“DEKARMA, TUYUL DALAM PASUNGAN”
Kampung Menuju Rumah de Karma |
Pagi itu cerah sekali. Burung ‘cerucuk’
sangat ramai, mereka girang bercanda satu sama lainnya. Sinar mentari menerobos
dedaunan yang tumbuh rindang di halaman
dan taman rumah De Karma, sebuah pemandangan dan suasana alami yang dia nikmati
setiap pagi. Sangat asri taman-taman yang menjadi sekat satu bangunan dengan
bangunan lainnya, yang berkonsep villa, Disana setiap hari De Karma mengasingkan
diri, sehingga banyak omongan yang negatif dan miring ditujukan kepada nya.
Seperti pagi itu di pasar Maida,
ibnda De Karma, sampai malu dan pulang dengan belanjaan sedapatnya, karena
mendengar omongan langsung dari orang-orang dipasar. Mereka mengatakan keluarga
Maida memelihara tuyullah, mereka mengatakan Maida memelihara Brerong lah,
sehingga dia bisa hidup dengan lebih ‘mewah’ d\kebanding dengan orang-orang
sekitarnya. Padahal Maida seorang janda yang sudah lama di tinggal Danu
almarhum. Danu almarhum suami Maida meninggalkannya mati dengan dua anak De
Karma dan Mangadi. Sepasang anak laki-laki dan perempuan yang sukses
sekolahnya.
Maida memang perempuan desa, yang
tidak tamat sekolah rakyat, namun dengan kemauannya belajar sambil menunggui
anak-anak mereka belajar akhirnya mempunyai pengetahuan luas. Waktu menunggi
putra-putrinya belajar dia gunakan untuk membaca buku, dan dia tidak segan
menanyakan hal-hal yang dia tidak tahu kepada anak-anaknya. Sehingga bila
bertemu dengannya kita tidak akan menyangka bahwa Maida, tidak tamat Sekolah
Rakyat. Dia berbahasa Indonesia dengan baik, sedikit mengerti Bahasa Inggris.
Sepulang Maida dari pasar,
dirumahnya telah manunggu empat orang tamu, dua berseragam kelurahan dan dua
lagi wanita , stau setengah baya dan satunya masih muda.
“Selamat Pagi, Bapak dan Ibu-ibu”,
sapa Maida kepada tamunya. Ada apa ya Pak Lurah tumben mampir ke pondak Ibu,
bersama tamu wanita lagi, membuat hati ibu senang dikunjungi banyak tamu.
Pak Lurah menjelaskan maksud
kedatangannya terkait dengan kabar yang sedang ramai di masyarakat, yang
mangabarkan bahwa Maida memelihara tuyul, memelihata Bererong, serta ada
seorang anggota keluarga Maida yang di pasung di dalam rumah ini. Maida
menjelaskan bahwa ia di dalam rumah ini hanya hidup bertiga, bersama satu
anaknya Dekarma, dan Neni keponakan dari suaminya, yang menemani dia
sehari-hari. Neni saat ini sedang pergi sekolah, dan Dekarma, kalau pagi begini
sedang kerja. Setelah siangan sekitar sejam lagi jam 11 00 dia akan istirahat,
sarapan, biasa dia hanya sarapan roti dan jus buah saja. Ini Ibu beli buah
dapat sedikit tadi di pasar.
Kita ngobrol dulu disini, sambil
menunggu jam 11 nanti Ibu antar ke kantornya Dekarma. Ke empat tamunya agak
kebingungan. Dekarma pergi ke kantor? Kata mereka secara bersamaan. Iya tapi
kanornya tidak jauh, nanti ibu antarkan. Bapak dan Ibu silahkan minum, bapak
dan ibu ambil saja di tempatnya yang tersedia di samping bapak ini. Biasa tamu
ibu pilih sendiri, minuman kesukaannya, bapak mau soft drink atau bikin kopi
silahkan. Disebelah mereka bertemu memang ada mini bar yang lengkap dengan
lemari minuman dingin, serta sebuah cofee make, yang siap dipencet dan pilih
minuman yang disukai.
Wah kami tak nyangkan Maida
memiliki peralatan yang sangat modern, di dalam perumahannya yang sederhana,
hanya asri dengan halaman yang luas. Merekapun terus ngobrol, menunggu jam 11,
sambil menikmati minuman yang tersedia bersama roti kering yang ada di atas
toples.
Beginilah Bapak dan Ibu, semenjak
anak kami Mangadi diboyong suaminya ke Timor Leste, kami mengurus diri sendiri.
Tapi lebih banyak diurus Dekarma, dia lebih banyak belanja online. Mangadi
mengikuti suaminya yang Insinyur Perminyakan, bekerja pada sebuah perusahaan
minyak di Timor Leste, bersama temannya orang setempat yang sama-sama menempuh
pendidikan di UPN Jogyakarta dulu. Suaminya Mangadi, Kamajaya orang yang sangat
ibu kenal, dia temannya Dekarma sejak SMA dulu. Dia sangat senang berburu tupai
sama suami saya saat saat liburan sekolah dulu.
Meme ( mama ) dengar Mangadi juga
dapat memakai ijazahnya disana, dia seorang Arsitek, meme dengar dia sudah
Master Teknik, disana dibuatkan sebuah Biro Arsitek oleh suaminya agar tidak
kesepian selama ditinggal pergi ke lepas pantai, maklum kerja suaminya lebih
banyak dilapangan mengawasi kerja pengeboran langsung.
Anakku lanang, Dekarma sampai
saat ini masih membujang walau umurnya sudah hampir 30 tahun, dia asyik dengan
karir mandirinya. Dia tidak pernah mau bekerja pada orang lain, jadi buruh
katanya dia tak mau, dia membuat perusahaan sendiri, yang dia kendalikan
sendiri dari kantornya, meme dengar sih karyawannya tidak banyak hanya sekitar
dua puluh orang, itupun lebih banyak mahasiswanya. Tapi meme tak pernah lihat
itu karyawnnya. Akh meme tak mau bicara banyak, nanti Bapak-Ibu sekalian yang
nany yang bersangkutan, kata meme.
“lho memangnya kantor Dekarma,
dimana Me” tanya Pak Lurah.
“Hehehehe bukan kantor sih, tapi
tempat kerja, ya kalau ibu lihat mirip kantor, dia terbiasa mengadakan rapat
juga disana” jawab Maida. Sambil mempersilahkan tamunya mengikuti dia menuju
kantor Dekarma. Kantor Dekarma rupanya merupakan bagian dari rumah keluarga
ini, hanya adanya di bagian belakang. Sebuah komplek yang asri, dengan taman
yang menghubungkan satu bangunan ke bangunan lainnya, lengkap dengan tancapan
antena.
Sebelum tamunya tiba, Dekarma
juga sebenarnya sudah melihat kedatangan tamunya melalui layar monitor di
ruangannya, karena semua sudut rumahnya sudah dilengkapi dengan camere cctv,
yang terintegrasi. Dekarma menyambut kedatangan tamunya dengan ramah.
Bahkan saat salaman Dengan DR
Sri, dia berpelukan sangat lama. Kamu Made Karma, aduh aku pangling de sama
kamu, sekarang itu lho brewok kamu sangat menawan kontras dengan kulit putihmu
de. Rambutmu masih gondrong sama seperti yang aku kenal sepuluh tahun lalu saat
aku ambil Doktor Psikologi dan kau masih jadi mahasiswa di ISI.
Bu Sri sangat kecewa dengan pak
Lurah yang sedianya akan menengok dan mengecek seorang warganya yang diisukan dipasung
dan memiliki ilmu hitam, untuk mengumpulkan kekayaan. Ternyata dia orang yang
sangat dia kenal dan pernah dia kagumi saat masih sekolah. Hanya saja Dekarma,
lebih muda enam tahun darinya, mengakibatkan Sri menahan naluri cintanya
terhadap Dekarma. Ia yang membantu saya saat ujian kami baik tertutup, maupun
ujian terbuka dengan animasinya yang sangat apik. Sampai sekarang masih aku
simpan di ruang kerjaku de, kapan kamu main ke tempatku, nanti ku kenalkan
dengan suamiku,
Pak Lurah diam saja tertunduk,
rupanya dia telah blunder mempercayai issu yang dihembuskan beberapa warganya
yang mengatakan bahwa di rumah Maida ada warga yang dipasung. Rupanya yang
dimaksud Dekarma, yang lebih banyak bekerja dari pada keluar rumah, karena rumahnya
merupakan kantornya. Dari sana Pak Lurah melihat bagaimana efektifnya dia
mengumpulkan uang, mengomando karyawannya dan memberikan penghasilan tambahan
kepada beberapa mahasiswa yang kesulitan biaya, dia ajak menjadi tenaga lepas
dan dibimbing keterampilannya membuat animasi, produk desain, flyer, dan
produk design creatif lainnya untuk film animasi, kemasan produk, iklan, maupun
brosur.
Konsumen Dekarma sudah tersebar
keseantero dunia. Kulihat beberapa produk kecantikan Eropah, perusahaan fim
animasi Jepang dan puluhan produk kemasan lainnya yang perusahannya tersebar
antara Tokyo, Beijing, Bangkok, Singapura, KL dan tentu saja dalam negeri dan
Negera Kangguru. “Aku salut sama kamu de, kamu sangat kreatif” Kata Dr Sri. “Hanya
kau kurang kreatif nyari pasangan de” kata Sri lagi. Hahahahahaha meledaklah
tawa semuanya, mendengar candaan Dr Sri siang itu.
Burung cerucuk kelihatan sudah
mulai berkurang kicauannya, tinggal burung punglor yang genit masih tak henti
hentinya ngeriwik di sekitar pertemuan tamu-tamau itu. Siang itu terdengar
panggilan seorang wanita dari sebuah bangunan. “Me kesana me kelihatannya
Mangadi memanggil mungkin mau ngobrol sama Meme” ucap Dekarma sama ibunya,
mendengar panggilan skype dari adiknya lewat ruang telekonference. “Saya pamit
dulu, mungkin Mangadi ada perlu” ucap Maida sambil bergegas menuju ruangan
konferensi.
Iya beginilah cara saya bekerja
Pak Lurah, Bu Sri. Saya orang bebas tidak mau menjadi orang upahan, jadi
membuat usaha sendiri, sambil menemani ibu, yang sudah ditinggal ayah sejak aku
masih belum tamat Magister ku di ISI Jogya. Dr Sri maupun suaminya Mangadi
semuanya teman kami seperjuangan di Jogya. Dengan kegiatan ini, maafkanlah
keluarga kami jadi kelihatan menutup diri. Tapi sebenarnya tidak. Kalau ada anak
desa ini yang sekolah di SMK Komputer, Informatika atau dari SMK Seni,
silahkan bergabung dengan kami. Mau kerja di rumahnya masing-masing silahkan,
nanti kami berikan modal awal sebuah komputer dan jaringan internet, serta
ide-ide kreatif lainnya, sampai dia bisa mandiri.
Bulan lalu kami melepas dua orang
karyawan kami untuk mandiri, sebagai cabang perusahaan ini, aku buatkan cyber
office ditempatnya, dengan modal seratus jutaan. Itu penghargaan kami terhadap
anak-anak yang berhasil. Kata-kata dipasung sebenarnya itu diawali oleh adikku
sendiri, Mangadi yang mengatakan abangnya ini terpasung, karena membenamkan
diri di kantor ini saja. Semua perlengkapan dan kebutuhan ibu, juga lebih
banyak aku pesan via online saja.
“Oh itu, maksudanya di pasung ya,
terus kalau tuyul dan brerong itu?” tanya pak Lurah. “Akh itu sih bisa-bisanya
masyarakat saja yang mengatakan begitu dengan melihat seringnya orang datang
membawa kiriman pesananku, dari komputer dan kebutuhan perlengkapan jaringanku,
kebutuhan sehari-hari yang aku pesan via internet. “Terus uangnya bagaimana”
selidik pak lurah lagi. Masalah uang aku tak pernah melihat uangku ada berapa
di rekening giro ku, karena semua tansaksi ada catatannya, demikian juga
belanja online ku lakukan hanya dengan mobile banking. Pajakpun aku tak pernah menunggak. Bukan menyombongkan diri karenma memang begitu adanya.
Ya rupanya Pak Lurah enggak
mudeng dengan apa yang dijelaskan oleh Dekarma terkait dengan perusahaan
cybernya yang bergerak dalam jasa art creatif design. tepatnya desain grafis. Dia lebih bingung dengan
beberapa moge yang nangkring di sebuah garasi di sudut komplek kantornya, hehehe
kompek rumahnya, karena kantor dia sebenarnya lebih cocok disebut rumah, yang
dilengkapi dengan peralatan komputer lengkap dengan sistem jaringan cctv, sport
villa, kolam renang, dan kebun binatang =tepatnya kandang burung-burung-, dengan
aneka kembang yang dirawat apik oleh Maida dengan ponakannya Neni, sehingga membuat
betah orang yang berkunjung kesana.
Pertemuan kami siang itu, kami
akhiri dengan makan bersama setalah pesanan Bakmi dan nasi Goreng yang dipesan
Dekarma datang. Kami dengan Pak Lurah, Pegawai kelurahan dan asistenku yang
lebih banyak bengong mendengar penjelasan Dekarma, pulang dengan perasaan
kecewa, karena kami telah terkecoh dengan laporan pak Lurah ke yayasan kami
yang memang merawat dan merehabilitasi jiwa masyarakat yang mendapat gangguan
kejiwaan. Tapi aku juga senang bertemu orang yang pernah aku kagumi beberapa
tahun yang lalu, sekarang telah menjadi orang sukses dalam usaha dan menghidupi
banyak orang, hanya saja dia belum menemukan pasangannya, seperti harapan Maida
yang sudah lama mengharapkan punya mantu dan cucu dari Dekarma sebagai mantu
dan cucu dalam.
Sore
itupun kami meninggalkan kampungnya Dekarma, kembali dengan perasaan
berbungabunga di tengah kekecewaan kerja Lurah yang tidak baik. Ku pacu
perlahan mobilku sambil menikmati rona jingga diufuk barat yang ku saksikan
lewat kaca spion, karena perjalanan pulang kami lebih banyak mengarah ketimur.
Selamat Sore Dekarma, aku teringat pelukanmua, masih saja seperti pelukan yang
dulu, hangat dan menggairahkan”
Bintaro, 22 Nopember 2014
“
Menarik nih..misteri Tuyul...kabarnyd di Jawa ada yang jualan tuyul......
BalasHapus