“PERMOHONAN KAWIN MUDA GENERASI PURI ANYER”
Bandara Ngurah Rai |
Ladawa menikmati hembusaN angin laut
pagi itu. Matahari telah menjilat tubuhnya yang masih kelihatan kekar dalam
usianya sekarang. Ia menIkmati riangnya burung laut yang mengintai ikan yang
naik kepermukaan lalu menyambarnya untuk dimakan dan diperebutkan di udara
bersama temannya, suatu pemandangan yang sangat mengasikkan. Ladawa tak
menghiraukan bule yang lalu lalang dihadapannya, yang juga menikmati pantai
Senggigi. Pesawat ampibi yang mengantarkan tourist dari Bali sudah mendarat kedua
kalinya, dia masih belum beranjak dari tempat bermalas-malasannya di antara
kolam ranang dan tepian pantai, Selat
Lombok. Seperti biasa dia akan menikmati paginya di akhir peckan dengan pakaian
kebesarannya, sarung dan t T Shirt putih merk Swan Brand.
Ladawa sangat menikmati hari
tuanya, cucunya Cok Rai sudah mulai beranjak dewasa, kelihatan mengikuti
gayanya, walau masa itu telah hampir empat tahun silam. Berambut gondrong, suka
dengan celana kanvas serta baju kemeja lengan panjang yang selalu dilipat. Akh
like grandpa like grand son katanya. Cok Rai pun tak mau mengikuti kemauan
Ladawa yang ingin menyekolahkannya pada sekolah bisnis, di Jakarta. Dia tetap memilih tetap bersekolah di Mataram,
dia mengambil kuliah di Teknik Sipil. Tapi ia berjanji kepada kakek-neneknya
kelak akan menekuni sekolah bisnis saat pendidikan pasca sarjana nanti. Salmah
kelihatannya masih asyik menyiapkan hidangan santai di dapur Villa Salmah
bersama chep in charge, kesukaan Ladawa, Lempog Singkong gula merah ,
dengan Kolak pisang raja campur kolang kaling. Sangat sederhana sebenarnya.
Salmah memang agak lambat menyediakannya pagi ini karena ia melakukan spa dulu,
biasa agar tetap segar. Salmah sangat menikmati kebahagiaan yang pernah lama
ditinggalkannya, karena mengikuti kata hatinya, penyesalan akibat ulah
keluarganya masa lalu. Itu sudah dilupakannya. Keluarganya semua sudah bersatu
menyadari kekeliruannya.
Ladawa merasa muda kembali, dia
sangat bersemangat memajukan usahanya apalagi dia dan cucunya lebih memilih
tetap di Lombok untuk melanjutkan kuliahnya. Dia sudah mulai membantu grandma
nya untuk menurus asram sebuah sekolah boarding
school yang mengadopsi konsep pesantren modern. Sifatnya umum mendidik
siswanya degan konsep asrama, sekolah biasa pagi sampai siang, sore akan
dilanjutkan dengan pendidikan agama masing-masing, yang dibimbing oleh
guru-guru yang mempunyai kompetensi pada bidangnya. Namun tetap harus berbahasa
Inggris selama ada dalam komplek. Sekolah ini termasuk salah satu sekolah
favorit disana.
Ladawa pun telah membangun sebuah
komplek sekolah sampai tingkat Universitas
yang berkonsep interprenur, ditanah keluarganya yang belakangan katanya
berharga selangit setelah bandara pindah ke Lombok Praya. Dia tidak mau menjual
asset keluarganya, dia ingin ikut mengembangkan sumber daya manusia Indonesia
melalui warisan keluarganya itu dipadu dengan CSR nya group perusahaannya yang
sudah di konglomerasi dalam Group Balloso Group –Bali Lombok Solo Group- yang
berintikan perusahan kontraktor dalam bidang konstruksi, hospitalitas Hotel
Vila dan spa, Agribisnia untuk memenuhi kebutuhan hotel-hotel di sekitaran
Lombok. Mengembangkan pengalengan salak di Karang asem, bidang perikanan –penangkapan
dan penjualan ikan- di Kusamba, serta pengembangan tanaman obat di Tawangmangu,
dan perkebunan berbagai jenis durann di Matesih Karanganyar, Solo. Semuanya itu
dibangun dengan konsep menguatkan ikatan keluarga dan bisnis modern. Seperti
motto perusahannya Membangun Keluarga Membangun Bisnis.
Ladawa sangat berbahagia pagi
itu, lamunannya menerwang kemana-mana. Dia merasa sangat berbahagia memiliki
Salmah, dan Cok Rai. Salmah diusianya yang tidak muda lagi masih memancarkan
aura kecantikan dan kesehatannya, dia nyaris lima puluh lima tahun masih sehat,
belum berhenti menstruasi dia lincah seperti saat gadisnya dulu. Kondisi yang
patut disyukuri.
Burung lautpun sudah mulai
menghilang, ombak sudah semakin menjauh, layang-layang sudah mulai banyak di
udara, lamat lamat dari kejauhan terdengar suara loudspeaker orang hajatan,
yang ramai dilakukan sehabis lebaran ini. Sebuah lagu yang tak pernah ia
lupakan mengalun, diapun ikut bersiul.
Kalau saja aku tahu…… Salamah itu namamu. Tak akan aku hadiri pesta
perkawinan ini……Kau irimkan surat undangan…. Kau gunakan nama palsumu…dan
seterusnya. Tiba tiba dia dikagetkan oleh grandma . Heiii Heiiii Bapak lagi
menikmati lagu itu ya….. sambil menaruh bawaannya di meja taman yang tersedia.
Ladawa pun bangkit dari kursi malasnya, dan diapun memeluk Salmah, dia seperti
anak muda saja mencium Salmah sangat lama………. Menurut cucunya kalau melihat grandpa dan
gradma nya demikian, adalah CeeLBeKa. Lagu nya Caca Andika itu mereka sebutkan
dengan lagu nostalgia. Kalau saja aku tahuuuuuuuuuuu.
Ayo nikmati dulu kolaknya……. Terus
mandi, Ada sms dari Mabk Kanjeng Mami, Salmah mengingatkannya. Ladawa sudah tidak sabar untuk menikmati kolak
yang dibawakan Salmah, dan menikmatinya sambil bergeser kearah bayangan pohon
kelapa. Sangat nikmat, terasa gula aren dan pandan arumnya. Terus ada apa ma, dengan kabar dari Kanjeng Mami,
apa Rai nakal disana. Cok Rai memang lagi dengan Kanjeng Mami, kebetulan habis
ujian semester, dia agak lama di Puri Gading.
Dia anak yang sangat mandiri,
sejak SMP sudah menjadi maunya membawa kendaraan sendiri ke sekolah. Untung
saja sekolah Cok Rai , SMP, maupun SMA nya tidak jauh dari sebuah komplek
pertokoan yang dikelola keluarga Ladawa, sehingga bisa titip mobil disana
karena peraturan sekolah yang melarang siswa membawa mobil sendiri kesekolah.
Hanya saja anak ini sangat disiplin, tidak pernah merepotkan kakek-neneknya,
paling-paling saat ada rasia oleh Polisi Lalu Lintas, karena belum cukup umur
Ladawa akan dipanggil ke Polresta, mengingat cucunya mengendarai kendaraan
tanpa SIM.
Kita diminta Kanjeng Mami datang
ke Puri Gading, kalau bisa malam ini. Ada sesuatu yang penting ingin dirembugkan,
kata Salmah tentang SMS dari Kanjeng Mami. Tiket sudah Mama siapkan untuk pergi
dengan garuda nanti sore, segala persiapan Papa sudah Mama siapkan, tinggal berangkat saja. Memang
wanita, nggak muda enggat tua, kalau batinnya sejahtera akan sangat respek
dengan suaminya, pikir Ladawa, Oke kita berangkat nanti sore, kebetulan Papa
ingin melihat TPI di Kusamba, kok beberapa bulan terakhir tak ada laporannya
ya, apa karena angin kencang kok hasil melautnya kapal-kapal kita tidak ada.
*******000000000*******
Di bandara Ngurah Rai, kami
dijemput Rai cucu kami sama mamanya Rani. Rai menjemputku sampai di ruang
kedatangan, dia membawakan tas kami, dan menggiring kami ke café Starbuck. Kami
menikmati kopi late tiramisu dengan sepotong croissant Prancis. Seperti biasa
kami lebih banyak berbincang tenyang kelancaran kegiatan keseharian
masing-masing. Keseharian Rani dengan mahasiswa, spa dan waterborn nya. Rai
kelihatan lebih assyik dengan neneknya saling suapain croissant cicken
smokenya. Rai tahu grandmanya sangat suka dengan hidangan itu. Apalagi disuapin
kayanya nenek grandma senang sekali. Kulihat mereka seperti saat aku pacaran
dengan Salmah. Bagaimana Salmah saat kusuapi, begitu kulihat dia saat disuapi
cucunya. Sungguh keluarga yang sangat menikmati hari tua dengan kebahagiannnya.
Kami melanjutkan perjalanan ke
Puri Gading, disana Kanjeng Mami, Cokde, Cokde Junior dan Raka sudah menunggu
kami di ruang makan. Kami makan sambil berbincang ringan. Sehabis makan Kanjeng
Mami berdiri, menyuruh anak-anak agar meninggalkan ruang makan, Kanjeng Mami ,
Mama Rani dan Cokde, dan serta pasangan
Ladawa masih disana, terus bergeser ke ruangan rapat keluarga tak jauh dari
ruang makan. Kudengar mereka bertiga ingin pergi ke studio XXI mau nonton film.
Kanjeng Mami, menjelaskan bahwa
seluruh perusahan keluarga yang ada dalam pengelolaannya telah digabungkan nya
menjadi satu group konglomerasi, Le Anyer
Group, perusahaan yang bergerak dibidang bisnis hospitallitas dan kesehatan
di komandoi Rani, Perusahaan yang bergerak dibidang usaha pemasok kebutuhan
hotel dikomandoi oleh Yande, Eksport Import dan MICE di komandoi oleh Cokde,
serta perusahaan dalam bidang entertainment dan Puri Wisata akan langsung
Kanjeng Mami komandoi, dengan assisten Nitami istrinya Yande. Komisaris utama
tetap ada pada Kanjeng Mami dan Rani. Cokde akan diproyeksikan untuk menjadi
komando sebuah Rumah Sakit Wisata Internasional, yang sedang di bangun dekat
Ubud.
Sedangkan untuk Ladawa dan Mama
Salmah, Kanjeng Mami minta menjadi penasehat konglomerasi itu. Ladawa sangat
mengapresiasi upaya Kanjeng Mami. Tapi menanyakan apakah Kanjeng Mami melupakan
tugas spiritual yang ia emban, setelah di tabalkan tahun lalu di Puri Anyer. “Oh
tidak, itu akan tetap menjadi tugas utamaku, makanya Nitami kuambil menjadi
asistenku”. Nitami akan dipersiapkan mengomandoi perusahaan. Dan rotasi akan
dilakukan secara berkala. Sementara Nitami kupersiapkan langsung, karena dia
masih sangat energik, menguasai trik bisnis dan taktik nego. Hanya saja ia
masih berkemampuan dibawah yang lainnya, karena masih baru dan belum
berpengalaman. Bila perlu Puspa dan Suaminya kita minta untuk ikut bergabung
dan membantu menjalankan salah satu cabang bisnis ini, kata Kanjeng Mami.
Itu masalah yang terkait dengan
bisnis, kemudian dengan masalah cucu-cucu kita Ladawa, Salmah, serta anak-anak
kalian Rani dan Cokde. Beberapa hari belakangan ini Raka meminta aku
membantunya menyampaikan kepada kalian. Dia ingin pindah sekolah. Dia mau
pindah dari Bandung ke Jogyakarta.
Mungkin dia terpanggil oleh darah Jogya yang Kanjeng mami wariskan, atau
pilihan kedua dia ingin meneruskan pendidikannya di Jepang, dia mendapatkan bea
siswa Mambusho, aku tak bisa tolak. Apalagi dia mengambil jurusan yang memang
dia sukai selama ini, yaitu dia akan berlajar masalah geologi, tepatnya dia
belajar paleo-tsunami. Jadi Mami setujui ke Jepangnya.
“Akh ini karma ku Mami dia suka
geologi karena masa aku ‘ngambul’ dulu aku menekuni masalah geologi, sebagai
hobi dan secara otodidak Hahahaha” sahut Cokde. Kanjeng Mami meneruskan lagi
penjelasannya bahwa dia tidak bisa menyetujui permintaan cucunya Cokde Junior,
walau mendapatkan beasiswa ke Eropah untuk mengambil Doktor Virologi, tetapi harus
tetap mendampingi Mami untuk dipersiapkan meneruskan dalam garis bisnis medika,
mengambil doktornya di sini saja. “Tapi Mam” sahut Cokde dan rani
berbarengan. “Nanti dibilang KKN”. Masak
Kami yang akan menjadi promotornya ma,
Memang kenapa bukankah Guru besar
dan Dosen tugasnya mempromotori, atau membimbing mahasiswanya disamping
mengajar di kelas?. Disamping sebagai akademisi akan kupersiapkan Cokde menjadi
pengemong Puri, sehingga nantinya dia harus juga mengambil pendikan lanjutan
Filsafat agama. Kudengan di kota ini sudah ada Cokde. “Iya benar di IHDN
Denpasar memang sudah ada, sampai tingkatan Doktoral”.
”Aku setuju sekali ada cucu kita
mendalami masalah filsafat agama, sama dengan apa yang kumiliki dari pendidikan
ku di German beberapa tahun lalu, saat aku disana” ujar Salmah. Dia dapat pula
mengembangkan Universitas yang sedang dikembangkan Ladawa di Praya, yang akan ada
studi filsafatnya.
Salmah rupanya selama ini
menyembunyikan tingkat pendidikannya. Walau begitu Ladawa sebenarnya sudah lama
tahu, tetapi mendiamkannya. Karena beberapa surat yang dia terima di Villa,
selalu menyebutkannya dengan Dr Salmah. Namun dia mendiamkannya, toh selama ini
tidak dia gunakan dengan luas.Ladawapun sangat setuju dengan pilihan Kanjeng
mami terhadap cucu-cucunya.
Masalah yang membuat Kanjeng Mami
agak bingung dan meminta pertimbangan Ladawa-Salmah, maupun Cokde-Rani adalah
permintaan nyeleneh cucu bungsunya yang besar bersama Ladawa di Mataram. “aduh
bagaimana aku harus menyampaikannya, ya” ungkap Kanjeng Mami. “Sudah Mami
sampaikan saja, apa masalah yang terakhir yang akan Mami sampaikan” sela Cokde.
Nah itu masalahnya yang tak bisa
Mami putuskan Cokde. Itu Rai dari beberapa hari belakangan memaksa aku untuk
mengijinkan dia untuk menikah muda. “Ah………………………………..” secara bersamaan Rani,
Cpkde dan Salmah menganga mendengarkannya. “Apa Mami…. Ia minta menikah”. “Iya
Rai meminta ke Kanjeng Maminya, untuk menikah muda.
“Hahaha aku akan segera mempunyai
mantu” bisik Ladawa. “Bukan aku Ladawa…., tapi kita” Sambung Kanjeng Mami. Yang lebih memberatkan
lagi adalah pilihannya untuk kita yang memilihkannya. Itu dia lakukan, dengan
alasan agar saat dia kuliah ke Jakarta
mengambil lanjutan dalam bidang bisnis, dapat berjalan tenang didampingi
seorang istri, Katanya.
Ladawa setuju, Salmah Setuju Rani
dan Cokde, menyerahkannya ke Kanjeng Mami saja. Kalau Kanjeng Mami setuju kami
setuju saja kata mereka berdua. Oke kalau semuanya sudah setuju mari kita
serahkan saja ke kanjeng Mami untuk memilihkannya. “Apa Rani ada usul” Tanya Kanjeng
Mami melihat Rani ingin ngomong. Ranipun menyodorkan sebuah nama, yaitu dr Savitri,
seorang dokter muda yang telah beberapa bulan ikut di Klinik Water Born nya,
tapi dia lebih tua tiga tahunan dari Cok Rai, bagai mana Kanjeng Mami? Tanya
Rani . Soal umur tak masalah bila hanya beda tihga tahun. Umur bukan jaminan
kedwasaan orang.
Menurut file yang ada di
perusahaan, Savitri seorang dokter dari Puri Kanginan, Karangasem. Untuk
pendekatan aku minta Ladawa yang melakukan pendekatan, agar perjalanannya mulus,
karena Ladawa masih punya akar keluarga besar di Karangasem.. Savitri pernah
aku ajak ngobrol, dan Raipun kelihatannya dekat dengannya. Savitri bilang masih
jomlo.Semuanya menyetujui permintaan Cok Rai untuk menikah muda, menjelang kelulusannya
sempai Sarjana Teknik Sipil dan melanjutkan pendidikannya di Jakarta. Ladawa akan
melaksanakan tugas tersebut, mudah-mudahan keluarganya di Karangasem, masih ada
hubungan kekerabatan dengan keluarga dokter Savitri.
Ketiga anak-anak Rani, baru saja
pulang dari nonton, katanya habis nonton film Indonesia, Tabula Rasa, pertemuan
orang tua mereka dengan nenek-kakek mereka pun sudah berakhir. Kanjeng Mami
menyuruh mereka bergabung kedalam ruangan pertemuan. Kanjeng Mami meminta
Ladawa menyampaikan hasil pertemuan malam itu.
Kalian dengarkan semua, Grandpa kalian
akan menyampaikan hasil pertemuan malam ini, yang telah disepakati bersama yang
perlu grandpa tindak lanjuti adalah dari yang paling bontot. Cok Rai kami
sepakat kalian akan melanjutkan pendidikan kalian mengambil pendidikan bisnis
di Jakarta, tapi kami mengharapkan bisa disini di Denpasar saja, karena
pendidikan bisnis disini grandpa dengar sudah sangat baik dengan akreditasi ‘a’.
Kedua untuk Cok Raka kalian kami ijinkan melanjutkan studi kalian di Kyoto
University, mengambil pendiikan geologi, dan Cokde Junior kalian akan tetap
mendampingi Kanjeng Mami mengelola puri, dengan tetap melanjutkan pendidikan di
Universitas dimana kedua orang tua kalian mengabdi selama ini, meneruskan
menjadi akademisi harapan kami semua, tentunya terus melanjutkan belajar
Filsafat Agama, setelah kuliah kalian selesai di bidang medis, untuk menjaga
tradisi puri.
Dan yang paling akhir dan paling berat,
namun kami setujui secara akhlamasi, tapi tidak sampai voting yaitu keinginan
Cok Rai menikah muda. Kalian akan kami coba carikan pasangan tidak jauh dari
lingkungan kita. Siapanya nanti kalian Tanya saja Kanjeng mami kalian. Grandpa
hanya bertugas mengadakan pendekatan segera terhadap keluarga si wanita,
kuharapkan semuanya berjalan lancar. Besok pagi grandma dan grandpa akan mulai
bekerja dengan pendekatan keluarga ini, sekalian melihat TPI di Kusamba,
setalah itu kami akan mampir ke Puri Kanginan Karangasem. Hal-hal lain kalian
diskusikan dengan Kanjeng Mami, sebelum kalian kembali ke Mataram beberapa hari
lagi. Pendekatan personal kami serahkan pada kau Rani, Cokde dan Kanjeng Mami
saja. Mala mini aku akan berkomunikasi dengan keluarga di Karangasem untuk
mencari informasi.
Kanjeng Mami, kembali
menyampaikan bahwa itu sudah keputusan keluarga, Kanjeng Mami mengharapkan
semua cucu mereka dapat menerimanya. Pertemuan malam ini Kanjeng Mami tutup
dengan doa bersama tiga generasi, yaitu
: Kanjeng Mami, Ladawa-Salma, Cokde – Rani, dan Cokde Junior, Cok Raka dan Cok
Rai.
Semuanya terdiam saat keluar dari
ruang pertemuan, menuju kamar masing-masing. Ladawa dan Salma ingin melewatkan
malam mereka menyusuri Tol Diatas Perairan Bali, dan meminta Cok Rai
mengantarkannya. Dia ingin menyaksikan bulan Purnama Merah dari atas Tol.
Kebetulan malam itu malam purnama. Kentomgan di beberapa desa masih bertalu
menyambut purnama gerhana darah, dan mereka bertiga secara perlahan menikmati
malam di atas Tol, menyaksikan bulan purnama gerhana merah darah, dan berakhir
dengan menikmati malam di pantai Kuta.
Pantai Kuta seakan mengucapkan Selamat
Malam Ladawa, dan merekapun meneruskan perbincangan keputusan kawin muda cucunya.
Mungkin ini karma kita Salmah. Rasanya kita menikah dulu cukup umur, kau sudah
selesai pendidikan keperawatanmu, aku sudah Insinyur Teknik Sipil, tapi tak
tahulah dari pihak Kanjeng Mami. Kudengar beliau menikah muda, segera setelah
tamat SMEA, ya SMK bisnis saat ini.
Dan
malampun semakin larut, gemuruh ombak, pantai masih ramai dengan masyarakat
yang menyaksikan purnama merah darah malam itu. Walau kentongan sudah berhenti
ditabuh, suasana masih romantic dengan sedikit magis disertai lolongan anjing
di desa tetangga, Salmahpun tertidur di
pangkuan Ladawa.
Cok
Rai melihat grandma dan granpa nya yang
sedang berbahagia berguman wah CeeLBeKa……nich.
Puri Gading, 11 Oktober 2014.
Menarik
BalasHapusAyo Pak KD ada lagi yang baru klik saja Sobar
BalasHapus