Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Selasa, 31 Mei 2016

Winda-9 : Keputusan Berat Winda



“WINDA TELAH MEMBUAT KEPUTUSAN BERAT”



 Keputusan Winda Tegas Selurus Jalan (www.google.com)

Windi ku lihat sangat anggun pagi ini, dia memakai kemben kuning berkebaya putih, selembar selendang melingkar dipinggangnya berwarna kuning tua. Dia langsung berjalan sendiri ke tempat sembahyang walau hari masih pagi. Sebagai orang tuanya kami tentu sangat bahagia melihatnya. Putriku yang tidak sempat kudidik masalah adat dan agama, telah tumbuh dalam kedewasaan, dia telah menemukan jatidirinya. Inikah pertanda dia telah siap menerima lamaran Salomo, yang telah berjanji besok akan datang dengan keluarga besarnya untuk membicarakan hari bahagia itu.


“Ma… apakah kau lihat pada perubahan anak kita?” tanyaku kepada istri. Dia tidak menjawab apapun, hanya kulihat dia terdiam dan dua bulir air menetes dari matanya yang sangat ku kagumi sejak muda. Mata itu yang membuat hati kami terpikat. Dan seluruh miliknya sampai saat ini menjadi milik dan kekagumanku. Ia mengangguk sambil meneruskan tangisnya. Ku peluk dia ku ajak berdiri ikut dengan putriku sembahyang. Kami duduk disebelah kiri Winda, dengan masing masing menghadapi sebuah bokor kecil berisikan kembang kamboja dan kenanga. 

Sekitar lima belas menitan kami sembahyang bersama, tampa kata sepatahpun. Karena sembahyang pagi itu merupakan sembahyang sunyi kami. Ada keyakinan sembahyang dengan doa dalam hati akan mendapatkan pahala pangkat tiga kebanding sembahyang dengan memanjatkan doa yang kedengaran suara.
Dari tempat sembahyang yang tidak begitu jauh dengan kamar winda kudengar lagu sedih The Mercy’s, Pergi Tanpa Berita.
………..
Sebagitu ombak berderai/ diujung tepian pantai/ Sebegitu pula cintaku/ kau anggap angina nan lalu……
Pergi tanpa berita/ ditinggal sedih dan duka…..
……..
Lamat-lamat masih kudengat. Ku tatap wajah anakku. Pagi ini kulihta sangat jelas wajahnya merupakan perpaduan wajah manis Bu Lik ku dan wajah ayu istriku. Dia mendekatiku dan memelukku dengan sesenggukan, air mataku ku tahan jangan sampai ikut jatuh karena ku tak tahu Apakah Winda bersedih atau bahagia pagi ini. Yang jelas kulihat dia sangat anggun. Dia mengenakan pakaian persis gaya Bu Lik kami yang tinggal tidak serumah, karena beliau lebih banyak tinggal di rumah di Bukit, untuk melayani umat yang memerlukannya.

Dia mengabdikan dirinya lebih banyak untuk umat dan masalah social, sehingga dia tidak menikah spanjang hidupnya. Mudah-mudahan saja Winda sembahyang pagi ini memohon petunjuk Tuhan Yang Maha Esa menjelang rembugan dengan Keluarga Besar Solomo. Isrtriku Dara, hanya melongo melihat perubahan yang lebih religius, spiritual pada Winda putri kami.

Kugandeng anakku Winda keluar dari tempat sembahyang, kuhantar sampai Bale Bengong, dimana sarapan pagi berupa jajanan pasar telah disiapkan bersama kopi dan the sebagai sarapan pagi itu. Lagu the mercy’s pun masih kudengar telah berganti dengan Lagu Cinta Abadinya. Aku tak mengerti kenapa Winda sangat senang dengan lagu itu. Padahal lagu itu popular saat mamanya masih di asrama. Aku kenal benar lagu itu. Lagu itu sering ku dengar saat mengunjungi Dara ke asramanya.

Hari bernjak siang. Anak Lelakiku, abangnya Winda telah kembali dari tempat prakteknya, ikut bergabung dengan kami di Bale Bengong. Dia mengambil beberapa potong kue lapis dan godoh kesukaannya. Diapun menyuapi Winda seperti kebiasaannya selama ini kalau bertemu. Ayo dik… buka mulutnya Hemmmmm, merekapun tertawa berderai. Dan Winda pun mengejar sang abang yang lari menjauhkan kue lapis itu sebelum suapan yang kedua terjadi. Aku sangat bahagia melihat mereka, walau lama hidup saling berjauhan namun hubungan abang-adik sangat akrab.

“Bang gendong Winda dong”  pinta Winda ke abangnya. “Boleh, tapi kamu juga harus mengendong abang ya”. “Oke siapa takut” Jawab Winda. Huffff Hahaha Winda sudah ada digendongan abangnya. Widan dibawa berkeliling halaman oleh sang Abang. Tepat dihadapan kami Winda diturunkan. Ayo giliran abang Win menggendong Abanag. Huff Abang telah ada digendongan Winda. Memang Winda kelihatannya samgat enteng menggendong abangnya. Iapun membawa berkeliling abangnya, dengan pakaian kemben dan kebaya sembahyangnya.

Mereka sangat akrab, sambil digendongan Winda, abang bisikkan kata, ayo Wind kamu mau kawinnya. Jangan lupaian abang ya. Winda rupanya kurang berkenan dengan bisikan abangnya, dan menurunkannya didepan orang tua mereka dengan kesal. Winda kembali terdiam, langsung memeluk Ayah. Kenapa dik…. Kenaa dik, maafin abang ya.

Mereka kembali duduk di Bale Bengong berempat, Semuanya menghadap ke sarapan yang disiapkan si embok, kue lapis dan godoh ha,pir habis semuanya. Memang mbok membelinya subuh di warung langganan. Membelinya harus pagi, kesiangan dikit pasti akan kehabisan. 

Ayah, Mama dan Abangku yang cakep, Winda mohon dengarkan Winda sebentar. Winda ingin menyampaikan sesuatu kepada kalian semua, tentang keputusan yang telah Winda ambil dalam babakan penting kehidupan ini. “Ayo Winda, mama sangat ikhlas apapun yang engkau putuskan, kami telah siap untuk melepaskanmu untuk dipersunting calon suamimu”. Karena itu memang merupakan tahapan hidup yang harus kau lalui.

Ayahpun menceritakan tahapan dalam hidup yang harus dilalui dengan bahasanya sendiri. Kau akan menapaki tahapan Grhaasta, setelah kamu melewati tahapan Brahmacharia, tahapan kamu menuntut ilmu kehidupan, ilmu agama sebagai dasar dan pedoman kalian menapaki hidup selanjutnya pada tahapan yang lain. Demikian pula kamu kapan bang, Tanya ayah kepada Abangku. Semua Cuma manggut manggut saja mendengarkan ceramah ayah.

Kami telah siap melepaskan kamu Winda, walau bagaimana ayah-ibu harus mengikhlaskannya. Demikianpula harus mau menerima siapaun yang akan menjadi jodoh abangmu. Kami harus dan akan menerimanya seperti anak kami sendiri, yang akan tetap kami didik dan tuntun dalam tahapan hidup selanjutnya. Astungkara.

Mama dan kedua anaknya, tak sadar berkaca kaca bahkan Winda sampai meneteskan airmata mengikuti wejangan ayahnya. Kau Winda dank kau juga lirik ayah kea bang,sampai kapanpun akan tetap menjadi anak ayah dan ibu. Apakah kau sudah berkeluarga ataupun belum. Semoga kasih sayang kami tidak berubah.

Kami guru rupaka, ayah ibu kalian akan lebih banyak menyerahkan kalian untuk belajar dengan Guru Wisesa dan Guru Swadiaya, kepada masyarakat, kepada pemerintah dan kepada Tuhan Yang Maha Esalah kalian akan lebih banyak berguru. Kepada kami orang tua, dan kepada guru Pengajian di sekolah, ayah rasa itu sangat cukup kalian dapat. Kami ikhlas akan menghantarkan kalian ke gerbang keluarga baru kalian.

“Mohon maaf ayah, Winda menyela wejangan ayahnya”. Kenapa Winda, silahkan berbicaralah apa yang ingin kamu sampaikan ke kami. 

Abang, mama dan Ayah yang sangat Winda sayangi. Winda telah mengambil keputusan yang sangat berat, yang sebenarnya Windapun takut menyampaikannya. Winda khawatir ayah dan mama akan marah mendengarkannya. “Tidak Winda, seperti Ayah katakana tadi, apapun keputusan yang kalian ambil, kalian tetap anak kami, kami tak akan berubah karena kalian akan menjalani tahapan hidup kalian berikutnya”.

“Iya Winda, mamapun akan mendukung apapun keputusan kamu. Mama tidak mau apa yang mama alami dalam perkawinan mama, berulang pada kamu, mama akan menrima apapun keputusan kamu, bahkan mungkin untuk menikah dengan orang lain selain Solomo”.

“Tidak ma, Mas Solomo orang yang sangat baik, dia mencintai Winda dengan sangat tulus. Mama dan Ayahpun mungkin mengetahuinya itu”. Maafkan abang, aku telah memutuskan dan menyampaikannya kalau abang sudah memutuskan minimal telah memberikan ancer-ancer waktu akan menikah. “Ayo bang, sampaikan kapan abang berencana menikah?”.

Hahahaha, jadi kuncinya aku ya, teriak sang abang. Yah Ayah, mama dan adikku yang manis, kalian jangan menertawakan keputusan dan pilihanku. “Tidak, apapun pilihan Abang, kami akan mendukung” serentak mereka bertiga menyampaikannya. Begini, calonku baru akan Wisuda Sarjananya sabtu ini, setelah itu Ayah dan keluarga sudah boleh meminang dan menikahkan kamu. Karena hanya itu persyaratan orang tuanya. Dia harus sudah Sarjana. Winda langsung memeluk abangnya dengan berkali kali mencium abangnya. Selamat Bang. Oke kita akan nikahkan bersama saja dua sejoli kata mama. Winda menimpali ‘Tidak bisa ma, dalam tradisi kita tidak boleh ada jual beli”. Dan itupun tak akan terjadi kata Winda. Karena aku telah memutuskan setelah abang ada kepastian menikah.

Kepastian itu telah kita dengarkan bersama, biarlah aku menyampaikan keputusanku. Semua terdiam memperhatikan Winda semua. “Ayah, Ibu dan Abangku sayang, aku telah mengambil keputusan. Keputusan yang sangat berat, mungkin ayah, ibu dan abang akan memarahi Winda”.

“ayo Winda sampaikan apa keputusan kamu, bukankah besok keluarga besar Solomo akan datang membicarakan acara pernikahan kamu?”. Iya kusampaikan, Abang, terima kasih abang telah memastiakan untuk segera menikah dengan pilihan abang Aryati, anak juragan beras dari Kampung Soka, Ayah, mama maafkanlah Winda, akan kusampaikan keputusan itu. yaitu: Winda telah memutuskan untuk tetap sendiri, dan tidak akan menikah dalam sisa hidup Winda ini, Biarkanlah Winda tetap menjalani hidup seperti saat ini, dan akan mencoba berbagi dan mengabdi seperti yang dilakukan Nek Lik di Bukit. Maafkanlah Winda.

Mereka bertiga tertunduk, entah apa yang dipikirkannya, padahal besok keluarga Solomo akan datang untuk merundingkan persiapan pernikanan Winda-Solomo. Keputusan sudah diambil, tinggal strategi pertemuan harus diatur. Itulah tugas ayah selanjutnya. Kalau ayah tidak bisa menyampaikannya bisarkanlah besok Winda akan menyampaikan karena Mas Solomo, Winda yakin akan memahami keputusan Winda untuk tidak menikah.
Puri Gading Bukit Jimbaran, 1 Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar