Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Sabtu, 22 Maret 2014

Sobar-5 CINTA DURJANA SOBAR



“CINTA DURJANA SOBAR”

Kampus ITB (ww.google.com)
Seperti biasanya sehabis sidang paripurna, keberhasilan sidang dapat diketahui dari perilaku Sobar. Kali ini kelihatannya pembahasan Peraturan Daerah Tentang  Penataan Ruang dan Wilayah, secara aklamasi disetujui dalam sidang paripurna tanpa melalui lobi-lobi seperti biasanya, sehingga sebelum tengah hari sidang selesai. Sobarpun sudah leyeh-leyeh di sofa kesayangannya, sambil menyetel lagu-lagu kesayangannya.

Alunan lagu ‘Cinta Durjana’nya group Dangdut Tarantula mengalun dengan hentakan kendangnya Reynold Panggabean yang nge-beat, membuat suasana sedikit hangat. Lagu itu diputar menandakan suasana hati Sobar sedang dipenuhi rasa kebahagiaan dan beliau kelihatan lebih bahagia semenjak anak gadisnya pulang kembali, pindah kerja ke kota ini.

Anak muda yang gondrong dan cukup ganteng ini, datang menjelang makan siang menemui Sobar, Meminta ijin kepada sekretaris Sobar. Terlalu bertele-tele, birokratis. Harus menuliskan nama, alamat, dan keperluan segala, Yah mungkin protokoler saja. Ia kan hanya menjalankan tugas.
Setelah mengisi formulir yang disodorkan anak muda itu, di ajak masuk ke ruangan tamu Sobar, yang terpisahkan oleh sebuah pintu. Suara lagu Cinta Durjana, masih terdengar jelas dari ruang tamu, dari yang versi aslinya, sampai yang versi degung. Memang lagu itu kelihatannya merupakan lagu ‘kebangsaan’ nya Sobar. Biar nanti mereka bicarakan sendiri, aku tak mau menanyakan apa makna lagu tersebut buat suasana hati Sobar.

Sekitar lima menit menunggu, kudengar jelas sekretaris Sobar melaporkan kedatanganku dengan maksud hanya silaturahmi, kelihatannya sulit dia terima, dan kutulis nama asli sesuai KTP ku di formulir, sehingga mungkin Sobar tidak mengenali aku. Kudengar Sobar mau menyelesaikan lagu terakhir versi degung.
Pada saat Sang sekretaris membuka pintu, aku coba member salam Selamat Siang Pak!. Kukira Sobar mendengarnya sehingga ia memanggil kembali sekretarisnya untuk masuk, serta menanyakan sekali lagi namaku. Akhirnya ku katakan kepadanya, Namaku bilang saja Reno pada Pak Sobar, mudah-mudahan dia ingat.

Kudengar dia sedikit memerahi sekretarisnya, serta menyuruh sang sekretaris menghantarkan aku ke ruang rapat sebelah Ruang Sobar, dismaping Ruang sekretaris itu. Aku jadi berfikir dua kali lagi untuk menjadi birokrat kalau demikian panjang prosedur untuk bertemu saja, gumanku dalam hati. Akh siapa tahu kalau nanti aku sudah definitive jadi dosen, mungkin lebih galak dari itu.

Kuliahat kekesalan Sang sekretaris dari wajahnya keluar ruangan, dan mempersilahkan aku masuk ke ruang rapat, serta berbisik ke telingaku. Kenapa tak sebit nama itu dari tadi, jadi aku tak kenak marah. Terasa hangat hembusan nafasnya di pipiku. Maaf kakaku, aku hanya ingin tahu bagaimana birokrasi mengalahkan pertemanan, atau malah sebaliknya pertemanan mengalahkan birokrasi. Benar juga kata dosenku “lebih manjur sobat dari pada stanblat” hehehe maksudnya segala sesuatu yang terikat aturan akan mudah di dobrak dengan perkawanan. Hahahahah

Aku bersalaman dengan Pak Sobar, dan menyapanya dengan Selamat Siang. Ia pun minta maaf kalau aku lama menunggu. Maklum lagi asyik menikmati lagu Cinta Durjana. Kuucapkan satu bait yang kuingat kepada Sobar, “Walau bagaimana Buasnya wanita, masih ada rasa keibuan juga…….Tapi engkau lain dari yang lainnya, memperkosa aku di masa muda”
Hahahahahahah derai tawa Pak Sobar memecah kekakuan karena salah pengertian dengan sekretarisnya dengan kedatanganku. Ku sampaikan bahwa kedatanganku hanya mampir, karena tadi diskusi dekor ruang sidang di sekretariat. Kebetulan pekerjaan itu akan diberikan ke perusahaan aku Pak. Katanya karena rekomendasi dari Bapak, dengan memberikan contoh dekorasi di Bironya Luna.
“Akh tak usah berlebihan, itu sudah pantas kau dapatkan” seru Sobar. Kalau lagi begini enaknya kita tak usah berbicara bisnis anak muda. Katanya lagi. “OK Pak, terus kita berbicara apa ya, Bagaimana kalau bapak terangkan sejarah Lagu Cinta Durjana sebagai Lagu ‘kebangsaan’ hehehe kebanggan Bapak!”
“Hehehehe bisa saja, terus kita ngobrol sambil menunggu makan siang yang sudah aku pesan tadi delivery, mudah-mudahan tidak mecet jalanan sehinga cepat sampai” kata Sobar.
“Ya Pak, aku minta minum kopi cppucino saja”
“Capucino granule kan”
Sang sekretaris rupanya sudah memesankan aku kopi capucino kepada petugas disana. Tak lama kemudian tiga kopi capucino datang beserta pisang panggang coklat keju. Silahkan  anak muda.
Sambil minum kopi Sobar menjelaskan kepadaku bahwa Cinta Durjana merupakan lagu kebanggannya dia yang merupakan catatan kelam cinta Sobar dengan gadis-gadis di rantau. Waktu dia kuliah Teknik Sipil di Institut Teknologi Bandung., dia berkali-kali putus dengan pacarnya, ada-ada saja masalahnya, walaupun masalah sepele.

Pertama dengan Netta, seorang gadis Sukabumi yang ia pacari selama hampir dua tahun, lalu mengajak menikah dengan mendesak Sobar, padahal selama pacaran Sobar mensuport kebutuhan sehari-harinya. Maklum keluarga Sobar tergolong keluarga yang tidak mau anaknya kelaparan di rantau, sehingga setiap permintaan tambahan kiriman selalu dipenuhi. Selidk punya selidik ternyata Netta, seorang Mahasiswi di STIE, telah hamil duluan. Sobarpun meninggalkannya dan Sang gadis menikah dengan lelaki yang telah menodainya.

Kedua ia katakana bahwa dia juga dikecewakan oleh seorang wanita sekampungnya, yang sama sama merantau, tetapi lain kota. Sang Gadis mengambil kuliah Sosial Ekonomi, di Institut pertanian Bogor. Semua biaya telah ditanggung oleh keluarga Sobar, mengingat sang gadis dari keluarga yang tidak mampu. Gadis ini lulus lebih dulu dari Sobar, dan kawin dengan sorang perwira Polisi yang dikenalnya saat aktif di organisasi kepemudaan di rantau.

Lagu Cinta Durjana ini menghibur laranya Sobar, sehingga sampai sepuluh tahun dia belum mampu menyelesaikan kuliahnya Teknik Sipilnya. Bahkan gadis pujaan hatinyapun telah meninggalkan dia menikah lebih dulu. Dua duanya memperkosa masa muda Sobar.

Dalam keterpurukannya Sobar, kemudian gonta-ganti pacar, baik gadis sekampung yang sama-sama di rantauan, ataupun dengan gadis rantauan dari daerah lain yang dia kenal di kota Kembang Bandung menjadikannya sebagai play boy. Hal itupun rupanya tercium oleh orang tua Sobar. Akhirnya Sobar dipanggil pulang karena ia merupakan harapan keluarga, satu-satunya anak lelaki dalam keluarga Sobar. Orang tuanya memaklumi kegundahan hati Sobar, kenapa dia sampai menjadi play boy. Sama dengan kamu anak muda, saat itu aku selalu berambut gondrong, dengan motor trailku, memakai kaos dan celana blue jins. Hehehe aku seperti Renegede katanya.

Orang tuanya tidak pernah sampai memarahi terkait masalah cewek ini. Tetapi ikut menentukan langkah Sobar selanjutnya. Mereka tidak mau anak lelakinya kelamaan bermain-main dengan wanita, dan tidak terarah tujuan hidupnya.
Sobar dinikahkan dengan kerabat keluarganya, seorang gadis yang baru tamat Sekolah Kesejahteraan Keluarga Atas, yang masih lugu dan penurut apa kata orang tua. Dua keluarga sepakat menikahkan Sobar, dan Sobarpun tidak perlu balik ke Bandung, dia ditugasi orangtuanya untuk meneruskan usaha keluarga sebagai saudagar beras di kampungnya.

Gadis tersebut tidak lain adalah Nyonya Sobar, ibundanya Luna yang setia menemani Sobar sampai saat ini. “Ternyata dijodohkan itu juga tidak jelek, anak muda, Bapak sudah menikah dengan ibu hampir 40 tahun, masih mesra dan lengket seperti prangko… hahahaha” ujarnya.
Ijasah Sarjana teknik boleh aku tak punya, tetapi ilmu yang kudapat di Bandung cukup menjadi bekal, untuk aku mengembangkan usaha, dari saudagar beras terus menjadi pemborong dan pengembang yang sangat disegani di daerah ini.
“PaK Sobar ini, menjadi angota Dewan, mewakili partai mana” Kataku.
“Aku tidak mewakili partai mana-mana, Cuma aku ikut sebuah partai, tetapi aku lebih banyak mewakili masyarakat melalui pengusaha ini”.
“Jadi mewakili masyarakat gitu?” Iya Sobar mewakili amsyarakat seperti dalam memperjuangkan Peraturan Daerah tentang tata Ruang dan Wilayah ini, aku mewakili rakyat. Aku tidak mau masyarakat hanya pergi kepantai untuk menikmati deburan ombak, atau mandi mandi haris minta ijin ke hotel” itu tidak benar kata Sobar.

Lagu Cinta Durjana itu, sekarang kujadikan lagu penyemangatku untuk tidak terpuruk dalam urusan manapun. Agar aku juga tidak mengecewakan orangtuaku (almarhum) walau aku sudah tua, aku ikut kelas ekskutif menyelesaikan teknik Sipil sampai Magister Teknik, di salah satu Universitas Ternama di kota ini. Disanalah aku kenal dengan Dosen Kalian, yang juga dosenku. Hahahahaa ……..
Cinta Durjana juga akan menjadi penghiburku dalam suatu keberhasilan seperti dalam keberhasilanku mengawal kemauan masyarakat kita, yang dituangkan dalam Peraturan Daerah yang baru disyahkan tadi pagi.
“Apa ibu tahu tentang masa lalu Bapak?” tanyaku nakal.
“Ibu orang yang sangat bijaksana, dia orang yang sangat dewasa dalam berfikir, mungkin latar belakang pendidikan dan latar belakang keluar Ibu, yang sangat taat beribadah. DIa tahu semua masa lalu Bapak, karena Bapak ceriterakan, agar beliau tahu langsung dari aku, termasuk Lagu Cinta Durjana ini” Jawab Sobar.

Saking asyiknya bersiskusi tentang sejarah lagu Cinta Durjana, rupanya kami tak mendengar ada ketukan pintu. Ibu Sobar rupanya telah menyiapkan makanan yang dikatakan sudah delivery itu oleh Pak Sobar. Ia datang dengan Luna, sehingga diskusi kami berhenti, dilanjutkan dengan acara makan siang bersama, satu set menu lengkap, ayam betutu, lawar mentog, sate lilit, tum brengkes ayam dengan lalapan daun pepaya.

Ditemani Luna, Bu Sobar dan Sang Sekretaris, kami pun makan dengan nikmatnya, sampai-sampai berkeringat semuanya. Makan siang kami menjadi terasa sempurna karena ada Es Kelapa Muda, dan tentunya karena Luna menemani aku makan siang itu.

Pondok Betung, Medio Maret 2014.
edited by Pande

Tidak ada komentar:

Posting Komentar