Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Kamis, 11 Februari 2016

Winda-4 : Selera Mama Selera Winda



“SELERA MAMASELERA WINDA”


Bangun tidur pagi itu, mentari telah menjilat kamarku lewat jendela. Gemuruh Kereta Api telah beberapa kali ku dengar, menjemput dan mengantar pawa ‘worker’ dari pemukimannya, menuju tempat ketja. Tapi mata ini masih bisa diajak kompromi, walau lewat tengah malam kami masih berbincang dengan mama. Suasana demikian sudah lama aku tak alami, tidur seranjang dengan mamaku curhat apa saja, seakan mama adalah teman sebayaku, dan mama bisa saja mengimbangi ceritaku. Seakan dia masih seumuranku, termasuk bahasa gaul anak muda saat ini, beliau tahu. Memang mamaku gaul, walau serius dalam kerjanya, beliau masih bisa berkelakar, bercanda maupun nge mop seperti layaknya masyarakat Papua, dimana aku pernah tinggal untuk beberapa lama, karena tugas mama.
Rupanya mama sudah bangun duluan, karena aku terbangun beliau sudah sempat menyetel Home Teater. Aku sangat ingat dan tahu lagu yang beliau stel saat itu, penggalan syairnya yang masih kuingat:
Pertama kali bertemu/kulangsung jatuh cinta/walau kutahu kau sdah ada pemiliknya/ku tak mampu menahan gejolak cinta ini……….Maka ijinkanlah aku mencintaimu/atau hanya sekedar aku sayang padamu.. Itu lagunya Chrisye yang ada into lagu jawanya. 
Sambil menikmati alunan lagu-lagu Chrisye aku masuk ke kamar mandi mama. Memang dua hari ini aku nginep di rumah mama, karena aku memang ingin sama-sama curhat. Biasa curhatnya perempuan. Aku sering berdebat seru dengan mama, ketika aku membandingkan kecantikanku dengan mama. AKu bilang kok postur tubuhku beda dengan mama, aku lebih seksi, lebih jenjang karena pinggangku panjang, demikian juga leherku lebih kokoh dan panjang, demikian juha aku lebih tinggi sekitar 15 cm dibandingkan mama.
Parasku memang mirip mama. Kalau soal postur mama selalu bilang itu postur dari postur ayah, yang sampai saat ini aku belum tahu secara pasti. Aku tak mau mendesak mama untuk menceritakannya. Beliau berjanji akan menceriterakan ke kami hal yang sebenarnya. Hanya saja mamaku selalu bilang bahwa beliau tidak pernah bercerai dengan papaku.
Mama bilang dirinya sangat egois, meninggalkan papaku sekitar 22 tahun yang lalu, saat aku berumur tiga tahunan. Beliau tak tahu kenapa emosinya saat itu begitu liar mengajaknya pergi dari kediaman ayahku di Pulau Dewata. Yang ku tahu mama bilang papa ku seorang Arsitek, yang juga menekuni seni lukis sejak beliau masih sekolah menangah dulu di kotanya. Itu karena sekolah beliau memang sekolah SMA terkenal di Bali, dengan ciri khasnya selalu melahirkan pelukis, seperti Nyoam Nuarta, itu lho perupa yang sangat terkenal yang membangun ratusan patung di Indonesia, dari Arjuna Wijaya di dekat Air Mancur Jakarta, patung Garuda Wisnu Kencana dan ratusan lainnya yang menghiasi perkotaan dan pemukiman di Nusantara. Aku dengar juga tamatan sekolah itu. Pada periode 1970 an sekolah itu dipimpin oleh seorang seniman.
Kata mama beliau masih berhubungan baik, saling menafkahi walau saling berpisah tempat tinggal. Demikian juga aku dan kakakku, dua-duanya tidak hidup dengan orang tua yang lengkap. Kakakku yang hanya ku kenal lewat fotonya, bersama papa. Kata mama dia menjadi seorang  dokter spesialis kandungan, yang sangat banyak pasiennya. Maklum dia dokter masih muda usia dan tampan lagi. Kata mamaku, pantes saja para ibu-ibu pingin diperikasa olehnya. Namun kudengar karena kakakku bertangan dingin, lebih banyak pasien merasa nyaman dan aman ditangani beliau.
Aku sangat merindukan untuk berbincang dengannya. Kata mama dia berpostur mirip dengan aku. Jadi dekat dengan postur papa, tinggi, kekar tapi dia agak sering tak tahan dengan stress pekerjaan. Sifatnya lebih banyak mengambil sifat mamaku.
Kakakku sudah hampir menjelang kepala tiga belum juga menikah. Kakak menurut mama sangat pendiam dan cenderung pasif dengan wanita, walau selalu ada pacarya. Dia tipe pria setia. Tidak seperti aku. Aku sudah beberapa kami punya pacar, walau berlangung cukup lama dengan pacar-pacarku tapi lebih banyak putus, itu mungkin karena emosiku yang tidak stabil, yang sering merajok untuk segera diputus kalau ada masalah. Pria mana yang tahan kalau selalu ditekan untuk memutuskan cinta, apalagi kalau terus ditekan saat dia lagi ada masalah juga.
Demikian juga mama, aku yakin banyak pria yang mendekatinya kalau tidak tahu bila mama dengan papa masih belum berpisah resmi, hanya berpisah rumah saja. Mama sangat bertanggung jawab dengan putra putri beliau, apalagi papa. Beliau kata mama tipikal pria yang sangat romantic, setia dan pekerja keras serta tanggung jawab ke keluarga sangat besar.
Beberapa kali mama di jemput untuk di ajak pulang kumpul kembali untuk keluarga, mama masih belum menerimanya, karena egois dan rasa malunya kepada keluarga besar papa. Terhadap keluarga besar mama di Karanganyar, Solo. Kelihatan mama masih gencatan senjata. Seakan mama di buang dari keluarga, karena mama menolak dijodohkan Eyang dengan seorang pamong praja yang masih kerabat.
Mama baru berani pulang kampong saat dijemput Pak Lik disaat Eyang kakung kritis, sebelum mangkatnya. Beliau telah merestui pernikahan mama dengan papa. Kudengat papa dan kakakku pun hadir saat pemakaman Eyang di Solo. Aku tak sempat memperhatikannnya karena mama sangat memprotek agar aku tidak mengetahui papa dan kakakku sebelum saatnya beliau memberitahu.
Mama dalam kesendiriannya, menurut cerita beliau semalam sangat sering ditaksir sesame rekan seprofesinya baik sesame dosen, sesame dokter maupun oleh mahasiswanya. Memang aku dengan mama kalau pergi bareng sering disangka orang kakak adik. Sungguh senang punya mama awet muda.
Nah kembali ke lagu tadi jangan-jangan mama pernah jatuh cinta atau ditaksir oleh orang yang sama sama sudah punya keluarga, akh aku tak peduli. Mama juga tidak pernah mau tahu hubunganku dengan siapa saja. Dengan pacarku yang sebaya, dengan pacarku yang beda status, dengan pacarku yang beda keyakinan sampai dengan pacarku yang beda usia denganku. Beliau sebagai pengamat dan wasit yang baik, selalu mengingatkan menjaga nama keluarga. Menjaga kesetiaan kepada pasangan.
Nah itu yang banyak kupelajari dari mama, sehingga aku seperti murid yang mengidolakan dosennya, bila mama dosenku. Sangat sering aku meniru mama, baik dalam dandanan, model rambut, warna lipstick, warna bedak  sampai pada mode pakaian. Padahal kami tidak pernah bersama saat membelinya. Mungkin ada gen yang sama terkait dengan selera mode tersebut.
Mamaku memang egois, kalau aku masih lebih toleran dan bisa demokratis dalam hubungan. Aku sangat menghormati pasanganku, demikian juga aku mau dihormati oleh mereka. Aku senang di manja, dan disanjung. Kalau mama sangat pede dengan kecantikannya. Memang putri Solo sangat percaya diri, kata beliau.
Tak terasa aku sudah hampir sejan di kamar mandi mama, kuperhatikan semua perlengkapan kamar mandi mama kok sama ya dengan aku, aku mau protes mama yang mengikuti seleraku. Sabun body shop jenis dan parfum pilihan mama sama persis denganku, sabun, maupun warna dan motif kamar mandinya kok sama ya. Cuman kamar mandi mama lebih terasa kurang pribadi kebanding kamar mandiku.
Yayaya, memang karena mama belum pernah bercerai dengan papa. Meraka berdua katanya masih tetap saling menafkahi, berarti papa mungkin sering nginap disini, sehingga mama selalu menjaga privasinya. Demikian juga aku sejak berkiprah di ibukota kembali, aku mohon diijinkan mama untuk tinggal di rumah lain sendiri. Beliau tidak berkeratan asal beliau punya akses untuk mengawasiku. Lupa aku mama masih tetap menagwasiku, sehingga selera tetap terjaga kesamaannya.
Winda, winda….. apa kamu tidur di kamar mandi Win?. Panggilan mama kepada ku dengan lembut di depan pintu kamar mandi, sebentar ma, aku lagi beresin ini pakaian bekas. Ku masukkan kekeranjang pakaian bekas, aku perhatikan kok sudah ada pakaianku padahal aku belum memasukkannya kekeranjang.  Ternyata seleraku sama dalam pilihan merk dan warna pakaian dalam. Mama memang mengajariku untuk memilih pakaian dalam yang baik, walau lebih mahal akan tetapi enak dipakai dan tidak kelihatan kusut, apa lagi kalau ngecap keluar. Beliau punya selera yang tinggi. Bayangkan sejak SMA aku sudah bisasa beliau belikan merk yang terkenal yang kupakai sampai saat ini.
Aku sudah rapi, menghampiri mama. Mama bercerita habis jalan-jalan mengeliling komplek. Mama bertemu kawan lamanya saat di daerah Ibu Ongko, itu istrinya Dokter Yahya, sama sama pernah dinas di Papua. Sambil bernostalgia keduanya bercengkerema di taman, yang masih dihiasi oleh kembang-kembang yang hanya mekar di bulan Desember. Menyaksikan tukang sapu menyapunya, membangkitkan kenangan lama, sata keduanya duduk bersama di halaman komplek rumah sakit Dok II, di taburi rontoknya kembang Desember, sambil memandang lautan Pasifik di bawah komplek, serta di sinari mentari pagi, sebelum menjumpai pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan yang terkadang sangat banyak jumlahnya.
“Bu Ongko, memuji kecantikan mama yang masih tetap seperti saat muda”. Memangnya mama sudah tua gumannya, kan anaknya baru dua. Hehehe mama jangan ngelantur ma, eling ma. Mama sudah punya anak yang cukup dewasa, dan sudah waktunya punya cucu ma. Mama harus segera berkumpul dengan papa, kita bangun keluarga baru dengan semangat baru, semangat rekonsiliasi. “Apanya rekonsiliasi Winda, mama tak pernah meninggalkan papamu, kakakmu. Hanya karena keegoisan mama yang saat ini sudah mulai tergerus, ada restu Eyang kalian, mama mau tata kembali.
Mama tidak pernah menyia nyiakan kalian, papamu, keluarga mama maupun keluarga papa. Papa mu adalah cinta sejati mama, demikian juga mama cinta sejatinya papa kamu. Sebentar lagi akan mama ajak kamu, kakak dan papa bertemu untuk merencanakan masa depan kita. Mama sudah menyiapkan itu semuanya, demikian pula kelihatannya papa. Dasar mama ku orang sangat egois.
Puri Gading, Wagen Galungan Pebruari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar