Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Jumat, 10 Oktober 2014

Rani-24 : Ingin Menikah Muda



“PERMOHONAN KAWIN MUDA GENERASI PURI ANYER”


Bandara Ngurah Rai
Ladawa menikmati hembusaN angin laut pagi itu. Matahari telah menjilat tubuhnya yang masih kelihatan kekar dalam usianya sekarang. Ia menIkmati riangnya burung laut yang mengintai ikan yang naik kepermukaan lalu menyambarnya untuk dimakan dan diperebutkan di udara bersama temannya, suatu pemandangan yang sangat mengasikkan. Ladawa tak menghiraukan bule yang lalu lalang dihadapannya, yang juga menikmati pantai Senggigi. Pesawat ampibi yang mengantarkan tourist dari Bali sudah mendarat kedua kalinya, dia masih belum beranjak dari tempat bermalas-malasannya di antara kolam ranang dan  tepian pantai, Selat Lombok. Seperti biasa dia akan menikmati paginya di akhir peckan dengan pakaian kebesarannya, sarung dan t T Shirt putih merk Swan Brand.

Ladawa sangat menikmati hari tuanya, cucunya Cok Rai sudah mulai beranjak dewasa, kelihatan mengikuti gayanya, walau masa itu telah hampir empat tahun silam. Berambut gondrong, suka dengan celana kanvas serta baju kemeja lengan panjang yang selalu dilipat. Akh like grandpa like grand son katanya. Cok Rai pun tak mau mengikuti kemauan Ladawa yang ingin menyekolahkannya pada sekolah bisnis, di Jakarta.  Dia tetap memilih tetap bersekolah di Mataram, dia mengambil kuliah di Teknik Sipil. Tapi ia berjanji kepada kakek-neneknya kelak akan menekuni sekolah bisnis saat  pendidikan pasca sarjana nanti. Salmah kelihatannya masih asyik menyiapkan hidangan santai di dapur Villa Salmah bersama  chep in charge, kesukaan Ladawa, Lempog Singkong gula merah , dengan Kolak pisang raja campur kolang kaling. Sangat sederhana sebenarnya. Salmah memang agak lambat menyediakannya pagi ini karena ia melakukan spa dulu, biasa agar tetap segar. Salmah sangat menikmati kebahagiaan yang pernah lama ditinggalkannya, karena mengikuti kata hatinya, penyesalan akibat ulah keluarganya masa lalu. Itu sudah dilupakannya. Keluarganya semua sudah bersatu menyadari kekeliruannya.


Ladawa merasa muda kembali, dia sangat bersemangat memajukan usahanya apalagi dia dan cucunya lebih memilih tetap di Lombok untuk melanjutkan kuliahnya. Dia sudah mulai membantu grandma nya untuk menurus asram sebuah sekolah boarding school yang mengadopsi konsep pesantren modern. Sifatnya umum mendidik siswanya degan konsep asrama, sekolah biasa pagi sampai siang, sore akan dilanjutkan dengan pendidikan agama masing-masing, yang dibimbing oleh guru-guru yang mempunyai kompetensi pada bidangnya. Namun tetap harus berbahasa Inggris selama ada dalam komplek. Sekolah ini termasuk salah satu sekolah favorit disana.

Ladawa pun telah membangun sebuah komplek sekolah sampai tingkat Universitas  yang berkonsep interprenur, ditanah keluarganya yang belakangan katanya berharga selangit setelah bandara pindah ke Lombok Praya. Dia tidak mau menjual asset keluarganya, dia ingin ikut mengembangkan sumber daya manusia Indonesia melalui warisan keluarganya itu dipadu dengan CSR nya group perusahaannya yang sudah di konglomerasi dalam Group Balloso Group –Bali Lombok Solo Group- yang berintikan perusahan kontraktor dalam bidang konstruksi, hospitalitas Hotel Vila dan spa, Agribisnia untuk memenuhi kebutuhan hotel-hotel di sekitaran Lombok. Mengembangkan pengalengan salak di Karang asem, bidang perikanan –penangkapan dan penjualan ikan- di Kusamba, serta pengembangan tanaman obat di Tawangmangu, dan perkebunan berbagai jenis durann di Matesih Karanganyar, Solo. Semuanya itu dibangun dengan konsep menguatkan ikatan keluarga dan bisnis modern. Seperti motto perusahannya Membangun Keluarga Membangun Bisnis.

Ladawa sangat berbahagia pagi itu, lamunannya menerwang kemana-mana. Dia merasa sangat berbahagia memiliki Salmah, dan Cok Rai. Salmah diusianya yang tidak muda lagi masih memancarkan aura kecantikan dan kesehatannya, dia nyaris lima puluh lima tahun masih sehat, belum berhenti menstruasi dia lincah seperti saat gadisnya dulu. Kondisi yang patut disyukuri.

Burung lautpun sudah mulai menghilang, ombak sudah semakin menjauh, layang-layang sudah mulai banyak di udara, lamat lamat dari kejauhan terdengar suara loudspeaker orang hajatan, yang ramai dilakukan sehabis lebaran ini. Sebuah lagu yang tak pernah ia lupakan mengalun, diapun ikut bersiul.

Kalau saja aku tahu…… Salamah itu namamu. Tak akan aku hadiri pesta perkawinan ini……Kau irimkan surat undangan…. Kau gunakan nama palsumu…dan seterusnya. Tiba tiba dia dikagetkan oleh grandma . Heiii Heiiii Bapak lagi menikmati lagu itu ya….. sambil menaruh bawaannya di meja taman yang tersedia. Ladawa pun bangkit dari kursi malasnya, dan diapun memeluk Salmah, dia seperti anak muda saja mencium Salmah sangat lama……….  Menurut cucunya kalau melihat grandpa dan gradma nya demikian, adalah CeeLBeKa. Lagu nya Caca Andika itu mereka sebutkan dengan lagu nostalgia. Kalau saja aku tahuuuuuuuuuuu.

Ayo nikmati dulu kolaknya……. Terus mandi, Ada sms dari Mabk Kanjeng Mami, Salmah mengingatkannya.  Ladawa sudah tidak sabar untuk menikmati kolak yang dibawakan Salmah, dan menikmatinya sambil bergeser kearah bayangan pohon kelapa. Sangat nikmat, terasa gula aren dan pandan arumnya. Terus  ada apa ma, dengan kabar dari Kanjeng Mami, apa Rai nakal disana. Cok Rai memang lagi dengan Kanjeng Mami, kebetulan habis ujian semester, dia agak lama di Puri Gading.

Dia anak yang sangat mandiri, sejak SMP sudah menjadi maunya membawa kendaraan sendiri ke sekolah. Untung saja sekolah Cok Rai , SMP, maupun SMA nya tidak jauh dari sebuah komplek pertokoan yang dikelola keluarga Ladawa, sehingga bisa titip mobil disana karena peraturan sekolah yang melarang siswa membawa mobil sendiri kesekolah. Hanya saja anak ini sangat disiplin, tidak pernah merepotkan kakek-neneknya, paling-paling saat ada rasia oleh Polisi Lalu Lintas, karena belum cukup umur Ladawa akan dipanggil ke Polresta, mengingat cucunya mengendarai kendaraan tanpa SIM. 

Kita diminta Kanjeng Mami datang ke Puri Gading, kalau bisa malam ini. Ada sesuatu yang penting ingin dirembugkan, kata Salmah tentang SMS dari Kanjeng Mami. Tiket sudah Mama siapkan untuk pergi dengan garuda nanti sore, segala persiapan Papa sudah  Mama siapkan, tinggal berangkat saja. Memang wanita, nggak muda enggat tua, kalau batinnya sejahtera akan sangat respek dengan suaminya, pikir Ladawa, Oke kita berangkat nanti sore, kebetulan Papa ingin melihat TPI di Kusamba, kok beberapa bulan terakhir tak ada laporannya ya, apa karena angin kencang kok hasil melautnya kapal-kapal kita tidak ada.
*******000000000*******

Di bandara Ngurah Rai, kami dijemput Rai cucu kami sama mamanya Rani. Rai menjemputku sampai di ruang kedatangan, dia membawakan tas kami, dan menggiring kami ke café Starbuck. Kami menikmati kopi late tiramisu dengan sepotong croissant Prancis. Seperti biasa kami lebih banyak berbincang tenyang kelancaran kegiatan keseharian masing-masing. Keseharian Rani dengan mahasiswa, spa dan waterborn nya. Rai kelihatan lebih assyik dengan neneknya saling suapain croissant cicken smokenya. Rai tahu grandmanya sangat suka dengan hidangan itu. Apalagi disuapin kayanya nenek grandma senang sekali. Kulihat mereka seperti saat aku pacaran dengan Salmah. Bagaimana Salmah saat kusuapi, begitu kulihat dia saat disuapi cucunya. Sungguh keluarga yang sangat menikmati hari tua dengan kebahagiannnya.

Kami melanjutkan perjalanan ke Puri Gading, disana Kanjeng Mami, Cokde, Cokde Junior dan Raka sudah menunggu kami di ruang makan. Kami makan sambil berbincang ringan. Sehabis makan Kanjeng Mami berdiri, menyuruh anak-anak agar meninggalkan ruang makan, Kanjeng Mami , Mama Rani dan Cokde, dan  serta pasangan Ladawa masih disana, terus bergeser ke ruangan rapat keluarga tak jauh dari ruang makan. Kudengar mereka bertiga ingin pergi ke studio XXI mau nonton film.

Kanjeng Mami, menjelaskan bahwa seluruh perusahan keluarga yang ada dalam pengelolaannya telah digabungkan nya menjadi satu group konglomerasi, Le Anyer Group, perusahaan yang bergerak dibidang bisnis hospitallitas dan kesehatan di komandoi Rani, Perusahaan yang bergerak dibidang usaha pemasok kebutuhan hotel dikomandoi oleh Yande, Eksport Import dan MICE di komandoi oleh Cokde, serta perusahaan dalam bidang entertainment dan Puri Wisata akan langsung Kanjeng Mami komandoi, dengan assisten Nitami istrinya Yande. Komisaris utama tetap ada pada Kanjeng Mami dan Rani. Cokde akan diproyeksikan untuk menjadi komando sebuah Rumah Sakit Wisata Internasional, yang sedang di bangun dekat Ubud.

Sedangkan untuk Ladawa dan Mama Salmah, Kanjeng Mami minta menjadi penasehat konglomerasi itu. Ladawa sangat mengapresiasi upaya Kanjeng Mami. Tapi menanyakan apakah Kanjeng Mami melupakan tugas spiritual yang ia emban, setelah di tabalkan tahun lalu di Puri Anyer. “Oh tidak, itu akan tetap menjadi tugas utamaku, makanya Nitami kuambil menjadi asistenku”. Nitami akan dipersiapkan mengomandoi perusahaan. Dan rotasi akan dilakukan secara berkala. Sementara Nitami kupersiapkan langsung, karena dia masih sangat energik, menguasai trik bisnis dan taktik nego. Hanya saja ia masih berkemampuan dibawah yang lainnya, karena masih baru dan belum berpengalaman. Bila perlu Puspa dan Suaminya kita minta untuk ikut bergabung dan membantu menjalankan salah satu cabang bisnis ini, kata Kanjeng Mami.

Itu masalah yang terkait dengan bisnis, kemudian dengan masalah cucu-cucu kita Ladawa, Salmah, serta anak-anak kalian Rani dan Cokde. Beberapa hari belakangan ini Raka meminta aku membantunya menyampaikan kepada kalian. Dia ingin pindah sekolah. Dia mau pindah dari  Bandung ke Jogyakarta. Mungkin dia terpanggil oleh darah Jogya yang Kanjeng mami wariskan, atau pilihan kedua dia ingin meneruskan pendidikannya di Jepang, dia mendapatkan bea siswa Mambusho, aku tak bisa tolak. Apalagi dia mengambil jurusan yang memang dia sukai selama ini, yaitu dia akan berlajar masalah geologi, tepatnya dia belajar paleo-tsunami. Jadi Mami setujui ke Jepangnya.

“Akh ini karma ku Mami dia suka geologi karena masa aku ‘ngambul’ dulu aku menekuni masalah geologi, sebagai hobi dan secara otodidak Hahahaha” sahut Cokde. Kanjeng Mami meneruskan lagi penjelasannya bahwa dia tidak bisa menyetujui permintaan cucunya Cokde Junior, walau mendapatkan beasiswa ke Eropah untuk mengambil Doktor Virologi, tetapi harus tetap mendampingi Mami untuk dipersiapkan meneruskan dalam garis bisnis medika, mengambil doktornya di sini saja. “Tapi Mam” sahut Cokde dan rani berbarengan.  “Nanti dibilang KKN”. Masak Kami yang akan menjadi promotornya ma, 

Memang kenapa bukankah Guru besar dan Dosen tugasnya mempromotori, atau membimbing mahasiswanya disamping mengajar di kelas?. Disamping sebagai akademisi akan kupersiapkan Cokde menjadi pengemong Puri, sehingga nantinya dia harus juga mengambil pendikan lanjutan Filsafat agama. Kudengan di kota ini sudah ada Cokde. “Iya benar di IHDN Denpasar memang sudah ada, sampai tingkatan Doktoral”. 

”Aku setuju sekali ada cucu kita mendalami masalah filsafat agama, sama dengan apa yang kumiliki dari pendidikan ku di German beberapa tahun lalu, saat aku disana” ujar Salmah. Dia dapat pula mengembangkan Universitas yang sedang dikembangkan Ladawa di Praya, yang akan ada studi filsafatnya.

Salmah rupanya selama ini menyembunyikan tingkat pendidikannya. Walau begitu Ladawa sebenarnya sudah lama tahu, tetapi mendiamkannya. Karena beberapa surat yang dia terima di Villa, selalu menyebutkannya dengan Dr Salmah. Namun dia mendiamkannya, toh selama ini tidak dia gunakan dengan luas.Ladawapun sangat setuju dengan pilihan Kanjeng mami terhadap cucu-cucunya.

Masalah yang membuat Kanjeng Mami agak bingung dan meminta pertimbangan Ladawa-Salmah, maupun Cokde-Rani adalah permintaan nyeleneh cucu bungsunya yang besar bersama Ladawa di Mataram. “aduh bagaimana aku harus menyampaikannya, ya” ungkap Kanjeng Mami. “Sudah Mami sampaikan saja, apa masalah yang terakhir yang akan Mami sampaikan” sela Cokde.

Nah itu masalahnya yang tak bisa Mami putuskan Cokde. Itu Rai dari beberapa hari belakangan memaksa aku untuk mengijinkan dia untuk menikah muda. “Ah………………………………..” secara bersamaan Rani, Cpkde dan Salmah menganga mendengarkannya. “Apa Mami…. Ia minta menikah”. “Iya Rai meminta ke Kanjeng Maminya, untuk menikah muda. 

“Hahaha aku akan segera mempunyai mantu” bisik Ladawa. “Bukan aku Ladawa…., tapi kita”  Sambung Kanjeng Mami. Yang lebih memberatkan lagi adalah pilihannya untuk kita yang memilihkannya. Itu dia lakukan, dengan alasan  agar saat dia kuliah ke Jakarta mengambil lanjutan dalam bidang bisnis, dapat berjalan tenang didampingi seorang istri, Katanya.

Ladawa setuju, Salmah Setuju Rani dan Cokde, menyerahkannya ke Kanjeng Mami saja. Kalau Kanjeng Mami setuju kami setuju saja kata mereka berdua. Oke kalau semuanya sudah setuju mari kita serahkan saja ke kanjeng Mami untuk memilihkannya. “Apa Rani ada usul” Tanya Kanjeng Mami melihat Rani ingin ngomong. Ranipun menyodorkan sebuah nama, yaitu dr Savitri, seorang dokter muda yang telah beberapa bulan ikut di Klinik Water Born nya, tapi dia lebih tua tiga tahunan dari Cok Rai, bagai mana Kanjeng Mami? Tanya Rani . Soal umur tak masalah bila hanya beda tihga tahun. Umur bukan jaminan kedwasaan orang.

Menurut file yang ada di perusahaan, Savitri seorang dokter dari Puri Kanginan, Karangasem. Untuk pendekatan aku minta Ladawa yang melakukan pendekatan, agar perjalanannya mulus, karena Ladawa masih punya akar keluarga besar di Karangasem.. Savitri pernah aku ajak ngobrol, dan Raipun kelihatannya dekat dengannya. Savitri bilang masih jomlo.Semuanya menyetujui permintaan Cok Rai untuk menikah muda, menjelang kelulusannya sempai Sarjana Teknik Sipil dan melanjutkan pendidikannya di Jakarta. Ladawa akan melaksanakan tugas tersebut, mudah-mudahan keluarganya di Karangasem, masih ada hubungan kekerabatan dengan keluarga dokter Savitri. 

Ketiga anak-anak Rani, baru saja pulang dari nonton, katanya habis nonton film Indonesia, Tabula Rasa, pertemuan orang tua mereka dengan nenek-kakek mereka pun sudah berakhir. Kanjeng Mami menyuruh mereka bergabung kedalam ruangan pertemuan. Kanjeng Mami meminta Ladawa menyampaikan hasil pertemuan malam itu.

Kalian dengarkan semua, Grandpa kalian akan menyampaikan hasil pertemuan malam ini, yang telah disepakati bersama yang perlu grandpa tindak lanjuti adalah dari yang paling bontot. Cok Rai kami sepakat kalian akan melanjutkan pendidikan kalian mengambil pendidikan bisnis di Jakarta, tapi kami mengharapkan bisa disini di Denpasar saja, karena pendidikan bisnis disini grandpa dengar sudah sangat baik dengan akreditasi ‘a’. Kedua untuk Cok Raka kalian kami ijinkan melanjutkan studi kalian di Kyoto University, mengambil pendiikan geologi, dan Cokde Junior kalian akan tetap mendampingi Kanjeng Mami mengelola puri, dengan tetap melanjutkan pendidikan di Universitas dimana kedua orang tua kalian mengabdi selama ini, meneruskan menjadi akademisi harapan kami semua, tentunya terus melanjutkan belajar Filsafat Agama, setelah kuliah kalian selesai di bidang medis, untuk menjaga tradisi puri.

Dan yang paling akhir dan paling berat, namun kami setujui secara akhlamasi, tapi tidak sampai voting yaitu keinginan Cok Rai menikah muda. Kalian akan kami coba carikan pasangan tidak jauh dari lingkungan kita. Siapanya nanti kalian Tanya saja Kanjeng mami kalian. Grandpa hanya bertugas mengadakan pendekatan segera terhadap keluarga si wanita, kuharapkan semuanya berjalan lancar. Besok pagi grandma dan grandpa akan mulai bekerja dengan pendekatan keluarga ini, sekalian melihat TPI di Kusamba, setalah itu kami akan mampir ke Puri Kanginan Karangasem. Hal-hal lain kalian diskusikan dengan Kanjeng Mami, sebelum kalian kembali ke Mataram beberapa hari lagi. Pendekatan personal kami serahkan pada kau Rani, Cokde dan Kanjeng Mami saja. Mala mini aku akan berkomunikasi dengan keluarga di Karangasem untuk mencari informasi.

Kanjeng Mami, kembali menyampaikan bahwa itu sudah keputusan keluarga, Kanjeng Mami mengharapkan semua cucu mereka dapat menerimanya. Pertemuan malam ini Kanjeng Mami tutup dengan doa bersama tiga  generasi, yaitu : Kanjeng Mami, Ladawa-Salma, Cokde – Rani, dan Cokde Junior, Cok Raka dan Cok Rai.

Semuanya terdiam saat keluar dari ruang pertemuan, menuju kamar masing-masing. Ladawa dan Salma ingin melewatkan malam mereka menyusuri Tol Diatas Perairan Bali, dan meminta Cok Rai mengantarkannya. Dia ingin menyaksikan bulan Purnama Merah dari atas Tol. Kebetulan malam itu malam purnama. Kentomgan di beberapa desa masih bertalu menyambut purnama gerhana darah, dan mereka bertiga secara perlahan menikmati malam di atas Tol, menyaksikan bulan purnama gerhana merah darah, dan berakhir dengan menikmati malam di pantai Kuta.

Pantai Kuta seakan mengucapkan Selamat Malam Ladawa, dan merekapun meneruskan perbincangan keputusan kawin muda cucunya. Mungkin ini karma kita Salmah. Rasanya kita menikah dulu cukup umur, kau sudah selesai pendidikan keperawatanmu, aku sudah Insinyur Teknik Sipil, tapi tak tahulah dari pihak Kanjeng Mami. Kudengar beliau menikah muda, segera setelah tamat SMEA, ya SMK bisnis saat ini. 

Dan malampun semakin larut, gemuruh ombak, pantai masih ramai dengan masyarakat yang menyaksikan purnama merah darah malam itu. Walau kentongan sudah berhenti ditabuh, suasana masih romantic dengan sedikit magis disertai lolongan anjing di desa tetangga,  Salmahpun tertidur di pangkuan Ladawa.
Cok Rai  melihat grandma dan granpa nya yang sedang berbahagia berguman wah CeeLBeKa……nich.

Puri Gading, 11 Oktober 2014.

2 komentar: