Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Minggu, 21 Februari 2016

Winda -5 :"Kacau Pikiran Winda"



“KACAU BALAU PIKIRAN WINDA”


"Ya Di Tepian Kolam Renang Ini" (google.com)
Pagi itu Winda baru saja bangun tidur. Dia duduk di beranda belakang rumah mamanya. Dia menginap lagi karena memang habis Hari Raya, sehari sebelumnya mereka sembahyang bersama . Sesuatu yang sudah lama mereka tidak lakukan bersama. Banyak mata terbelalak menyaksikan kala kedua wanita itu sampai di tempat sembahyang. Biasalah karena banyak diantara mereka yang hadir adalah lelaki jomlo, baik sebagai bulok –bujangan local karena harus berpisah keluarga karena tugas- atau memang masih sendiri. Kata mereka seperti kakak adik saja. Yang satu lebih luwes, tuaan, dan yang satunya cantik namun lebih jenjang pinggang dan lehernya. Keduanya berambut panjang berhidung mancung.

Winda sangat menikmati kicauan burung-burung liar di komplek itu, bershutan dengan suara burung peliharaan warga yang memang gemar memelihara burung. Sesekali suara burung tetanggaku Kang Warja, ngeriwik panjang. Seekor burung anis Bali bulu merah, bersahutan dengan seekor beo yang dipelihata di rumah mama. “Selamat Pagi Nona Winda, selamat pagi Nona Winda” kicaunya. Aku hanya bisa tersenyum saja menikmatinya, bersama secangkir teh manis dengan gula btu kesukaanku, dan sepotong uli bakar yang disebiakan Mbak Asisten Rumah Tangga mamauku. Suatu pagi yang sangat indah di iringi semilir angina bulan Maret yang sudah

mulai mereda.

Suara tape yang di stel pelan mama, menemani tidurku dengan Lagu-lagu Koes Plus masih terdengar jelas walau pelan dan lamat-laman. Lagu Dara Manisku nya masih mendayu.
Dara Manisku Kau Selalu Dalam Impianku// Dara Manisku kau selalu menjadi pujaannku// Dara manisku kau cintaku………………………………………………. . Lagu itu jauh sebelun jamanku, tapi kok masih enak didengar, seakan membawa aku ke dalam kenangan kenangan panjang cintaku…. Oh Dara Manismu sekarang berduka…. Hahahahaha tidaklah kataku.

Kuhidupkan suara gadgetku, yang sudah semalaman aku silent. Aku tak mau si telepon pintarku menganggu acara curhatku dengan mama. Mama tak kelihatan semenjak aku bangun tadi, dan sudah taka da disebelahku. Mungkin beliau jalan-jalan ke taman kompleks, atau pergi ke pasar menikmati kegemarannya yang suka ke pasar tradisional setiap minggu pagi. “Tang-Tung-Tang-Tung” suara gadgetku, kuperhatikan sangat banyak pesan yang masuk. Namun sebuah surel istimewa menarik perhatianku unruk membacanya. Surel yang dikirimnya lewat WA yang dikirim Myking -aku menyebutnya- membuat aku terbelalak. 

Dear Winda …… (Hahaha Dear Winda, masih ada Dear kah)
Kala kau surel ini tiba, pasti kau belum tidur atau bahkan sudah terlelap dalam mimpiku. Itu tidak penting karena aku ingin menyampaikan apa yang bergolak didada ku yang sudah tak lapang lagi. Ungkapan hati ini ku tuangkandalam surel ini, agar aku bisa terlelap dan mengurangi beban yang mengimpitnya.
Hampir seribu kilometer lebih ditempuh surel ini hanya dalam hitungan detik, kuingin mengungkapkannya agar kau tau betapa gejolak didalamnya yang sebenarnya tidak aku harapkan. AKu masih seperti yang dulu.Tak lebih dan tak kurang.
Emosimu, gejolak pikiran mudamu telah men’teror’ nya untuk beberapa lama sehingga dia tidak mampu menolaknya. Hanya mengiyakan keinginanmu. Kau mendesakku untuk pergi meninggalkan tempat yang cukup lama menjadi pangkalan hatiku, menjadi curahan keluh kesahku, dan tempat kau menikmati masa masa indah, yang menurutku yang sangat membuai sejenak aku dank au dari himpitan permasalahan dunia ini. Untuk pergi jauh meninggalkannya, terbang tinggi melambungkan angan angan ini, menjadikan kau menikmati bersama keterpurukanku. Kau menikmatinya, demikian juga aku.
Waktu yang kita lalui cukup panjang, orang kampong menyebutnya dalam enam kali panen. Kau mendesakku untuk memutuskan hubungan kita, tanpa sebab musabab yang jelas. Hanya karena gejolak mudamu. Karena kau tak tahu apa yang sedang aku alami, apa yang sedang aku perjuangkan, dan apa masalah yang aku hadapi...... Kau terus merangsek untuk memutuskan hubungan kita.
Aku tak pernah mengatakan apapun kepadamu, apakah itu sayang, apakah itu cinta, hanya rasa dan tindakan yang kau baca mengarah kea rah rasa tersebut. Memang masalah cinta, masalah sayang adalah rasa.
Mungkin saat membaca ini kau sedang senang, atau mungkin kau sedang bersedih hebat, bahkan engkau masih berada dipersimpangan jalan untuk melangkah pergi dengan kebimbanganmu. Karena aku tahu kau bagaikan Kepiting yang kalau sudah menggigit akan sangat suah melepaskannya, walau kau yang menginginkannya secara emosional.
Lama aku berfikir. Kau sangat labil. Padahal menurutku kau tidak remaja lagi, kau sudah dewasa menurutku Winda. Hanya engkau sangat labil. Selabil bongkahan es di atas genangan air. Sesekali engau sangat tegar dengan cobaan hidup ini, namun tak jarang engkau menguras air matamu semalaman untuk menemani tidurmu yang tertunda karena fikiranmu yang sedang bergolak.
Windaku…… mungkin kau tertawa saat membaca surel ini, mungkin kau tersenyum lebar seperti biasanya kau teriakkan setiap kegembiraan dan kesedihanmu. Aku sangat faham itu. Walau kau jauh lebih muda dariku akan tetapi terkadang pandanganmu jauh melampaui usiamu. Keberaniamu sangat melampaui usiamu. Namun dia juga bisa jauh lebih muda dari usiamu, dia akan merengek rengek manjan, bahkan tak jarang diiringi derai tangismu, kalau ada kemauanmu yang tak dapat kuikuti, kau akan merengek seperti anak anak.
Biarlah semua itu menjadi kenangan abadi di hatiku. …………………………………………..
“Selamat Pagi Nona Winda, selamat Pagi Nona……” kicauan burung nuri ibuku, masih bershutan dengan kriwikan anis tetangga.
Winda aku tahu persis apa yang bergolak dihatimu saat ini, pastilah itu hal yang ekstrim bisa kau sangat berbahagia, namun didalam rehatmu akan menangis. Bisa juga semua itu menjadikan rasa senangmu memuncak karena kau sudah merasa berhasil melepaskan diri dari himpitan, namun aku tahu waktu kebersamaan kita sangat panjang…..

Prakkkkkkkk ….. kubanting gadget ku, dia mengagetkan di Mbok yang sedang bersih-bersih di kamar sebelah. “Ada apa Non, teriaknya sambil berlari….  Aku terdiam seperti kebiasaanku dalam kondisi begini. Tidak mau meladeni pertanyaan appu. “Sudah Mbok, teruskan pekerjaanmu, bawakan aku secangkir teh manis juga bersama sepotong uli bakarnya”. Suara ibu mengagetkanku, seraya beliau mengambil gandetku yang hampir terjatuh masuk ke kolam renang.

Rupanya mama telah lama duduk di sebelahku memperhatikan aku saat membaca sampai membanting gadgetku. Malu bercampur kesel rasanya, kutubruk mama kupeluk sambil menangis tersedak, yang tertahan karena aku malu.

Aku selalu disalahkan ma. Perpisahan ini memang aku yang medesaknya untuk meninggalkan aku. Karena kelakuannya yang tidak aku mengerti. Aku medesaknya agar dia segera mendesakku. Dia tidak mau mengatakan melepaskanku. Tapi kusadari siapaun akan kesal, bila terus-terusan didesak dan akan melakukannya. Entah itu untuk menyenangkan hatiku, ataukah memang benar untuk melepaskanku.
Dia selalu bilang, apa yang aku putuskan Winda, kan aku tidak pernah mengikatnya. Tidak pernah menyatakan cinta, menyatakan satang. Tapi semua yang kau rasa, yang kau lihat dan yang kau nikmati sebagai curahan rasa itu. Aku tidak menyalahkanmu, katanya. Karena kau sedang dimabuk asmara kau tidak akan berfikir rasional.

Memang benar rasanya apa yang dikatakannya, itu benar ma. Aku terkadang tidak rasional. AKu sangat egois. Aku inginkan apa yang aku mau harus diikuti, terkadang aku lupa…….. Disini bila dia menyalahkan aku memang aku akui aku salah. Aku memang dipersimpangan, aku sering mengatakan apa yang aku alami sebenarnya, dengan menuduhkan kepadanya.
Aku tak ingin bubar, tetapi mulutku minta dia bubaran. Aku sebenarnya tidak ingin putus tapi aku memintanya untuk memutuskan hubungan ini. Nah itulah egoku. Ego seorang wanita yang sangat ambisius dengan kemauannya, terkadang tidak rasional. Aku sering mengata-ngatainya dengan ungkapan kasar, aku akui itu….. padahal setalah itu aku menyesal telah mengatakannya. Aku tidak pantas mengucapkan kata-kata itu untuk orang yang pernah menghibur kesedihanku, kepada orang yang pernah membawaku bahagia, kepada orang yang pernah menguras air mataku ….. dan orang yang sering membuat aku optimis dengan masa depan ini. Walau sebenarnya aku telah pernah memutuskan untuk tidak menikah selamanya….. Akh tidakkkkkkkk.

Sudah, sudah, sudah Winda…… Mama tahu apa yang ada di dihatimu, walau mama tidak mengalaminya. Ikatan batin seorang mama dengan anaknya akan membuat rasa itu juga mama rasakan. Makanya mama ingatkan bila mau memutuskan sesuatu tolong lebih rasional dikit. Lebih dipikirkan beberapa kali. Kau masih muda masih sangat panjang jalan yang harus kau tempuh.

Biarkanlah suka dan duka hidupmu menjadi lembaran, lembaran yang menyusun buku hidupmu. Ayo kita sarapan dulu, mama tadi ke tempat sembahyang, untuk menenangkan diri, untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar mama dapat memutuskan jalan mama ke depan. Mama merasakan ada yang belum lengkap di dalam hati mama, walau secara material, secara lahiriah mama kelihatan tidak kekurangan sesuatu apapun.

Kapan kau siap, kau boleh ikut mama. Kau boleh bareng mama sembahyang untuk memohon ketenangan, mohon ampunan dan mohon petunjuk jalan yang harus kita tempuh dalam kehidupan yang kita tidak tahu sampai kapan dia akan sampai suatu ‘terminal’. Ayo kita makan tadi mama bawa bebek betutu, kesukaanmu yang mama pesan di Bu Nyoman teman mama, yang terkenal suka memasak dan masakannya enak itu. Ada sambal ‘matah’, ada jejeruk mentog. Ayoooooo.

Si Mbok pun melongo melihat keakraban dan kedekatan dua wanita majikannya itu. Setelah menyuguhkan teh manis dan sepotong uli bakar yang Mamanya Winda minta. Si Mbok bergegas ke ruang makan menyiapkan sarapan, menyiapkan bebek betutu dan segala sesuatu yang telah diletakkan majikannya beberapa waktu sebelumnya.

Winda hanya berkata lirih "Mah kelihatannya aku tak sanggup ma. Hatiku kacau balau setiap aku mengingatnya ma, Tolong aku ma". 

Diringi suara si Beo yang nakal kedua wanita itu meneruskan menyeruput masing-masih secangkir teh manis dan sepotong uli bakar yang telah lama tersguhkan di meja. “Selamat Menikmati, selamat menimati, Selamat Pagi Nona Winda, selamat Pagi Nyonya……………. Asyikkkk Bagi Bagi dong” begitu ocehannya si Beo.

Sementara si Mbok menyiapkan sarapan,  rambut winda yang kepalanya ngelosor di pangkuan mamanya terus diusap mesra sang mama. Sudah Winda, dunia belum kiamat….. Mama tahu betapapun itu, perpisahan akan meninggalkan sayatan manis, dan sakit di dalam hati in, apapun alasannya. Mama bukan petualang cinta sepeti kamu, tapi mama dapat dan ikut merasakan kepedihan hatimu yang selalu terpentok perbedaan. Itulah nasib minoritas Winda, kamu harus bangga……. Kamu harus buktikan.

Ayo sudah waktunya kita berdua ‘pulang’ ke rumah yang sudah lama kita tinggalkan, kau sudah harus berkumpul dengan keluarha yang utuh, mama sudah waktunya kembali ke papamu. Papamu sangat mencintai keluarga ini, dia sangat sabar menunggu kita, dia korbankan semua rasa ke lelakiannya demi kesucian cintanya kepada mama. Dia MyKing mama, sepeti juga MyKing mu Winda…..

Ayo Winda kamu bisa, kamu bisa, cepat hapus air matamu, tidak baik muka cantikmu dihiasi air mata. Kedua wanita itupun bangkit menuju ruang makan untuk menikmati Sarapan dengan bebek betutu Bu Nyoman.

Puri Gading, 22 Pebruari 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar