasenku”
Marlina tidak merasa telah teriring kepertanyaan esensial seorang dokter kandungan kepasiennya. Marlina menceritakan bagaimana perasaan hatinya setelah menikah dengan Ra Payau, disebuah masjid Agung Kota Casablanka di Afrika Utara, dimana nenek moyang suaminya berasal, walau dia berkewarganegaraan Prancis. Marlina kelihatannya sangat bahagia, hanya saja ada perasaan lain belakangan ini yang menghantui dirinya.
Prof, aku nerasajan suasana yang berbeda dengan saat aku masih lajang. Hehe maaf mungkin sindrom usia kali ya Prof, mengingat umurku yang sudah begini baru menkah. “Akh baru empat pulhan Marlina, sebulan yang lalu aku mempunyai pasien umur empat puluh enam, melahirkan anaknya yang pertama, dengan selamat. Hanya saja melalui operasi Caesar.
Iya Prof perasaan itu adalah perasaan males, aku sangat males untuk berdandan, apa mungkin terbawa oleh kebiasaan suamiku yang super cuek dengan pakaiannya kalau sedang bekerja. Dia hanya rapi kalau ada acara-acara formal saja, dengan tetap ridak pernah merapikan rambutnya. “Hehehe janga-jangan” . “Jangan jangan apa Prof, bikin aku takut saja”. “Jangan-jangan kau hamil Mar, Tapi kita tunggu sebentar hasil labnya untuk memastikannya”
Marlina kelihatannya terkejut, tapi diwajahnya ada kebahagiaan. Wajah cantiknya terlihat jelas dia seorang piyayi yang sangat menjaga kecantikannya, walau dia sebagai wanita karier, dan disegani di faultasnya. “Ku dengarn Guru Besar kalian sudah keluar, Marlina, saat mampir di Rektorat aku dengar dari Pembantu Rektor Satu. Selamat ya untuk keduanya. Kau akan segera menjadi seorang ibu bagi anakmu, dan tak lama lagi akan dikukuhkan sebaai Guru Besar Konstruksi Beton di Teknik Sipil, almamater kita.
Sambil melihat opsion kedua hasil analisis darah yang akan menguatkan hasil laboratorium dari hasil analisa urine, Prof Suraya memberikan aku resep, tambahan suplemen untuk memperkuat posisi ikat janin di kandunganku, yang menurutku sudah cukup tua untuk memiliki anak. Namun mendengarkan penjelasan Prof Suraya tentang pasien-pasiennya sebenarnya masih banyak pasiennya yang jauh lebih tua dari aku. Mudah-mudahan semuanya lancar.
Kata mahasiswiku Vinata, seorang putri dari Banda kabar baik harus segera disebarkan. Maka dengan segera kabar ini aku kabarkan ke suamiku bahwa aku telah hamil, dia akan segera menjadi seorang ayah dari anaknya. Dia sangat gembira saat aku kabari, dan mengatakan akan segera pulang setekah pekerjaannya selesai menginstalasi alat-alat laboratorium di Politeknik Banyuwangi. Mungkin dua tiga hari ini bisa rampung, karena ada temanku Paulus yang ikut membantunya disana. Dia merupakan tenaga teknisi yang handal yang biasa kerja dengan orang asing.
Sore itu, sambil menikmati kegembiraanku, aku memutar kembali video selama aku melakukan nikah tamasya. Kuawali perjalananku dengan menjelajahi India. Bagaimana keindahan Taj Mahal di kota Agra, bagaimana ramainya orang menikmati sore di Veranasi, benares semua terasa sangat romantic. Mungkin suasana romantic dari suamiku yang orang perancis kelewat romantis kali. Dia memanjakanku, sebelum pernikahan resmi kami, palimg-paling dia memberikan kecupan dan pelukan saying padaku. Dia seorang yang sangat menjaga privasi pasangannya. Selama belum menikah dia tetap tidak mau nginap sekamar denganku. Itu prinsip dia, dia sangat menghormati aku. Apa karena dia lebih muda ya, jauh lebih muda kali, karena perbedaan umurku tiga belas tahun. AKh peduli amat dengan umur aku harus menikmati kehidupanku.
Lalu lalang pengunjung berperahu, dikayuh oleh Mister Takur kataku kepada pemilik perahu di Benares,s sangat romatik. Ra Payaou mengabadikannya sangat detail, dia mengambil gambar dengan bantuan Mister Takur. Kami sangat menikmati makan malam ala India disana berbaur dengan pengunjung yangdatang dari segala penjuru dunia, memohon berkah dari Sungai Gangga. Mungkin salah satunya adalah kehamilanku yang sangat cepat ini sebuah berkah dari sana. Hahahahaahaaaaaaaa.
Neni datang sore itu ke rumahku, menemani menyaksikan video perjalananku. Dia datang persis sedang kuputar saat kami akad nikah di LAjazair, disebuah masjid tua, dekat pemukinan keluarga kami, di kota Abijan. Disaksikan petugas dari kedutaan kami melakukan akad nikah dengan hikmat, walau kelihatan sangat sederhana ditengah keluarga besar Ra Payaou. Adik sepupuku Rahmawati yang menikah dengan seorang Bule Italia, Alesandro datang dari Napoli ikut menyaksikan perikahan kami. Dialah menjadi asrot kamera saat akad nikah tersebut.
“Wah sangat berkesan, Bu kata Neni, sambil mempersilahkan aku mencicipi kue klepon yang ia bawakan aku, dari pasar Sukawati, saat diperjalanan ke rumahku bersama Parta” Mereka kelihatan sangat bahagia, keluarga Parta kudengar sangat memanjakan Neni, terlebih saat dokter menyatakan bahwa hasil USG menunjukkan janian di rubuh neni laki-laki. Dialah penerus generasi Parta yang anak tunggal di keluarganya.
Kuusap perutnya Neni, dia sangat bahagia, dan memelukku menangis. Aku merasakan sekarang pas, kalau neni memanggilku Ibu, karena sebentar lagi akupun akan menjadi seorang ibu, sama dengan Neni. Dia sudah kuanggap sebagai saudaraku, dan demikian pula sebaliknya. Dia penyambung tali persudaraan kami dengan keluarga Parta yang batal karena sudah kelamaan berpacaran denganku.
Kami berdua sambil menikmati kue klepon dan the poci dengan gulabatu, melanjutkan menonton Vvideo saat kami berbulan madu di Paris. Orang tua Ra Payaou tinggal di kota Neic, di selatan Prancis, namun dia masih memiliki sebuah Residence, mirip apartemen di tepian kota Paris, kujelaskan gambar apartemennya. Aku berjalan menyusuri Sungai Sein, sangat romantic. Kami ada disana pas punak musim  panas aakhir Juni, sehingga sangat ramai orang yang memadu kasih atau sekedar berjemur ditepiannya. Sungguh pemandangan yang sangat indah dan romatis, seromatis kapal para pesiar yang melintasi beningnya sungai itu.
Menara Eifel terlihat sangat kokoh, melatar belakanginya. Dia menjulang diantara benitu banyaknya bangunan yang ada sekitar Trokadero dimana menara itu berada. Kami berdua berfose memegang sebuah karikayur gambar kami berdua yang dilukis oleh pelukis jalanan di halaman Gereja Kathedral kota Paris. Sungguh pemadangan yang luar biasa, tapi dasar perut yang sudah hamper sebulanan belum kena nasi, kamipun naik metro dari Trocadero menuju Paris 13, sebuah provinsi yang dipenuhi oleh etnis Indo China, Vietnam dan Kamboja. Aku dengar walikotanya seorang imigran Kamboja yang turun kedunia politik.
Dikawasan peciban kata suamiku ini, aku menikmati nasi. Masakan Vietnam, yang nyaris tidak begitu berbeda dengan masalak China di Pecenongan. Hanya saja sebagian besar kurasakan dominan rasa jahenya. Nasinya berkualitas sangat bagus, nama-nama makanannya lebih banyak aku tak tahu. Untung bawa penterjemah, suamiku. Aku menanyakan apakah ada masakan yang medekati sayur lodeh, aku sudah sangat kepingin ne. Kata Rapayaou orang Prancis tidak senang makanan bersantan. Mereka memang pemakan kelas berat, tetapi tidak obesitas. Semuanya terkontrol.
Saat rehat menonton, Neni kutanyai perasaan dia saat ini. Dia mengatakannya sangat berbahagia,d an berterimakasih kepadaku telah dipilihkan suami yang sangat sabar dan penyayang. “Bahkan mandipun Neni sering di madiin Bli Parta” Katanya. Wah-wah sangat romantic Parta ya, padahal beberapa tahun pacaran denganku dia sangat sopan, tidak berani ngapa2 in. Beruntunglah kami Neni, mendapatkan Parta. “Semoga Ibu mendapatkan kebahagiaan yang lebih dari Neni, Tuan Ra Payou Neni lihat juga sangat romantic dengan Ibu. Semoga kebahagian Ibu melebihi kebahagiaan Neni” katanya sambil meneteskan air mata.
Neni dan Parta memang sering menemani aku, selama suamiku pergi. Dia keluargaku yang sangat setia mendampingi, berbagi kebahagiaan denganku. Neni lebih dulu merasakan kebahagiaan itu. Kebahagiaan Neni Parta adalah kebahagianku. Keluarga Parta tetap menganggap aku sebagai bagian dari keluarga mereka.
Sambil meneruskan menyaksikan video petualangan kami di Mali, atau sering disebutkan sebagai Maladewa atau Maldives, sebuah pulau kecil di tengah Samudera India, sekitar arah barat daya India. Suasananya mirip dengan suasana di sebuah Pulau di Maluku, pulau dengan banyak pohon kelapa, banyak gubuk sederhana dengan hamparan pantai yang menggelora. Pantesan banyak wisatawan Indonesia terutama para artis melewatkan bulan madu mereka disini, suatu pulau yang romantic seperti terlihat dalam sebuah foto yang pernah ramai beredar disosial media, kebersamaan penguasa yang politisi Aburizal bakri dengan artis Zalianti.
Kaldera Gunung Taal
Kami melatkan bulan madu kami di negara pulau ini hanya tiga malam, sebelum melanjutkannya ke Philipina. Sambil menikmati santap malam kami bertiga, aku, Parta dan Neni, tak terasa masakan Bibi Lan, ludes kami makan. Nggak tahu mungkin bawaan orang hamil kali ya aku dan Neni sama sama rakus makannya. Ayam bakar yang dihidangkan bersama sayur lodeh yang aku sudah diamkan dari sejak di Paris baru kebayar. Hahahahaa …
Saat ke Philipina aku menyusuri negeri Nyonya Acuino ha,pr seminggu. Kami sempat menginap semalam di puncak Gunung Taal, sebuah gunung yang di puncaknya terdapat danau yang sangat luas, serta di tengah danaunya terdapat Psebuah pulau yang sangat indah. Sebuah pulau di puncak gunung. Nyali ku diuji disini. Sebelum mendaki aku sempat menikmati kuliner, yang mereka sebut Bulalo. Masakan dari daging kernau, kulihat hamper mirip dengan masalak padang kesukaanku. Aku paling menikmati Bulalo yang mirip tunjang di Rumah Makan padang. Akh satu piring kulahap………… tuntas.
Kami mendaki sekitar satu jam sampai bagian datar kaldera sebelum menyeberang dengan perahu ke Pulau, semua itu terabadikan dalam video dokumentasi perjalanan kami. Kelihatan orang barat itu lebih senang mendokumentasikan perjalanannya dengan baik dibandingkan dengan kita ini. Akh memuji suami sendiri kan ngak apa-apa to.
Di pulau kami disambut tarian tradisonal Mindanao, hamper mirip Hawaian, hamper semalam suntuk kami menikmatinya bersama minuman khas, San Mieguel itu lho birnya Philipina, sama dengan Bintang, Bienya Indonesia yang digemari para toris di klub klub di Legian Kuta. Kami menikmati steak kambing muda, malam itu. Malam itu kami sangat kami nikmati berdua, sama dengan para pasangan pasangan yang bertujuan sama untuk berbulan madu, atau merefresh hubungan mereka walau sudah punya beberapa anak.
Aku terlihat di film, sangat lusuh bangun kesiangan di villa sederhana yang terhampar di pulau kaldera Gunung Taal. Lengkaplah romantika penganten baru kualami, dari ke Agungan Cinta, Taj Mahal, romantisme sungai Gangga dengan berbagai permohonan dan harapan. Tradisi Arab-Algere yang teralkulturasi oleh Budaya Prancis, Romantisnya Paris yang angkuh dengan Menara Eifel dengan Sungai Seine yang membelah keramaian kota, serta Indian Ocean Paradise di Mali dengan aroma laut dan lambaian kelapa. Neni walau menyatakan ikut senang dengan apa yang kualami, namun ada keingingan diwajahnya. Kuanjurkan mereka untuk merencanakan kelahiran berikutnya setelah kelahiran anak pertama nantinya. Meraka harus merencanakan perjalanan, bisa perjalanan rohani atau perjalanan bulan madu kedua…… Meraka sangat setuju terutama Parta, nahkan menyatakan siap, saat ini pula bila Neni mau. Heheheeh itu perut apa kuat diajak jalan-jalan. Akh kuat saja, bila perlu kuajak serta Dokter kandunganku, kan mereka penganten baru…. Baru sekitar sebulan lalu menikah. Mungkin bisa kita diskusikan dik Neni saat kunjungan control berikutnya. Selamat ya Parta.

Puri Gading, awal Agustus 2014.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar