Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Sabtu, 28 Desember 2013

Rani-11



ROMO SANGAT DEMOKRATIS DAN RANIPUN TERHARU”



Ternyata aku sempat tertidur pulas, karena kecapekan habis melihat-lihat kemegahan Candi Perambanan, kami sempat menemani Cokde, Yande dan Nitami melaksanakan persembahyangan disana memanjatkan doa untuk keselamatan keluarga besarku, serta kelancaran karieku kepada Tuhan Yang Maha Esa. Capekku rupanya terakumulasi setelah dua  hari sebelumnya kugunakan untuk menelusuri objek wisata belanja dan kuliner di Surabaya. Yande dan Nitami kubiarkan mereka melihat-lihat pemandangan dan ikon kota Surabaya, seperti melihat kemegahan jembatan Suramadu, menyaksikan perkebunan tembakau dan melihat petani garam di Madura.

 
Akhirnya berlanjut ke kota Yogyakarta, baru setengah hari berkeliling ke Candi Perambanan dan rumah dome anti gempabumi yang tidak jauh dari lokasi candi, kamipun balik ke hotel. Cokde, sedang menerima tamu, temannya sesame pecinta wisata petualangan geologi, dosen Universitas Pembangunan Nasional (UPN), dan aku tertidur. Suara dering telepon gengggamku membangunkan tidurku, kulihat jam ternyata sudah jam setengah lima sore. Kanjeng Mami memberitakan bahwa Romo  akan menerima kami di Semarang, di Patra Jasa Candi. Karena beliau memang sedang merayakan natal bersama anak-anak panti disana. Rupanya kebiasaan beliau secara selang seling merayakan natal di berbagai kota masih sampai saat ini, Yang ku tahu biasanya berpindah-pindah antara kota Batu Malang, Salatiga, Semarng atau di Sang Timur Jakarta.
Aku sangat kangen dengan Romo, beliau yang menuntun kehidupanku sehingga sampai bisa seperti saat ini, beliau sudah kuanggap seperti orang tauaku. Berita Kanjeng Mami harus segera kusampaikan ke Cokde sehingga besok sore aku sudah harus sampai di Semarang, serta merembugkannya dengan Yande apakah mereka berdua akan ikut ke Semarang, apa meneruskan acara di Yogya seperti rencana mereka semula. Cokde pasti membiarkan mereka di Yogyakarta, serta menyelesaikan apa-apa rencana yang telah disusunnya sebelumnya.
Suasana kota Semarang sudah berubah jauh setelah enam tahun kutinggalkan ke Papua, kulihat dari ketinggian candi bagaimana padatnya kota, serta jalan tol yang telah membelah Semarang, padat merayap dilalui kendaraan berlalu lalang. Aku kangen dengan suasana kampusku, dimana aku menuntut ilmu dengan sukacita, penuh keceriaan remaja. Kuteringat bagaimana aku menilai gaya dosenku yang centil, atau aku menertawakan dalam hati gaya empat lima dosen-dosen tua yang rasanya susah menerima pembaruan. Akh semua itu muncul silih berganti dalam lamunanku sore itu, menunggu petang sambil menikmati hidangan sore, di restoran Teras Hotel ini.
Cokde asyik dengan iPadnya, kulihat walau dalam suasana perjalanan luar kota,  ia tak lepas memantau jalannya perusahaan, mengecak pesanan maupun pengiriman barang apakah sudah dilaksanakan sesuai dengan SOP nya. Seorang Profesional menurutku, sehinga telat menikah…. Lho kalau sudah menikah mana mungkin aku menjadi calonnya,,,, hehehe,
Dia juga masih gamang dengan keputusannya untuk kembali ke kampus. Ia takut kehilangan gaya, kehilangan wibawa, maupun kurang update dalam pengetahuannya. Aku tetap menyemangatinya, dia pasti bisa, pasti akan disenangi mahasiswanya. Dia meragukan dirinya karena sudah beberapa tahun terakhir sudah jarang memberikan kuliah formal. Kusemangati, telah kukatakan bahwa dia tidak pernah meninggalkan ke’guru’annya. Di masyarakat, di perusahaan, di daerah penelitiannya dia tetap seorang guru. Karena sifatnya yang suka menjelaskan sesuatu, baik itu masalah kesehatan, masalah geologi, ataupun masalah kehidupan. Kalau masalah perusahaan dia dianggap guru oleh seluruh stafnya. Karena mempunyai acara khusus berkala berbagi pengalaman, berbagi pengetahuan secara berkala.
Seperti biasa, sore itu angin dari bawah bertiup menyusuri lereng Candi, tempatku menginap membuat udara agak hangat, kuperhatikan memang suasana natal dan tahun baru mewarnai seluruh dokorasi hotel. Terkadang kuperhatikan dikejauhan petir menyambar, dalam gulungan awan hitam musim hujan ini. Pikirku, Betapa indahnya keberagaman, pluralism dalam hatiku. Apakah aku juga akan menjadi bagian  keberagaman itu. Sebentar lagi aku akan menjadi warga Puri Gading, tinggal menunggu restu Romo saja. Tapi dalam keyakinanku Romo akan merestui, karena beliau itu seorang yang sangat demokratis, dan sangat menhargai piilihan pribadi kami yang saudah dianggap anak-anaknya. Namun aku perlu mengajak Gusde untuk langsung mendengarnya dari beliau. Soal itu sudah lama ku tahu, aku sangat banyak mengenal konsep keberagaman Romo.
Demikian pula pilihanku untuk melanjutkan ke Fakultas Kedokteran, tidak beliau halangi. Walaupun Romo telah menyiapkan aku sebuah tiket dan kesempatan untuk menempuh pendidikan sampai tingkat Doktor, dalam bidang Fisika Inti di Jerman, sambil memperdalam Theologi disana. Beliau mengharapkan aku mengikuti jejek beliau menjadi seorang Doktor Fisika dan seorang Doktor Theologi. Akhirnya temanku sepanti Handiaka Putra yang menerima kesempatab itu. Ku dengar tidak lama lagi dia akan kembali dengan dua gelar doktornya, karena dia diperpanjang waktu di luarnegerinya , dia menerima adanya kesempatan post doktoralnya di Swiss.
BBM masuk ke Handphoneku, Nitami mengirim fotonya dengan Yande yang sedang berada di pelataran Borobudur. Kuharap mereka menikmatinya. Meraka adalah orang-orang kepercayaan keluarga yang telah teruji dedikasi dan loyalitasnya. Tak lama kemudian sms Meyan, juga masuk menanyakan bahwa, apa kami telah bertemu Kanjeng Mami?. Wah aku baru tahu kalau Kanjeng Mami ada Di Semarang, jangan-jangan ini sudah diatur Kanjeng Mami dengan persetujuan Romo.
Dalam kesendirianku, karena Cokde masih mandi dan bersiap-siap ganti pakaian di kamarnya, untuk segera bergabung tiba-tiba saja, beberapa langkah kaki-kaki kecil menghampiriku, langsung menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun. Airmataku tak dapat kubendung, tak terasa jatuh berderai, aku sudah lama tak merasakan suasana ini. Aku teringat suatu masa, dan aku ucapkan terima kasih ke semua adik-adik panti yang hadir, ku memberikan salam, dan mendapat pelukan hangat dari Romo, bak pelukan hangat seorang ayah. Demikian juga dengan Kanjeng mami yang sudah ikut bergabung dalam rombongan ini. Aku mendapat salam dan ucapan selamat, dan mendapatkan sebuah pelukan seorang ibu, yang memang sudah lama sekali kurindukan. Suster Ana seorang biarawati yang selalu setia mendampingi anak-anak panti, juga aku tak lupa wajahnya, ku datangi dan kutabrak langsung, tangisku tak dapat kubendung lagi.
Perayaan Ulang Tahun kami anak-anak panti, memang dirayakan selalu bersama menjelang Hari Natal, karena hampir semua dari kami tak diketahui dengan pasti hari kelahirannya, kecuali memang yang diserahkan secara resmi dengan surat-surat resmi. AKhirnya Romo mengajak aku ke sebuah ruang pertemuan di hotel yang sudah dipersiapkan rupanya untuk perayaan Natal bersama dengan anak-anak panti. Keceriaan kulihat di wajah anak-anak panti, mereka sangat berbahagia dapat merrayakan Ulang Tahun bersama, serta merayakan Natal sekaligus pada hari itu.
Kami, Kanjeng Mami, Cokde merupakan tamu khusus mereka. Menjadi bagian perayaan natal tersebut. Tak terasa sudah hampir satu setangah jam perayaan itu kami laksanakan bersama, di akhiri dengan makan-makan bersama makanan yang telah dipersiapkan pihak hotel, di meja-meja yang telah dipersiapkan. Dihiasi hiasan natal.
Meraka kembali dengan bus yang teah dipersiapkan dikawal oleh Suster Ana, kami kembali ke hotel, masuk kembali ke ruangan Diana perayaan natal tadi dilakukan. Romo memberikan petuah kepada kami . Tidak ku duga rupanya Kanjeng Mami sudah banyak berbincang dengan beliau tentang rencana kami. Seperti dua calon besan yang merencanakan pernikahan anak-anak mereka. Kalau soal negosiasi Kanjeng Mami kudengar sangat piawai, dan sangat menjunjung tinggi sopan santun. Mungkin karena latar belakang keluarga Kanjeng mami yang ningrat di Yogyakarta, atau memang karena latar belakang keluarga Puri Gading yang memang masih sangat dihormati di kampong, apalagi di kampong asal Cokde di Tabanan. Mungkin juga karena pengalaman bisnis Kanjeng mami memang selalu mengedepankan komunikasi untuk mempengaruhi para pelanggan atau calon pelanggannya. Ya gabungan dari itu semuanya membentuk akulturisasi budaya.Akh aku harus banyak belajar bila sudah menjadi bagian keluarga ini.
Cokde memohon ijin ke Romo, untuk mempersunting aku. Romo seperti dugaanku, sangat menyetujui rencana ini bahkan merencanakan akan datang dalam resepsi tersebut, dan sudah sepakat dengan Kanjeng Mami untuk melaksanakan resepsi pernikahan di tempat yang akan dipilih Romo, mewakili orang tua kami. Resepsi tiu dilakukan setelah upacara yang di gelar di Bali.
Romo malah menyerahkan sepenuhnya keputusan itu pada diriku, beliau sudah lama mengharapkan aku memutuskan untuk menikah. Justru beliau mengkhawatirkan aku, jangan sampai terlalu focus dalam karier, dan melupakan kodrat sebagai seorang perempuan yang mempunyai tugas melahirkan anak-anaknya. Air mataku kembali berderai, sambil kusalami dan cium tangan Romo.
Romopun menjelaskan, dan meminta aku tidak menangis, dan mendengarkan apa yang beliau katakan dan rupanya beliau sudah sepakati siang tadi dalam pembicaraan dengan Kanjeng Mami. Rupanya Kanjeng Mami mau ikut menjadi Dewan Penyantun, Panti dimana aku dibesarkan dulu, dengan menyisihkan sebagian CSR , Tanggung jawab social perusahan. Romo menyambutnya dengan tangan terbuka. Kanjeng Mami mengatasnamakan namaku sebagai Dewan Penyantun. Suatu berkah bagi kami penghuni dan mantan penghuni panti. Sungguh Sangat Besar Anugerah Tuhan.
Sungguh bahagia hatiku hari ini. Untuk merayakannya kumohon Romo berkenan mencicipi anggur yang kupesan, khusus untuk merayakannya. Kamipun bersulang untuk merayakan kebahagiaan keluarga kami. Heee salah calon keluarga kami, karena aku sudah merasa sudah bagian dari keluarga Cokde, terlalu GeeR ya.  Kanjeng Mami menyampaikan rasa terima kasih atas pengertian, persetujuan maupun restu Romo, terhadap rencana beliau, yang akan mengambil mantu aku, untuk putra tunggalnya Cokde, yang sudah lama diharapkan  untuk berkeluarga. Mari kita bersulang Romo, Kanjeng Mami, Cokde, ……Kampaeeeee Kampaeee.
Cokdepun menyampaikan terima kasih dan rasa hormatnya kepada Romo, dan mengharapkan Romo tetap berkenan membimbing nantinya kalau kami sudah menjalin sebuah ikatan perkawinan, dan menjadi bagiandari Keluarga Puri Gading.
Malam itu kurasakan malam yang sangat membahagiakanku, kenapa tidak. Malam itu aku sempat bersama merayakan Ulang tahun dengan anak-anak sepanti, merayakan Natal bersama anak-anak panti yang sangat ceria malam itu, aku memperoleh restu langsung dari Romo, dan disaksikan oleh calon suami dan calon mertuaku. Romo juga sudah tahu rencanaku meneruskan studi, yang langsung disarankan untuk ambil program Doktor, Romo pun kulihat sangat bahagia malam itu.
Kami antarkan Romo sampai di kendarannnya.  Beliau tidak mau kalau kami antar sampai ke tempat beliau menginap kalau sedang berada di Semarang. Hanya beliau berpesan jangan lupa menyampaikan undangan saat calon suamiku dikukuhkan menjadi Guru Besar. Rupanya Kanjeng Mami pun telah menyampaikan berita baik itu. Memang kata orang kabar baik harus disebarkan, kebahagiaan harus segera dibagikan. Hahaha aku berusaha berfikir bijak.
Kami, aku Kanjeng Mami dan Cokde kembali ke tempat kami menunggu sore tadi ke Teras  Restoran. Kanjeng Mami memesan bandrek, aku dan Cokde pesan skoteng, dengan disertai masing-masing pisang keju panggang. Kelihatannya semua ingin minuman traditional penghangat badan di malam hari.
Malam terasa sangat cepat larut, Kanjeng Mami setelah menikmati bandreks dan pisang panggangnya langsung kembali Beliau memang sangat disiplin dengan waktu, kapan harus istirahat, kapan harus beraktifitas. Beliau akan kembali besok pagi dengan pesawat paling pagi langsung Semarang-Denpasar, sehingga beliau memilih hotel yang dekat dengan bandara. Disiplin itu lagi  perlu kucontoh dari beliau. Memang hidup ini sebuah sekolahan rupanya.
Kanjeng Mami pagi tiu telah terbang pagi-pagi sekali ke Bali, karena telah ada janji bisnis menunggunya . Kami menikmati pagi Semarang, berjalan-jalan menyusuri kampusku bersama Sopir kendaraan yang ku carter di Yogyakarta dari kemarin. Pak sopirpun kelihatan sudah sangat akrab dengan jalan-jalan di Semarang, sehingga perjalananku bernostalgia, setelah eman tahun ku pergi ke Papua. Cokde dengan bijak hanya mengiyakan semua perkataannku saat menceritakan satu demi satu kenanganku. Ataukah dia telah bosan mendengarkan ceritaku.
Kuperhatikan rupanya dia serius menikmati perjalanan pagi hingga siang itu. Pak sopir meminggirkan kendarannya ternayta kami sempat ketiduran di mobil, mobil berhenti untuk menikmati makan siang di sebuah rest area di Secang Magelang. Kuilih makanan tradisional jawa kali ini, kami bertiga menikmatinya dan sangat menikmati makan siang itu. Pak Sopir kami juga kelihatan sangat menikmati, tongseng dan tengkleng yang aku pilihkan. Walau mejanya terpisah dengan kami, sempat kuintip Pak Sopir sangat menikmati makanan yang ku pesankan.
Aku tak lama berhenti, katena malam nya aku akan terbang kembali ke Denpasar dari Maguwo. Yande dan Nitami kuharap menikmati perjalanan mereka di Yogyakarta. Di daerah Borobudur, Cokde mengajak berhenti sejenak. Rupanya dia tertarik dengan patung-patung Budha yang dipajang berjejer di pinggir jalan. Jiwa seninya bangkit saat melihat benda-benda hasil kerajinan, yang dipadu dengan hasil proses geologi dalam pembentukan batuannya. Sepeti biasa Cokde sepanjang perjalanan menjelaskan proses geologi batuan serta, mengkritisi hasil seni patung masyarakat Borobudur tersebut. Sebagian besar karya seninya berupa patung Sang Budha, Stupa dan replica Borobudur.
Cokde berjanji akan kembali negosiasi bisnis dengan para pengrajin itu. Aku tak bayangkan bagaimana kesibukan beliau saat telah kembali ke kampus, apa masih sempat untuk mengurus benda kerajinan. Rupanya keraguanku dia jawab. Memang akan sangat padat kegiatanku, tapi untuk urusan bisnis bisa kuwakilkan kepada yande atau Nitami, aku akan mengarahkannya saja. Termasuk kuharapkan melalui proses alamiah Rani juga akan mengerti seni, dan karya seni. Katanya. Mudah-mudahan aku bisa mngimbangi multi talentanya.
Tiba di hotel Pak Sopir, ku suruh istirahat dan menunggu sampai nanti malam mengantar kami ke bandara, penerbangan kami jam 19 00, masih ada waktu kataku.  Yande dan Nitami sudah rapi mempersiapkan barang barangnya beserta barang-barang kami, mereka sudah memakai kaos Dagadu, dan Yogya kampoeng Loecoe.
Seperti biasa kami bersama kumpul di restoran Hotel, sambil minum sore, Cokde menerima laporan dari yande, serta mengadakan cek list apa-apa yang ditugaskan sebelum kami berangkat ke Semarang. Rupanya Yande memang asisten yang sangat tahu kemauan boss nya, karena setelah semua laporan dan pengecekan dilakukan. Cokde mengangkat ke dua jempolnya ke Yande dan Nitami, yang aku tahu persis itu menandakan Cokde puas dan menerima hasil ekrja mereka.
Kami tak mandi sore, karena berencana nanti setelah di Denpasar baru mandi, kupanggil So[ir untuk ke Lobbi Hotel. Semua barang dimasukkan kamipun pergi ke Maguo, terus dengan pesawat Garuda, langsung ke Denpasar malam itu pula. Pesawatnya agak delay sedikit kali ini, mungkin karena musim hujan yang menganggu ketepatan penerbangan.

POndok Betung, 28 Desember 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar