Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Selasa, 24 Februari 2015

De-Karma 4. Kenangan Kota Lama



“KENANGAN DI KOTA LAMA MEMBAWAKU KEMBALI”


Kota Lama Menjelang Sore (google.co.id)
Meida sudah sangat faham dengan suasana hati anak sulungnya De Karma. Sejak pagi lagu Koes Plus Kota Lama mengalun berulang ulang, sayup sayup terdengar oleh Meida. Iapun mengingatkan Neni untuk mengingatkan De Karma untuk sarapan. “Antarkan saja sarapannya ke ruang kerjanya Nen” Kata Meida kepada Neni karena jam sudah menunjukkan Pk 09 30. Kala lagu itu didengarkan berulang ulang pastilah suasana hati De Karma lagi senang.
Neni menaruh makanan yang dia bawakan di meja kosong sebelah De Karma, leyeh-leyeh. Rupanya ia tidak sedang bekerja, akan tetapi sedang mendengarkan lagu sambil leyeh-leyeh di sofa panjang yang warna merah hati, yang terbungkus rapa dari kulit. Neni duduk disebelhnya sambil ikut mendengarkan lagu yang sedang distel De Karma.
“Nen kamu cantik pagi ini, aura kecantikanmu keluar optimal” rayu De Karma, sehingga pipi Neni yang lesung menjadi merona merah. Bak merah make up dikala neni menari, hanya saja merah ini alami. “Akh Bli Karma bisa saja memuji wanita yang hatinya sedang berbunga bunga” sahut Neni, sambil melanjutkan. Neni akan lebih cantik kalau Bli Karma segera sarapan Bli. “Ayo kamu temeni Bli sarapan” timpal De Karma.
Sambil menyajikan kembali sarapan yang Neni Bawa, De Karma memulai sarapannya. Nah begitu saja terus, Meida pasti akan lebih bahagia Karma. Tiba-tiba suara Meida dari belakang mereka, yang rupanya memperhatikannya sejak beberpa menit lalu. Ayo Me ikut sarapan, Neni menawarkan sambil menyerahkan satu piring kepa Meida. Neni mengisikan makanan sedikit, karena dia tahu Meida sudah sarapan tadi pagi.
Meida sangat hafal dengan suasana hatimu Karma. Apa yang sedang kamu fikirkan. Apa sudah memutuskan akan menikahi Neni. Ibu pasti akan senang sekali. Kita akan rayakan dengan penuh kegembiraan anakku. Adikmu akan Ibu suruh cuti sebulan mempersiapkannya.
Hahahaha, Ibu tak usah kawatir Neni sudah kuanggap adikku yang paling bungsu. Dia akan tetap menjadi bagian keluarga kita. Aku punya firasat akan segera menemukan tambatan hatiku. Aku belum yakin kalau Shouci ikut menjadi korban tsunami. Semalam aku memimpikannya, dia datang kesini, kulihat dia sedang ngobrol sama Ibu dan Neni.
Pantesan, lagu Kota Lama kau putar berulang kali dari pagi. Ibu ingat kalau kau bertemu pertama kali sama Shouci, di stasiun Beos, Jakarta. Sama-sama baru turun dari Bandung. Kalau tidak salah saat kalian sama-sama terjun ke Priangan Selatan membantu korban gempabumi beberapa tahun silam. 
Ya benar sekali ingatan ibu, aku pertama kali bertemu dengan nya di sana, dan yang paling kuingat saat kutawarkan untuk ngopi bersama di kota tua – Kota Lama- lagu Kota Lamanya Koes Plus yang diputarkan disana. Jadi siang itu kami ngobrol bersama. Menikmati kopi luwak, katanya sih produksi Liwa Lampung Barat. “Wah pasti nikmat Bli, minum kopi ditemani, gadis yang memikat hati Bli, dikota lama lagi, so sweet lah Bli, Hehehehe” sahut Neni.
Oh iya, apa ibu lupa de Karma, apa mungkin sudah pernah ibu sampaikan, saat kau sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan pameran di Surabaya minggu lalu, ada dua orang mencarimu kesini. Dia datang katanya karena membaca profil kamu di Koran Lokal. Dia ingin berbincang dengan kamu tentang beberapa hal. “Lho kok Neni nggak tahu Meida” kata Neni. Ya memang benar kamu tidak di rumah saat itu. Kamu ke kampus, katanya mau ketemu pembimbing.
Siang itu pemuda tersebut datang bersama seorang guide, dia orang Jepang, kayanya sih sebaya dengan pacarnya Neni, anaknya sangat sopan. Ibu katakan bahwa kamu masih di luar kota. Diapun tidak lama, katanya mau kembali ke Denpasar, dia mau urus cansel pemberangkatannya ke Jepang, khusus untuk menemui kamu dulu. “Wah Karma jadi orang penting, dong Me” Sahut de Karma.
Neni asyik merapikan piring dan perlengkapan sarapan yang sudah mulai selesai, dan menyiapkan kopi untuk De Karma, Kopi Arabica Capucino, dan Teh Poci untuk Meida. Mereka melanjutkan berbincang bertiga sampai waktu sembahyang siang hari itu tiba. Mereka seakan kompak bubar, dan menuju tempat sembahyang setelah membersihkan diri.
***
Menjelang sore, dua orang tamu yang Meida masih sangat ingat datang kembali bergegas turun dari mobil travel, sebagai ciri khas tamu dari Jepang, diikuti seorang guide. Mereka datang untuk kembali ingin ngobrol bersana De Karma yang dia baca di Koran Lokal itu. Meida menghantarkan tamu tersebut ke Bale Bengong, sambil mempersilahkan tamunya untuk menikmati minumnan yang tersedia di boks minuman yang tersedia. Silahkan Bapak-Bapak untuk minum, bapak-bapak silahkan mengambil sendiri sambil menunggu anak saya. Dia baru sejaman yang lalu masuk ke studionya, Neni telah kusuruh untuk memberitahu.
Tak lama Neni kembali, menyampaikan kepada tamunya untuk dapat menunggu barang 15 menit lagi, karena De Karma lagi tanggung menyelesaikan proyeknya, lagi dapat inspirasi katanya yang lagi dituangkan kedalam sebuah desain grafis untuk sebuah produk makanan anak-anak produk Malaysia. Atas nama Bli Karama, Neni mohon maaf dan mohon dapat sabar menunggu.
Mereka Meida, Neni dan dua orang tamunya, seru ngobrolkan tentang rumah mereka yang sepi itu. Meida menceritakan bahwa anak lelakinya itu memang anak yang  maniak dalam kerja, sampai sampai lupa akan umurnya yang sudah kepala tiga, belum juga menikah. Dia lelaki yang sangat profesional dalam pekerjaannya, Meida tak tahu katanya sih anak buahnya banyak, tapi Meida tak pernah ketemu banyak. Bekerjanya suka-suka, bisa malam, bisa siang, bisa siang sampai malam. Terus liburan beberapa hari. Meida hanya mengikuti kemauan dia saja, dia anak laki-laki satu satunya yang Meida punya.
Lebih lima menit dari waktu yang dijanjikan, De Karma datang ke Bale Bengong. Merekapun saling berjabat tangan memperkenalkan diri, lalu kembali duduk bertiga. Meida dan Neni pamit meninggalkan Bale bengong. Neni mempersiapkan kopi panas dengan uli bakar yang menjadi kesukaan de Karma. Neni menghidangkan kepada tetamunya, lalu dia pergi dengan kesibukannya.
*****
Mereka bertiga asyik menikmati kopi dengan uli bakar, Sangkan sang pemandu wisata yang mengantar tamu Jepun ke rumah De Karma, memperkenalkan tamunya setelah De Karam basa-basi sedikit, dan memperkenalkan studio dan kiprahnya sampai saat ini di dunia desain grafis.  Sangkan menjelaskan bahwa tamunya Sucitha Fukusima, sangat tertarik dan ingin bertemu dengan De Karma, setalah dia membaca profil De Karma di Koran Lokal. Foto De Karma mengingatkannya kepada seseorang yang selalu diharapkan dapat memaafkan ‘kakak’nya yang baru sembuh dari depresi.
Kakak Suchita san, tak kuasa menahan kesedihan ketika tahu bahwa kedua orang tua mereka ikut terbawa tsunami hebat yang menimpa perkampungan mereka di Jepang timur beberapa tahun silam. Masih beruntung mereka berdua kakak beradik, belum sampai di rumah saat gempa terjadi Suchita masih di Kiyoto, karena dia lagi studi banding kesana, yang di Indonesia lebih tepat kalau dibilang sebagai magang,
“Siapa nama kakak kalian?” tanya De Karma . Dengan sigap Suchita yang kelihatan masih muda dan energik mengambil smartphone nya dan menunjukkan sebuah foto seseorang. De Karma Kaget, dia kenal benar foto tersebut, dialah Souchi Fukusima, gadis yang pernah merencanakan akan menikah dengannya, setelah memohon restu kedua orang tuanya. Dia pulang ke Jepang dua hari menjelang Gempa dahsyar yang memporak porandakan Jepang Timur Laut dengan tsunaminya yang begitu hebat, sampai membocorkan reaktor nuklir pembangkit listrik Fukusima.
Dia terdiam hanya tertunduk sambil garuk-garuk kepala. Jangan kau lanjiutkan ceritanya. Tolong stop yang penting aku tahu bahwa dia masih hidup, aku tahu dia pasti sangat merindukan aku, dan menunggu aku untuk menjemputnya. Nah ceritakan sedikit tentang kesehatannya. 
Dia sudah sehat beberapa bulan terakhir ini menata kembali runah peninggalan orang tua kami, mengurus segala sesuatu yang terkait dengan asuransi, dan pensiun orang tua kami. Kebetulan ornag tua kami meninggalkan sedikit saham di sebuah perusahaan kimia di kota kami, sehingga kami berdua berbagi pekerjaan. Terkait dengan masalah asuransi, dan pensiun kakakku yang mengurusnya. Sedangkan masalah alih saham perusahaan sudah aku urus sendiri. Jelas Suchita, Secara spontan meraka –De Karma dan Suchita- berdiri dan saling berangkulan. Keduanya tidak dapat mengendaalikan emosi mereka, walau keduanya lelaki, terlihat jelas bulir-bulir halus air mata menetes di pipi mereka. Puji syukur kalau Souchi masih hidup dan sehat. Terima kasih, terima kasih. Tolong jangan terlalu memberikan kabar yang mengagetkannya. Kalau kau kembali sampaikan saja aku akan segera menjemputnya untuk kami persunting menjadi istri seperti rencana semula. Bisik De Karma. Suchita hanya manggut manggut saja.
De Karma, baru mengerti kenapa hatinya berbunga-bunga sejak pagi tadi. Lagu Kota Lama sangat enak terdengar di telinganya. Ternyata gadis di Kola Lama yang dia kenal sedang menunggu, sama dengan yang ia lakukan selama ini. Tak sadar iapun berteriak memanggil Meida. “Meida.... Meida...... Meida........ Ibu.... ada kabar baik, ibu akan segera mempunyai mantu bu.........
Meida mendekat dan mendekap putranya De Karma yang lagi bergembira sore itu, Terima kasih ya Tuhan kau telah menambah semangat anakku, semoga apa yang dia inginkan kau kabulkan. Itu doa Meida. Kedua tamu De Karma, pamitan karena Suchita harus bergegas ke badara untuk berangkat dengan SQ untuk kembali kenegerinya, memabawa berita bahagia ini untuk kakaknya. Ia ingat pesan De Karma untuk menyampaikannya langsung... tidak melalui telepon ke kakaknya.  Sayonara........... antian beli ditu  (tunggu abang disana) Souchi...... kata De Karma. 
Pondok Betung, 25 Pebruari 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar