Social Icons

Selamat Datang di Blog Itik-Bali

Selamat Jumpa Pembaca yang budiman, selamat datang di blog ini. Blog ini dibuat hanya untuk proses pencurahan hati dan ingin menghibur pembaca sekalian.

Dengan bahasa ringan sehari-hari, saya ingin berbagi cerita pendek yang mudah-mudahan bersambung, sehingga pembaca sekalian diundang untuk melepas lelah dan penat di blog ini.

Semoga pembaca sekalian menikmati dan terhibur setelah membaca. Tentu komentar dan saran anda sangat kami nantikan.

Salam

Sabtu, 07 Desember 2013

Rani-8


“SUNSET DI TIMAN AGUNG”

Mataharipun  telah condong ke barat, dua sejoli itu telah sampai di Timan Agung,  sebuah bukit karang yang menjorok ke laut, di Pamtai Kelating, dua lelaki tua sudah berada di salah satu Bale Bengong menikmati semilir angin laut basah sambil menyaksikan burung laut terbang rendah menyambar-nyambar ikan di depan gulungan ombak. Dua kelapa muda, dua buah gelas sisa kopi, asbak yang penuh punting ada di mejanya, serta piring dengan sepotong pisang gorang yang masih tersisa. Meraka kelihatannya berdiskusi serius sekali.

Anak-anak  remaja putri  dari tukang garam nampak  menyajikan air kelapa muda dengan snak tradisional Bali.
“Silahkan Tuan”
“Kamu tak sekolah har ini”
“Pas libur Tuan”
“Keduanya  bersalaman mencium Tangan Tangan Kami”. Kemudian meninggalkan kami berdua menikmati siang beranjak sore.  Mentari nampak terhalang awan CB  sehingga rona keemasan memburat di langit. Dalam hati kami berguman, sungguh besar Keagungan  Tuhan dengan segala ciptaannya yang dapat dinikmati keindahannya oleh manusia. Kami mengambil tempat sebuah Bale Bengong yang persis berada di pojok barat daya Timan Agung, sehingga sangat dekat dengan hantaman ombak ke tepian bukit karang terjal. Persis di muara sungai. Terkadang muka kami kecipratan butiran air halus, saat ombak menghantam tebing.

Rani sangat menikmati minuman kelapa muda segar yang disajikan anak-anak itu. Ia mencoba hidangan Klepon yang dihidangkan bersama La Klak, serabi Bali yang dimodifikasi menyerupai Pancake. Sungguh nikmat rasanya, komentarnya. Segarnya air kelapa muda dalam aroma lemon, manisnya klepon dan gurihnya serabi semuanya menyusun kolaborasi kenikmatan tersendiri.

“Rani, apa kau mau kopi. Akan kusuruh anak-anak itu membikinkan kopi” tanya Cokde ke Rani.
“Akh tak usah Cok, tadi pagi aku sangat menikmati kopi Luwak di…. mana tadi namanya”
“Di Bukit Bantiran, itu kopi Luwak Produksi sendiri, itupun bukan yang Kelas 1, karena merupakan kopi sortiran, yang besar butirannya tak memenuhi syarat”
“Yang sortiran saja rasanya nikmat begitu, bagaimana yang asli Cok”
“Masalah rasa sih sama saja, kan proses permentasinya sama, pohonnya sama, hanya besar butirannya lebih kecil”
“Iya sangat nikmat rasa kopi, dengan pisang goreng nya yang kering itu”
“ Oh itu pisangnya dari jenis pisang kepok khusus, yang di sini disebut dengan pisang saba”
Pisangnya memang lebih legit, lebih kering, manis dengan warnanya kemerahan. Hanya bentuknya lebih kecil dan lebih pipih dari kapok umumnya. Yang direbus bagaimana komentar kamu Ran. Pisang rebusnya sangat bagus, kering dan manis dan guruh rasanya. Menjadikan aku sepanjang jalan dari Bantiran kesini, sekitar Sembilan puluh menit tidak tertidur sedetikpun.
“itu karena kopi apa drivernya” goda Cokde
“iya karena pengemudi dan kopinya deh”

Dua lelaki tua yang terlebih dulu sampai di Timan Agung menghampiri kami, bersalaman ke kami. Meraka mau pamitan, katanya sudah dari jam 10 pagi ada disini. Mereka menyusun strategi untuk pertandingan tinju yang mereka rancang, dalam pegelaran tinju di Perth Australia beberapa hari lagi. Meraka terus saja berlalu kelihatannya sangat serius dengan permasalahannya. Berjalanpun diskusinya masih seru.

“Kayaknya seorang itu aku kenal yang pria lokal itu” ucap Rani
“Ayo tebak siapa. Kalau kamu pecinta tinju tanah air pasti tau dia”
“Oh siapa ya namanya, tapi kutahu dia punya taktik seperti ayam jago mau mematuk, ayam betina mau bertelur gitu” ungkap Rani.

Ia benar itu Daniel Bandari, dia boss tinju professional di Bali.  Dia sangat dekat dengan mendiang ayah, walau bukan teman bisnis. Sama-sama penggemar tinju, dan mereka kuat berdebat masalah olah raga keras itu, ber jam-jam disini. Tempat ini memang tempat yang sering mereka pilih dalam merancang, ataupun sekedar debat masalah tinju. Penjaga dan pelayan, sudah dua generasi hafal dengan mereka. Demikian juga kesenangannya, dengan minum kopi pahit, dan suka makan ikan bakar segar yang dibeli langsung kenelayan. Pak Daniel itu sangat piawai membuat bumbu ikan bakar. Pak Daniel juga mengangkat beberapa dari mereka sebagai anak asuh, ada yang dididk tinju, ada yang disekolahkan.

Rani sangat terkesan dengan pembudidayaan kopi luwak di Bantiran, semua kebun yang satu dengan yang lainnya di sekat dengan pagar kawat ayak secara permanen,  yang tidak memungkinkan untuk Luwak berpindah tempat. Semua kebun selalu ada pohon cemara, pohon pisang kapok dan burung punglor, sudah tentu pohon kopi yang di tanam sangat teratur, dan luwak hidup liar dengan nyaman.

Burung punglor sangat berguna untuk memakan ulat-ulat yang mengganggu kopi, daun pisang dan cemara merupakan bahan baku untuk sarang punglor yang berkembang alami di kebun kopi. Bila kau perhatikan di kebun tadi Rani, kamu pasti lihat ada tempat-tempat yang basah dan beberapa batang pohon cokelat. Karena itu akan menjadi tempat cacing berkembang biak sebagai makanan tambahan burung punglor, dan pohon coklat tempat sebagian burung bersarang karena lebih rimbun, dan lebih jarang  di jamah oleh pekerja kebun. Setiap kebun menurut organisasi subak abian, minimal memilki 5 ekor punglor, selebihnya boleh di jual.

“Kopi yang kau sruput tadi pagi itu, juga dicampur sedikit coklat yang diproduksi sama dengan proses kopi luwak. Buah cokelat yang sudah matang juga disenangi oleh Luwak, dan bijinya kemudian keluar bercampur dengan kotorannya. Jadi kopi maupun coklat semuanya hasil permentasi di usus Luwak itu.

Kedua insan yang sedang dimabuk asmara ini menjalin tali kasih mereka sambil menikmati cepatnya sore berselang menuju sandi kala, matahari sangat anggun menuju peraduannya. Momen indah itu diabadikan oleh para pengunjung Timan Agung. Aku tak memperhatian mereka, ternyata ada enam pasang  touris bule, yang mengisi Bale-Bale Bengong yang kosong, dan menikmati hidangan special Timan Agung sama seperti kami. Kelihatannya mereka sudah lama datang.

Mereka semuanya menggunakan tele lens untuk mengabadikan Mentari berangkat ke peraduannya sebagai sunset of Bali. Merakapun bersorak sorai saat mentari lengkap hilang di ufuk barat daya dan semburat malam sudah tiba. Senja itu kami memang tidak mau membicarakan masalah-masalah yang harus kami selesaikan, dalam tujuan Rani mampir ke Bali.

Anak-anak remaja petugas waitress di Timan Agung, yang menjadi binaan Keluarga Cokde, telah mulai membersihkan sampah yang ditinggal para tamu. Rupanya kaleng bir telah bersrakan sisa minumnya para Bule.  Cokde terlihat bernjak menyalami mereka dan memberikan sesuatu, dan berkata.
 “Dibagi rata ya”
“Inggih Thank You, Tuan” mereka memang disuruh membiasakan diri berbahasa inggris.
“OK lanjutkan bekerja. Bekerja yang baik ya dik”
“Ayo Rani, kita berangkat pulang ke Puri”
Rani ikut mengucapkan terima kasih ke mereka itu, dengan sopannya mereka mengantarkan kami sampai keparkiran  mobil. Mobil kami merupakan mobil terakhir meninggalkan Timan Agung.

Hari mulai gelap, diperjalanan kami disambut rembulan,  bentuknya bulat sempurna keemasan, karena kami tak sadar bahwa malam itu malam bulan purnama. Mobil kujalankan perlahan saja menyusuri jalan selatan saja, melintasi jalan Tanah Lot, dengan suara deburan air laut sepanjang perjalanan. Beberapa kali menemui mobil wisata yang pulang dari Tanah Lot, sama sepeti tujuan kami memburu sunset Bali. Sepanjang jalan kami dapat menyeksikan rembulan, karena arah perjalanan kami dominan ke timur.

“Bagaimana Ran, apa kamu menikmati hari ini”
“Very much, I am enjoy Gus”
Sykurlah kami bersama dapat menikmati hari ini,  dengan melupakan segala urusan bisnis yang membelit, dan harus diselesaikan setiap hari. Aku tak tahu kok Mami bisa enjoy ya menjalani harinya dengan begitu banyak kesibukan lamunku. Aku saja merasa kewalahan padahal baru sekitar lima tahunan membantu beliau.

Memang sepertinya. kalau sudah profesi  semua dapat dinikmati dalam passion. Passion aku mungkin di profesi lain, profesiku semula, sebagai Dokter spesialis, sebagai dosen, dan sebagai peneliti mikrobiologi. Mungkin Mami menikmatinya, sama dengan saat aku memyaksikan pasienku sembuh dan datang bertandang kembali, atau sama seperti senangnya aku menerima berbagai pujian dan uplause saat membawakan hasil penelitianku di Simposium Internasional. Rupanya selama lima tahun ini passionku semu, atau passion pelarian. Apa karena Rani ya aku berubah.

Aku sangat menikmati bagai mana memperhatikan anak bimbinganku dipanggil naik podium untuk memberikan sedikit testimony karena mereka lulus summa cum laude saat diwisuda. Mungkin aku harus segera menemui Prof Malean, aku terima saja tawarannya, dengan menyingkirkan egoku, karena sebenarnya aku sangat merindukan kembali ke kampus, dan kembali ke rumah sakit. Tidak hanya sebagai hiden konsultan saja, harussssssss, teriakku.  Tak sadar rupanya aku berteriak. Sampai Rani terkejut dari keheningannya menikmati rembulan.
 Aku akan segera mendiskusikan hari yang pas untuk hari pengukuhan Guru Besarku. Menerima tawaran temanku untuk kembali ke kampus. Dan ikut membantu Rani sebagai promoter S3 nya, seperti tawaran Pak Dekan. “Apa tak di cap KKN nanti, karena Rani sebentar lagi jadi istriku” Aku tak boleh mempunyai pikiran dan dihantui pikiran itu, aku harus Profesional”. Sebagai dosen dan peneliti, aku punya etika profesi. Etoa akan menjadi pedomanku.

“Ada apa Gus, kok berteriak”
“Akh enggak aku Cuma kesenangan bersama kamu menikmati hari yang indah ini”

Rembulanpun sudah meninggi, ku minta Rani menghidupkan tape mobil karena sedari pagi sebenarnya telah kusiapkan sebauh kaset kesenangan Ayah, yang sering ku dengar beliau menyetel saat menjelang malam, kalau lagi berbahagia. Sudah “on” kan saja di dalamnya sudah ada CD. Rani meng “on” kan dan terdengarlah sebuah lagu pop mandarinnya The Mercy’s. yang syairnya cocok dengan hampir seluruh suasana hati kami.

Di suatu malam yang indah
Di bawah bulan purnama
Duduk bersama
Dua remaja
Memadu kasih Asamara
Si Pria merayu rayu
Sang Gadispun malu-malu
Dia bertanya Pada sang Pria
Agar hatinya percaya.

Hahahahaha Rani tertawa terbahak, lagunya romantic Gus, tapi sangat melo. Kita kan bukan remaja Gus.  “Ya kan tak apa, anggap saja masih remaja, biar awet muda:. Hahahahah Rani tertawa lagi,
“Oke oke aku setuju Gus, kita Remaja Tua”
“Boleh-boleh mungkin itu lebih pas, post remaja”

Itu lagu kegemaran mendiang ayah dan Mami yang diam-diam aku rekam kembali ke CD sehingga lebih awet untuk disimpan, karena aku sudah lama menunggu momen menyetelnya. Ternyata hari ini adalah hari yang pas. Aku senang karena kamu Ran menikmatinya juga.

Tak terasa mobil sudah memasuki halaman Puri Gading, aku langsung bawa Rani ke Garasi, dan tak menurunkannya di lobi. Disana Rani lagi memberikan ciumannya yang hangat kepadaku dan berucap “Terima kasih Gus, aku sangat menikmati Hari ini”
“Terima kasih juga Ran, syukur kamu dapat menikmatinya”

Diapun meninggalkan garasi, dan aku menyusul di belakangnya ………
Memang hari yang panjang…….
Dan hari yang sangat menyenangkan
Membangkitkan semangatku
Untuk kembali ke passion Profesiku semula…..

==Bukit Jimbaran, Desember 2013===

Tidak ada komentar:

Posting Komentar