“BERANJAK TITIK NADIR CINTA LUNA”
Keluarga Sobar baru saja pulang
dari liburan akhir musim seminya di daratan China. Sangat banyak yang dapat dia
kunjungi di daratan China mereka mengunjungi Great Wall. Kota Terlarang, Istana
Musim Panas, serta menyaksikan opera di Kota Beijing. Mereka menikmati semarak
pesta menyambut musim semi. Rombongan Sobar
sembat dua malam menyaksikan kota judi Makao, serta menyeberang ke
Zuhai, pantai mutiara yang hanya dipisahkan oleh gedung imigrasi dengan Makao.
Tiga hari terakhir mereka
menyeberang ke bekas koloni Inggris Hong Kong, dan sempat menyaksikan bagaimana
ramainya kaum buruh migrant Indonesia menikmati Hari Minggu mereka di Victoria
Park. Persis seperti di Taman Monas. Ada yang bercengkerema dengan teman
lprianya, ada yang asyik menikmati alunan Lagu Dangdut, beberapa membaca
buku-buku, maupun segelrombolan diantara mereka mengadakan arisan, lengkap
dengan hidangan ala Indonesia.
Kata Luna, saat mereka melintas, malah
ditawari ikut menikmati makan siang. Hahahaha …. Mereka sangat rindu dengan kampong
halamannya. Mereka kelihatan sangat modis-modis, kita tidak akan menyangka
kalau mereka sebagai buruh migrant yang berada sangat jauh dari sanak saudara
mereka.
)***(
Pagi –pagi aku menuju Kantor Biro
ku, aku telah janjian sama Reno, sambil mengucapkan selamat atas kelulusannya
sebagai Magister Teknik, serta menyampaikan sedikit oleh-oleh yang sempat aku
sisihkan, karena keponakan dan stap ayah yang menjemput di bandara langsung
meminta oleh-oleh ketika sampai di rumah. Kantor Biro ku banyak dipuji klienku,
mempunyai dekorasi yang bagus. Meraka umumnya memuji dan menannyakan Biro
Interior yang menanganinya. Aku merasa tersanjung karena semua itu sebagai
ungkapan terima kasih Reno atas motivasiku, tepatnya keluargaku agar Reno
segera menyelesaikan sekolahnya yang sudah mengalami kemacetan beberapa
semester.
Aku sengaja datang lebih awal
dari janjiku ke Reno. Aku berkeliling kantor Biro ku. Memang sangat bagus dekorasinya,
membuat orang yang ada didalamnya merasa nyaman dan terhibur. Lukisannyapun
tidak kalah dengan lukisan pelukis professional. Semoga saja Reno, dapat
melukisi hatiku yang ‘mungkin’ sedang kasmaran ini.
Ketukan itu datangnya dari arah depan.
Pintu kantor Biro ku< segera kuhampir dan kubukakan pintu. Hehehe Reno,
selamat pagi kataku. Dia memandangku dengan sangat macho, rambut gondrong
sedikit rapi, celana kodory sedikit belel dan kemeja yang digulung sampai bawah
sikunya. Dia memberikan aku seikat marar warna pink, dengan tulisan singkat ‘Love’.
Dia mengulurkan kedua tangannya tangannya,
tak sadar aku langsung memeluknya. Diapun memelukku dengan sangat hangat,
hembusan nafasnya terasa hangat di hambutku. Jantungkupun terasa lebih kencang
dan lebih kencang detaknya. Ku ucapkan selamat atas kelulusan kamu Reno, semoga
kau menjadi Sarjana yang Saujana. Ku ingat itu juga ucapan yang kuterima dari
Rektorku saat melepas aku sebagai sarjana magister. Cukup lama aku dipelukannya.
Tapi aku masih ingat batasan, karena aku sebagai konselornya, motivator Reno.
“Maafkan Reno”
“Ya sama-sama maafkan Luna”
Ku siapkan secangkir dua cangkir kopi capucino cokelat, kunikmati
dengan kue kecil tradisional yang sempat ku beli mampir di toko tadi. “Silahkan
Reno minum dan cicipi kuenya, pasyi kau belum sempat sarapan tadi”
“Akh Bu Luna tahu saja kalau aku
belum sarapan. Apa beda ya detak jantung kalau belum sarapan dengan sudah”
Canda Reno.
AKu minta maaf sama Reno, karena
tidak dapat menyaksikan langsung saat dia sidang terbuka tesisnya. Kudengan Pak
Serang juga tidak bisa hadir, karena beliau keburu berangkat ke Jepang,
mendapat biaya melaksanakan riset postdoktoralnya selama tiga tahun. Ibu Mar
yang dengan tangkas mendampngi Reno dalam sidang tersebut.
“Apa rencana kamu Reno, setelah
kau lulus sekarang”
“Enggak tahu, yang jelas aku
sudah mengiyakan mengantikan Pak Serang memegang pelajaran yang selama dia
ampu, mau mencari pacar serius, dan meneruskan usaha yang telah kurintis
bersama teman-temanku, serta ‘masih mungkin’ lagi mengikuti saran hati kecilku
melanjutkan kuliah S3”
“Oh bagus, kudengar di Fakultas
Teknik akan segera di buka program S3 sehingga kau bisa kuliah sambil tetap
dengan kegiatan yang lain…. Kecuali…..”
“Kecuali apa Bu Luna”
“Akh jangan pakai Bu lah, kau
pakai Luna saja, biar aku merasa lebih muda Ren”
“Akh menurutku Bu… Eh.. Luna
masih muda, dengan fikiran yang sangat dewasa, dan sangat mungkin ………. Enggak enggak”
Tak usah ngelantur Reno kataku.
Terus mata kuliah apa yang engkau ampu? “Aku diminta untuk mengampu dua mata
kuliah yang selama ini di pegang Pak Serang, sebagai ucapan terima kasihku
selama ini telah banyak dibantu beliau dalam menyelesaikan kuliah, maupun dalam
merebut proyek”. Rupanya beliau menunda kelulusanku ada rencana buatku. Terima
kasih Pak Serang.
Mata kuliah yang diamanatkan
untukku adalah Mata Kuliah Konstruksi Beton, dan Bangunan Tahan Gempa. Untuk
mata kuliah yang pertama tidak masalah, karena selama ini aku juga menjadi
asistem beliau. Akan tetapi untuk Bangunan Tahan Gempa, aku harus belajar lagi.
Aku merencanakan berdiskusi dengan pakarnya. Seorang teman SMA ku, abangnya ada
yang menekuni masalah kegempaan. Katanya untuk beberapa bulan ini beliau mondar
mandir Jimbaran – Jakarta, kebetulan rumahnya dekat kampus katanya. Dia sering
diundang memberikan pencerahan tentang kegempaan di fakultas kami.
“Hehehe aku aampir lupa Ren,
terima kasih dengan bunga mawar pink nya, terus terang membuat hatiku semakin
fresh, semakin berbunga bunga serta semakin berjiwa muda Ren”
“Akh Ibu, eh Luna maaf belum
biasa sih….terlalu memperbesar-besarkan, itu hanya kembang yang sempat ku beli
di pasar bunga di perapatan itu” “Aku jadi tersanjung dengan pujian Luna”
“Aku juga terima kasih, dengan
pelukannya tadi ya, tapi itu tidak mimpi ya…….”
Aku berterima kasih padamu Ren,
dengan dekorasi dan lukisan yang telah menghias Biro ku. Oh ya beberapa klienku
tertarik dengan karyamu. “Apa aku bisa memberikan alamatmu. Untuk memesan
mungkin kalau mereka benar-benar berminat?”
“Jangan Luna. Biarkanlah sebentar
aku menikmati kebebasan jadwalku setelah lulus ini, minimal satus emester ini
aku tak mau ambil proyek dulu”
Percakapan pagi itu sangat
membuat hatiku senang dan berbunga-bunga. Aku takut kalau aku jatuh cinta
kepada klien ku. Tapi kubiarkan saja. Bukankah aku masih muda, dan belum
pernah menutup hatiku, protesku dalam hati. Hayo Luna lanjut saja dunia belum
kiamat bisikku dalam hati. Reno pun aku lihat sangat menikmati pagi itu, telah
berdiskusi denganku berbagai hal terutama bercerita tentang perjalanan tour
keluargaku ke daratan China, Makao dan Hongkong.
Aku tak memperhatikan Reno, saat
aku menerima telepon dari Ayahku, rupanya ia menyelinap ke ruangan diskusi
Biro, dan mengganti bajunya dengan kaos yang ku berikan sebagai oleh-oleh dari
China. “Bagaimana Luna, matching kan antara kaos dan celanaku?, memang kau tahu
seleraku”
“Kaos biru muda dengan label
Kipling itu, sangat matching dengan celana kodory sedikit belel biru, dan
sepatu ket Biru bermerk yang dia pakai” bisikku dalam hati, sambil berucap “Kau
memang hebat Reno”
“Terima kasih Luna, kau yang
hebat, kau telah menggerakkan semangat juangku untuk studi, kau ikut
meruntuhkan kesulitan menembus persetujuan Pak Serang, serta melumatkan hati Bu
Mar” kataku.
Itu memang, memang tugasku Reno,
sebagai seorang psikolog, memberikan motivasi untuk mahasiswa yang bermasalah
dengan studinya. Untuk kau sebenarnya tidak ada masalah, sepeti batu yang
berada di lereng miring, yang seharusnya menggelinding tapi sedikit tersangkut
batu kecil, sehingga menjadikan dia setimbang disuatu titik. Aku hanya sebuah
pengungkit yang mengganggu seikit keseimbangan batu agar menggelinding lagi. Dan
kau memang hebat. Buktinya kau Lulus dengan pujian, semua penelitian kamu
merupakan penelitian yang sangat original Reno.
“Lho kok ibu… hehehe sorry. Kok Luna
Tahu”
“Ya tahu dong, kan aku ada
masukan dari pembimbing-pembimbingmu, dan Fakultas mengabari aku sesaat setelah
kau lulus”
“Akh, berarti Luna sudah kenal Bu
Marlina?”
“ Ya tahulah. Bu Marlina cantik
kan, dia masih single lho…sangat modis dam sexy……, naksir ya?”
“hehehehe Luna cemburu ya?”
“Ternyata hari sudah siang sekali
, mataharipun bergerak meninggalkan titik zenith, cintakupun baru meniti meninggalkan titik
nadir….. Tapi perutku sudah protes nich Luna”, kata Reno.
“Teru?”
Ya kalau tidak berkeberatan ku
treaktir Ibu… he Luna, sebagai acara perayaan terhadap………
“Terhadap apa?”
“Terhadap … apa ya, yakh terhadap
kelulusanku, dan sebagai ucapan terima kasih…….atas “
“Atas apa?” tanya Luna sambil mendekatkan mukanya ke Reno..
“Atas apa?” tanya Luna sambil mendekatkan mukanya ke Reno..
“Terhadap dekapan Luna tadi” Sengaja
kudekap lagi Reno, karena memang aku menikmatinya, kubiarkan jantungku tambah
terpacu berdegup kencang lagi untuk sejenak…….. menikmati masa yang pernah hilang saatku berkutat
memnuntut ilmu sekitar tujuh tahunan.
Kamipun meninggalkan Biro berdua,
mencari makan. Kuminta memakai mobilku saja. Kami menuju sebuah rumah makan
sedikit ekso terletak di atas bukit Jambul, yang merupakans sebuah rumah makan
yang sangat tersohor sampai maca negara dengan masalakn bebek krispi nya,
sambal matah dan minuman tradisionalnya rujak bir…………
Aku sangat menikmati makan siang
kali ini, padahal sebelumnya aku paling tidak suka dengan masalakan apapun yang
berbahn bebek, namun kali ini mungkin bumbunya yang pas dan dinikati berdua
serta mulai menanjak dari titik nadir cintaku bersama Reno……… Akh tak terasa pedasnya…… Ush akh…..Ush akh ………..
===Puri Gading, awal Maret 2014=
Pak ..kisah ini berdasarkan kisah nyata atau bagaimana? Menarik ceritanya..
BalasHapusYa berkan khayalan saya pengaranynya pak. Salam
Hapusterbitkan ke novel ini indah bli putu
BalasHapus